Tenaga Kerja yang Mudah dan Kesulitan Mendapatkan Kembali Pekerjaan di Masa COVID-19 di Kaltim

Tenaga kerja  berjenis kelamin laki-laki, berusia 15-38 tahun, dan bekerja di sektor non jasa lebih cepat mendapatkan kerja kembali di masa Pandemi COVID-19 (2020-2021) di Kalimantan Timur (Kaltim) dibandingkan kelompok tenaga kerja berjenis kelamin perempuan, berumur 39 tahun keatas, dan bekerja di sektor jasa. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Tenaga kerja  berjenis kelamin laki-laki, berusia 15-38 tahun, dan bekerja di sektor non jasa lebih cepat mendapatkan kerja kembali di masa Pandemi COVID-19 (2020-2021) di Kalimantan Timur (Kaltim).

Sedangkan kelompok tenaga kerja  yang mengalami kesulitan lebih besar di pasar tenaga kerja di masa Pandemi COVID-19, yaitu mereka yang berjenis kelamin perempuan, berumur 39 tahun keatas, dan bekerja di sektor jasa.

Demikian kesimpulan hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim yang dituangkan dalam bentuk laporan “Survival Analysis Durasi Mendapatkan Pekerjaan Kembali Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Kalimantan Timur” yang dipublikasi Desember 2022.

BPS menemukan bahwa jenis kelamin, umur, dan jenis lapangan pekerjaan secara signifikan memengaruhi durasi atau lamanya seorang pekerja untuk mendapat kerja kembali setelah sebelumnya menganggur selama masa terjadinya pandemi COVID-19.

“Baik pada kurva Kaplan-Meier maupun regresi cox menghasilkan kesimpulan yang sejalan. Mereka yang berjenis kelamin laki-laki, berusia 15-38 tahun, dan bekerja di sektor non jasa lebih cepat mendapatkan kerja kembali,” ungkap Kepala BPS Kaltim, Dr Yusniar Juliana.

“Sesuai hasil pemodelan di atas, rekomendasi utama yang diajukan untuk mempercepat pekerja yang menganggur dapat kembali bekerja adalah agar kebijakan yang diambil dapat difokuskan kepada kelompok yang mengalami kesulitan lebih besar di pasar tenaga kerja, yaitu mereka yang berjenis kelamin perempuan, berumur 39 tahun keatas, dan bekerja di sektor jasa,” saran Yusniar.

Temuan BPS ini, kata Yusniar, ini dapat menjadi pendukung kebijakan dalam upaya penguatan fundamen ekonomi masyarakat. Semakin cepat angkatan kerja aktif kembali ke dunia kerja semakin

kuat pula mendukung akselerasi pemulihan ekonomi pada masa pandemi COVID-19. Cukup besarnya angkatan kerja yang mengalami transisi dari bekerjamenganggur dibandingkan pekerja yang mengalami transisi bekerjamenganggur-bekerja pada masa pandemi ini, perlu mendapatkan perhatian yang serius.

“Hal ini berarti mereka yang berhenti kerja dalam masa pandemi ini dan sampai Agustus 2021 tidak mendapatkan pekerjaan kembali cukup besar. Sehingga diperlukan langkah-langkah mitigasi untuk mengatasi hal tersebut”.

Dinamika tenaga kerja masa Pandemi

Pandemi COVID-19 dan Dinamika Ketenagakerjaan di Kalimantan Timur Pandemi COVID-19 telah berdampak pada perekonomian di banyak wilayah, tak terkecuali Kaltim. Sejak kasus positif COVID-19 terkonfirmasi pertama kali pada Februari 2020, ekonomi Kaltim mulai tertekan dan pada Triwulan II-2020 mengalami kontraksi yang cukup dalam. Pada masa awal pandemi ekonomi Kaltim  banyak mengalami tekanan, terutama ketika kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diterapkan pada April 2020.

Pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II-2020 (y-o-y) tercatat negatif 5,37 persen, terendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Pada triwulan selanjutnya, secara perlahan ekonomi Kalimantan Timur mulai kondusif meski pada Triwulan III-2020 s/d Triwulan I-2021 pertumbuhannya masih terkontraksi.

Kontraksi pertumbuhan ekonomi pada masa awal pandemi tersebut, berpengaruh pada kondisi ketenagakerjaan. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) Februari tahun 2020 sebesar 6,88 persen, tertinggi selama dua tahun terakhir. Seiring dengan kondisi ekonomi Kaltim yang semakin kondusif, TPT tersebut cenderung menurun pada periode selanjutnya hingga menjadi 6,83 persen pada Agustus 2021.

Selain berdampak pada TPT, pandemi COVID-19 juga berdampak pada angkatan kerja secara umum, di antaranya adanya Bukan Angkatan Kerja (BAK) yang tidak mencari pekerjaan karena pandemi COVID-19, meningkatnya penduduk yang sementara tidak bekerja karena COVID-19, dan menyebabkan pengurangan jam kerja karena COVID-19 (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2020; BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2021).

Berdasarkan data Sakernas Agustus tahun 2020 dan tahun 2021, penduduk usia kerja yang terdampak COVID-19 pada 2020 berjumlah lebih dari 411 ribu orang (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2020) dan pada 2021 berjumlah lebih dari 301 ribu orang (BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2021).

Sementara itu, penduduk yang bekerja pada Agustus 2020 tercatat sebanyak 1.692,80 ribu orang (Tabel 2). Dari sejumlah pekerja tersebut 36,37 ribu orang di antaranya pernah berhenti bekerja pada awal pandemi merebak (Februari-Agustus 2020).

Dengan demikian, terdapat sekitar 2,15 persen tenaga kerja yang menjadi pengangguran sementara pada masa pandemi, yaitu peralihan dari kondisi menganggur ke kondisi mendapatkan pekerjaan kembali pada tahun pertama pandemi COVID-19 menyebar.

“Sedangkan angkatan kerja yang pernah berhenti kerja pada periode tersebut namun belum mendapatkan pekerjaan kembali sampai dengan Agustus 2020 terdapat sekitar 66,72 ribu orang,” kata Yusniar.

Adapun penduduk yang bekerja pada Agustus 2021 tercatat sebanyak 1.720,36 ribu orang yang meningkat sekitar 1,63 persen dibandingkan Agustus 2020 (Tabel 2). Dari sejumlah pekerja pada Agustus 2021 tersebut, terdapat sekitar 3,62 persen tenaga kerja yang menjadi pengangguran sementara.

Sedangkan angkatan kerja yang pernah berhenti kerja pada periode Februari 2020 s/d Agustus 2021 namun belum mendapatkan pekerjaan kembali sampai dengan Agustus 2021 tercatat sekitar 98,03 ribu orang.

“Fakta ini cukup menggambarkan dinamika ketenagakerjaan yang terjadi di Kaltim  selama masa pandemi,” ujar Yusniar.

Telah banyak penelitian yang menggambarkan dampak COVID-19 terhadap ketenagakerjaan baik di lingkup internasional maupun spesifik terhadap kondisi Indonesia (Abdurrahman dan Tusian, 2021). Namun demikian belum ada penelitian yang meneliti transisi tenaga kerja selama pandemi di Kaltim, terutama yang menganalisis karakteristik pekerja dan durasi (lama waktu) menganggur selama pandemi.

Terkait dengan hal tersebut, kajian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik pekerja yang mendapatkan pekerjaan kembali setelah berhenti bekerja pada tahun 2020 dan 2021. Dengan diketahui karakteristik pekerja dan durasi menganggur maka dapat disusun formulasi kebijakan yang tepat terhadap kondisi ketenagakerjaan di Kaltim.

Penelitian

BPS melaporkan, peneliatian Proses Survival Analysis untuk Mengkaji Durasi Menganggur dan Determinannya menggunakan data hasil Sakernas Agustus 2020, Sakernas 2021, dan publikasi Berita Resmi Statistik Keadaan Ketenagakerjaan Kaltim dari BPS Provinsi Kaltim.

Cakupan penelitian meliputi seluruh wilayah di Kalimantan Timur dengan unit analisis berupa individu yang memenuhi persyaratan. Individu tersebut adalah penduduk berusia 15 tahun ke atas, pernah berhenti kerja pada periode Februari s/d Agustus 2020 (menggunakan data Sakernas Agustus 2020) dan periode Februari 2020 s/d Agustus 2021 (menggunakan data Sakernas Agustus 2021), dan kemudian aktif bekerja kembali masih pada periode yang sama.

Variabel yang digunakan terdiri dari variabel respon dan variabel penjelas. Variabel respon berupa durasi atau lamanya waktu dalam bulan untuk bekerja kembali sejak berhenti kerja pada periode penelitian. Oleh karena itu jika pekerja tersebut mendapatkan pekerjaan maka akan dinyatakan sebagai amatan berstatus event, sedangkan yang masih menganggur dinyatakan sebagai amatan tersensor.

Pekerja yang dirumahkan sementara atau bekerja dari rumah tidak termasuk dalam konsep ini. Perincian variabel yang digunakan dalam model beserta informasi penjelasnya terdapat di Tabel 3.2.

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan dengan mengeksplorasi data melalui tabel frekuensi, kurva Kaplan-Meier, dan plot fungsi log minus log survival masing-masing variabel penjelas.

Sedangkan analisis inferensial dilakukan dengan pemodelan regresi Cox. Adapun estimasi parameter dalam modelnya, dilakukan dengan menggunakan pendekatan Bayesian algoritma Hamiltonian Monte Carlo (HMC).

Angkatan Kerja Terdampak COVID-19

Jumlah Angkatan Kerja yang Terdampak COVID-19 Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2020, terdapat 2.775,17 ribu orang penduduk usia kerja di seluruh Kaltim. Dari jumlah tersebut terbagi menjadi dua kelompok, angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang sedang berstatus bekerja dan sedang menganggur. Jumlahnya mencapai 1.817,68 ribu orang atau setara dengan 65,50 persen dari total penduduk usia kerja. Angka ini dikenal pula sebagai tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), sedangkan selebihnya sebanyak 34,50 persen adalah bukan angkatan kerja.

Hasil Sakernas Agustus 2020 juga menunjukkan bahwa dari 1.817,68 ribu orang angkatan kerja, sebanyak 124,88 ribu orang di antaranya merupakan pengangguran. Jika dipersentasekan terhadap angkatan kerja, setara dengan 6,87 persen. Angka ini dikenal dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

“Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2021, diperoleh TPAK Kaltim sebesar 65,49 persen dan TPT-nya sebesar 6,83 persen. Jika dibandingkan angka yang sama pada periode setahun sebelumnya, TPAK dan TPT Agustus 2021 lebih rendah,” papar Yusniar.

Gambaran Umum tentang Durasi Mendapatkan Pekerjaan Kembali Sejak Februari 2020 hingga Agustus 2021, terjadi dinamika ketenagakerjaan yang cukup tinggi sebagai akibat dari perubahan dan penyesuaian pada masa pandemi COVID-19.

Beberapa pekerja mengalami pemberhentian kerja. Umumnya berhenti bekerja karena situasi pandemi, seperti menurunnya permintaan produksi, penghematan anggaran belanja perusahaan, dan lain sebagainya.

Sebagian pekerja ada yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dari mereka yang terkena PHK, ada yang berhasil bekerja kembali, baik pada sektor pekerjaan yang sama, maupun pada sektor yang berbeda.

“ Namun sebagian lainnya tetap menganggur hingga Agustus 2021. Hal ini terlihat dari TPT yang masih tinggi pada Agustus 2021 dibandingkan Agustus 2019 yang sebesar 6,09 persen,” terangnya.

Menurut Yusniar, dinamika perubahan dari bekerja, menganggur dan mendapatkan kerja kembali disebut dengan turnover atau transisi dalam ketenagakerjaan. Dalam penelitian ini angkatan kerja yang mengalami hal tersebut berstatus event.

“Sedangkan angkatan kerja yang berhenti kerja dan belum mendapatkan pekerjaan kembali hingga akhir periode penelitian disebut dengan tersensor,” ucapnya.

Pada periode 6 (enam) bulan pertama wabah COVID-19, secara nasional terdapat sebanyak 3,37 juta pekerja pada status event dan rata-rata membutuhkan waktu 2,48 bulan untuk mendapatkan pekerjaan kembali (Abdurrahman dan Tusian, 2021).

Sedangkan untuk Kaltim, terdapat sekitar 36,37 ribu pekerja yang berstatus event, dan membutuhkan waktu lebih lama dalam mendapatkan pekerjaan kembali dibandingkan nasional yaitu sekitar 4,53 bulan.

“Adapun yang perlu untuk mendapatkan perhatian, angkatan kerja yang berhenti kerja dan belum mendapatkan pekerjaan kembali hingga Agustus 2020 (berstatus tersensor), jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan yang berstatus event, yaitu sekitar 66,72 ribu orang,” saran Yusniar.

Meskipun jumlah angkatan kerja yang berstatus event meningkat pada periode Maret 2020 s/d Agustus 2021 dibandingkan periode awal COVID-19, tetapi jumlahnya masih lebih rendah jika dibandingkan angkatan kerja yang berstatus tersensor.

Angkatan kerja yang berstatus tersensor sebanyak 98,03 ribu orang dan yang berstatus event sebanyak 62,27 ribu orang. Sedangkan waktu yang diperlukan angkatan kerja yang berstatus event dalam mendapatkan pekerjaan kembali pada periode ini, rata-rata sekitar 11,53 bulan.

Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Mendapatkan Pekerjaan

BPS menungkapkan, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pekerja di Kaltim dalam memperoleh pekerjaan kembali pada periode Maret s/d Agustus 2020 dan periode Maret 2020 s/d Agustus 2021.

Berdasarkan hasil kajian pada dua periode tersebut, diperoleh hasil pekerja yang tinggal di perdesaan lebih cepat mendapatkan pekerjaan dibandingkan di perkotaan. Pekerja laki-laki lebih cepat mendapatkan pekerjaan dibandingkan perempuan, pekerja yang berumur 15-38 tahun lebih cepat mendapatkan pekerjaan dibandingkan yang berumur 39 tahun ke atas.

Pekerja dengan pendidikan SLTA ke atas lebih cepat dibandingkan SLTP ke bawah, dan pekerja di sektor non jasa lebih cepat mendapatkan pekerjaan dibandingkan di sektor jasa. Pada periode Maret s/d Agustus 2020, pekerja yang tidak pernah training lebih cepat mendapatkan pekerjaan kembali daripada yang pernah training.

“Sedangkan pada periode Maret 2020 s/d Agustus 2021, pekerja yang pernah training lebih cepat mendapatkan pekerjaan kembali daripada yang belum pernah training,” ungkap Yusniar.

Perbedaan kecepatan untuk mendapatkan pekerjaan juga dapat dilihat dengan Kurva Kaplan-Meier, menunjukkan estimasi durasi mendapatkan kerja kembali setelah sebelumnya berhenti kerja yang terjadi pada periode Maret s/d Agustus 2020 dan periode Maret 2020 s/d Agustus 2021 berdasarkan kategori masing-masing variabel penjelasannya.

Kurva suatu kategori yang berada di bawah menunjukkan bahwa kategori tersebut mendapatkan pekerjaan kembali yang lebih cepat dibanding kategori pembandingnya. Pekerja yang lebih cepat mendapat pekerjaan kembali setelah sebelumnya menganggur adalah mereka yang tinggal di perdesaan, berjenis kelamin laki-laki, berusia 15-38 tahun, dan bekerja di sektor non jasa.

Sementara karakteristik dari training dan pendidikan terlihat fluktuatif antar kategorinya, sehingga tidak dapat disimpulkan secara pasti hanya dengan melihat grafik tersebut.

Hasil dari analisis deskriptif juga dilengkapi menggunakan survival analysis dengan regresi Cox untuk melihat apakah variabel penjelas memang berpengaruh signifikan secara statistik terhadap durasi mendapatkan pekerjaan kembali.

Pada kondisi tahun 2020, pengaruh variabel Daerah Tempat Tinggal terhadap durasi mendapatkan pekerjaan kembali tidak signifikan. Hal tersebut bisa dilihat dari credible interval pada selang 2,5 persen s/d 97,5 persen yang melewati angka nol.

Sedangkan pada tahun 2021 terdapat dua variabel yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap durasi mendapatkan pekerjaan kembali, yaitu variabel Daerah Tempat Tinggal dan variabel Pendidikan.

Berdasarkan nilai hazard ratio diketahui bahwa pada tahun 2020, pekerja laki-laki cenderung mendapatkan pekerjaan kembali lebih cepat 1,35 kali dibandingkan pekerja perempuan dengan asumsi bahwa variabel penjelas lainnya tetap (ceteris paribus). Sedangkan pada tahun 2021, kecepatan tersebut sedikit berkurang, yakni menjadi 1,18 kali.

Pada masa awal pandemi, pekerja laki-laki berupaya segera mendapatkan kerja kembali, agar mempunyai penghasilan sehingga dapat memberikan nafkah kepada keluarga. Laki-laki juga mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan perempuan dalam mencari nafkah. Hal ini karena ketika awal pandemi dan kebijakan pembatasan kegiatan diberlakukan, perempuan memiliki pekerjaan domestik yang jauh lebih menyita waktu di samping pekerjaan mereka yang rentan (Abdurrahman dan Tusian, 2021).

Pekerja yang berumur 15-38 tahun pada tahun 2020 lebih cepat mendapatkan kerja sebesar 1,20 kali dibandingkan usia 39 tahun ke atas dan meningkat kecepatannya menjadi 1,39 kali pada tahun 2021, dengan asumsi ceteris paribus.

Adapun pekerja yang bekerja di sektor non jasa pada tahun 2020 lebih cepat mendapatkan kerja sebesar 4,03 kali dibandingkan mereka yang bekerja di sektor jasa dan meningkat kecepatannya menjadi 6,30 kali pada tahun 2021, dengan asumsi variabel penjelas lain tetap. Pekerja yang pernah mendapatkan pelatihan/training pada tahun 2020 lebih cepat mendapatkan kerja sebesar 1,29 kali dibandingkan mereka yang belum pernah mengikuti pelatihan.

Sedangkan variabel lainnya yakni Daerah Tempat Tinggal tidak begitu memengaruhi terhadap durasi mendapatkan kerja secara statistik, baik pada tahun 2020 maupun 2021. Ini ditunjukkan oleh hazard ratio dari variabel tersebut masing-masing bernilai 0,97 dan 0,94.

Ini artinya hampir sama kecenderungan antar kategori pekerja yang tinggal di perkotaan dan perdesaan untuk mendapatkan pekerjaan kembali. Begitu juga dengan variabel Pendidikan (SMP ke bawah dengan SMA ke atas) yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap durasi mendapakan pekerjaan kembali.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim

Tag: