SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda, H. Helmi Abdullah, SE, MM menyatakan, DPRD akan memanggil Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Endang Liansyah, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub), Hotmarulitua Manalu, dan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Isfahani, Kepala Dinas Perdagangan, Marnabas untuk memberikan tanggapan atas tuntutan aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Samarinda yang meminta ketiganya dicopot jika tidak bisa profesional berkerja.
“DPRD akan menindaklanjuti tuntutan yang disampaikan oleh PMII. Kami akan segera panggil DLH, Dishub, dan Dinsos untuk membahas tuntutan yang disampaikan oleh PMII,” kata Helmi pada Niaga.Asia, Minggu (17/3/2024).
PMII dalam aksi demonya Kamis (7/3/2024) menyampaikan tidak puas dengan kinerja DLH menangani masalah sampah, tidak puas dengan kinerja dengan kinerja Dishub menangani masalh parkir dan kemacetan lalulintas. Selain itu PMII juga menyatakan tidak puas dengan kinerja Dinsos dalam menangani masyarakat miskin dan kemiskinan ekstrem.
Helmi berharap ketiga kepala dinas menyelesaikan permasalahan yang disampaikan oleh PMII.
“Kami ingin agar permasalahan ini dapat segera diselesaikan dan masyarakat Kota Samarinda dapat merasakan manfaatnya,” ujar Helmi.
Aspirasi PMII
PMII Samarinda dalam press rilisnya yang diberi judul; Janji Palsu Kesejahteraan Kota Peradaban” mengatakan, Samarinda sebagai Kota Pusat Peradaban menjadi harapan bagi seluruh masyarakat, tetapi selama kepemimpinan Wali Kota Samarinda Dr.H. Andi Harun, masih banyak problem yang belum terselesaikan sehingga tidak sedikit yang mengeluhkan bagaimana kondisi Kota Samarinda saat ini.
Mengutip data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, yang dirilis pada tahun 2022, PMII menyebut Samarinda memiliki 9.039 jiwa warga miskin ekstrem atau 1.601 kepala keluarga.
Kemudian, pekerja sosial masyarakat dari Dinsos dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Samarinda, bekerja sama dengan Diskominfo Kota Samarinda, memvalidasi dan memferivikasi kembali data penduduk miskin ekstrem dan Mei 2023 tersaji data penduduk miskin ekstrem 6.973 jiwa atau 1.456 KK.
Tapi dengan APBD Tahun 2023 senilai Rp 4,7 triliun dan APBD Murni Tahun 2024 sebesarRp 5,1 triliun, masyarakat tetap merasakan kemiskinan ekstrem dan susah mencari pekerjaan, bahkan aank jalan meningkat akibat janji palsu pemerintah dan wakil rakyat kota Samarinda.
“Pemerintah terus membangun infrastuktur yang mewah dan menawan dan seakan wujud Kota Peradaban, namun pembangunan sumber daya manusia diabaikan, ini merupakan kebijakan yang kontradiktif dan jauh dari mimpi melangkah untuk Peradaban,” kata PMII.
Kemudian, Samarinda malahan kembali “darurat sampah”, sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang dihasilkan dengan volume kurang dari 1 (satu) meter kubik tidak ada yang dipilih sebagaimana diharuskan peraturan, dipilah dan dikemas dengan aman dan rapi, sebelum ditempatkan ke TPS pada pukul 18.00 – 06.00 WITA.
PMII menerangkan, di beberapa tempat pembuangan sementara (TPS) sampah dan jam operasional pengangkutan sampah masih belum optimal. Di wilayah kecamatan Palaran, kecamatan Samarinda Ulu, dan kecamatan Samarinda Utara masih banyak ditemukan sampah berserakan dan jam operasional pengangkutan sampah yang tidak sesuai dengan aturan yang ada.
“Hal tersebut meyebabkan lingkungan kumuh di sekitar masyarakat,” ucap aktivis PMII.
Di bidang pengendalian harga bahan pokok, PMII mengatakan, Disdag Samarinda juga gagal. Sejak awal 2022 hingga 2024 ini harga bahan pokok penting sudah naik 15,65%.
“Hal ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat Samarinda mengingat sebentar lagi momentum Ramadhan. Ditakutkan harga bahan pokok akan semakin naik dan berimplikasi pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Masalah ini perlu perhatian khusus dari pemerintah kota Samarinda dalam menghadapi keresahan masyarakat,” tuntutnya.
Di urusan perparkiran dan jalan umum, PMII mengatakan, belum menunjukkan Samarinda kota Peradaban karena masih dapat dilihat sehari-hari trotoar dijadikan tempat parkir oleh masyarakat. Pejalan kaki tak mendapatkan haknya sesuai Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ.
“Kita bisa melihat dibeberapa lokasi pihak swasta dalam menjalankan usahanya menggunakan badan jalan dan bahu jalan untuk area parkir, misalnya Mall Samarinda Central Plaza (SCP) dan beberapa hotel seperti Midtown dan lain sebagainya,” ungkap PMII.
Jika menilik dari segi UU Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat 1, kata PMII, pelaku usaha dilarang mengalihkan tanggung jawabnya dalam hal ini kendaraan konsumen. Pemerintah Kota Samarinda dan Dinas Perhubungan harus mempunyai sikap yang tegas jika pelaku usaha menggunanakan badan jalan dan bahu jalan untuk parkir.
“Kami dari PC PMII Kota Samarinda merasa perlu untuk melakukan giat advokasi dalam rangka mengawal hak-hak rakyat yang tertindas. Diam melihat bentuk kedzoliman adalah sikap yang tidak benar.,” pungkasnya.
Pebulis: Yuliana Ashari I Editor: Intoniswan I ADV DPRD Samarinda
Tag: PMII