Tidak ada Transisi Energi Tanpa Peningkatan Transmisi

Pusdatin ESDM.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Elektrifikasi adalah pendorong utama dekarbonisasi sistem energi sehingga diperlukan adanya peningkatan jaringantransmisi yang disertai dengan perbaikan melalui modernisasi dan digitalisasi jaringan tenaga listrik untuk dapatmemudahkan proses transisi dari listrik yang berbasis batubara dan gas menjadi berbasis energi terbarukan.

Demikian disimpulkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Enetgi Dan Sumber Daya Energi dalam laporan bertajuk “Reviu Informasi Strategis Enenrgi dan Mineral” Periode Oktober-Desember 2024 yang dipublikasikan 17 Januari 2025.

Menurut Pusdatin Kementerian ESDM, peningkatan transmisi cenderung memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan pembangkitan. Dari sisi keekonomian, pengembangan transmisi cenderung kurang menguntungkan karena memiliki Return of Investment (ROI) yang lebih rendah dibandingkan pembangkitan.

Ditambah lagi adanya hak jalan, tumpang tindih lahan, habitat liar, wilayah hutan, kondisi pegunungan dimana hal-hal tersebut dapat membuat penyelesaian pembangunan sistem transmisi memerlukan waktu yang lebih panjang.

“Selain melalui pembangunan jaringan baru, peningkatan kapasitas transmisi dapat dikombinasikan dengan strategi reconductoring jaringan,” terangnya.

Gas Alam

Selain itu dilaporkan, Malaysia dan Indonesia diproyeksikan akan memimpin “kebangkitan” sektor hulu migas di Asia Tenggara. Penemuan cadangan baru-baru ini tidak hanya memperbaharui minat dan investasi, tetapi juga menandai kebangkitan komitmen kedua negara ini terhadap industri minyak dan gas.

“Produksi gas lepas pantai di Asia Tenggara diproyeksikan akan tumbuh pesat, mencapai nilai hingga US$100 miliar dalam beberapa tahun ke depan,” ungkap Pusdatin ESDM.

Indonesia mengantisipasi peningkatan aktivitas investasi di sektor hulu migas mulai tahun 2025 mendatang. Penemuan-penemuan terbaru di Provinsi Kalimantan Timur dan Andaman, diperkirakan akan menyumbang 75% dari total investasi gas lepas pantai Indonesia.

Beberapa faktor pendorong kebangkitan sektor hulu migas di Asia Tenggara diantaranya adalah kebutuhan untuk ketahanan energi, semakin leluasanya investasi untuk eksplorasi, dan terlaksananya proyek-proyek migas berskala besar.

Regulator di Asia Tenggara perlu terus mendorong eksplorasi yang berkelanjutan dan, yang terpenting, memelihara jalur pengembangan proyek tetap ekonomis. Sekaligus menjaga komitmen industri untuk terus mengembangkan peluang-peluang dengan melakukan langkah konkret untuk membawa penemuan-penemuan terbaru ke fase produksi.

Strategi Indonesia dalam Menghadapi Trilemma Mineral

Pusdatin ESDM juga mengatakan, mineral penting adalah kebutuhan pokok baru ekonomi internasional. Para pemimpin negara dengan cepat menyadari bahwa mereka berisiko mengalami kerentanan ekonomi tanpa mineral tersebut. Maka sangat penting untuk mendorong kerja sama internasional sambil meminimalkan fragmentasi karena persaingan geopolitik.

Persaingan ekonomi dan politik China dan Amerika Serikat mulai merembet hingga pengelolaan mineral strategis dan penting sehingga menciptakan dinamika baru dalam rantai pasokan global. Persaingan kedua raksasa berimbas pada kebijakan ekonomi terkait pengamanan supply chain,hingga munculnya de-risking dan friend shoring.

‘Indonesia tidak boleh terjebak dalam persaingan geopolitik antara China dan AS dalam pengelolaan mineral kritis dan strategis. Kepentingan Indonesia adalah meningkatkan resilient terhadap kekurangan energi dan mineral kritis,” paparnya.

Dengan besarnya sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dalam rantai pasok mineral kritis dan strategis dunia maka penting bagi Indonesia untuk mengembangkan industri, sumber daya manusia, hingga teknologi di sektor tersebut.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: