
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Tidak transparan dan partisipatif problem “Akut dan Berulang” di pengelolaan tambang mineral dan batubara (Minerba) di Indonesia, termasuk revisi PP 96 tahun 2021 ini.
“Ini problem lama, berulang dan akut di masa Pemerintahan Presiden Jokowi” Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho dalam rilisnya yang diterima Niaga.Asia.
Terbitnya PP 25 Tahun 2024 bersamaan dengan terbitnya PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang juga mendapatkan banyak penolakan publik, seolah memang Pemerintah tidak pernah mau belajar dan memperbaiki proses penyusunan regulasi dan kebijakan di Indonesia.
“Saat ini dibutuhkan ke-legowo-an Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya untuk merespon kepentingan publik dengan berani mencabut kembali PP bermasalah,” katanya.
Aryanto juga mendesak Komisi 7 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menekan Presiden Jokowi membatalkan PP ini.
“DPR punya kewenangan, punya hak interpelasi dan hak angket. Jika memang itu bisa mengurai kekisruhan ini, mengapa tidak digunakan?,” imbuhnya.
Fokus Perbaikan Tata Kelola
PWYP Indonesia menyebut bahwa pencabutan 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batu bara, sekaligus penciutan lahan PKP2B yang diperpanjang menjadi IUPK, seharusnya menjadi momentum untuk fokus terhadap perbaikan tata kelola dan saat yang tepat melakukan moratorium izin, khususnya sektor batubara.

“Lebih baik pemerintah fokus terhadap perbaikan tata kelola dan saat yang tepat melakukan moratorium izin, khususnya sektor batubara dan mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,” kata Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kalimantan Timur, salah satu anggota koalisi PWYP Indonesia.
“Berdasarkan catatan JATAM menggunakan data citra satelit, terdapat 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 1.735 lubang tambang batubara berada di Kaltim. Lubang itu lebih menyerupai danau yang berukuran mulai dari ratusan meter persegi hingga puluhan hektar,” kata Buyung Marajo.
Namun, merujuk data Dinas ESDM Kalimantan Timur per 2018, terdapat 539 lubang bekas tambang di seluruh wilayah Kaltim. Kebanyakan lubang bekas tambang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (264 lubang bekas tambang) dan Kota Samarinda (130 lubang bekas tambang).
JATAM Kaltim juga mencatat dalam rentang waktu tujuh tahun, 2011-2024, sudah 47 nyawa melayang karena tewas tenggelam di bekas lubang galian tambang batubara yang tidak direklamasi.
“Kita semua tahu, banyak wilayah eks PKP2B berada di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Lebih baik selesaikan dulu persoalan-persoalan buruknya tata kelola pertambangan ini alih-alih menawarkan WIUPK kepada Ormas keagamaan,” ujar Buyung.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: batubara