Pasar dan tingkat produksi amonia terbarukan di Tiongkok diproyeksikan akan berkembang dengan signifikan dalam beberapa tahun ke depan.
Hal ini didorong oleh komitmen “karbon ganda” (the Chinese “Dual Carbon” Goals) negara tersebut untuk mencapai puncak emisi sebelum 2030 dan mencapai netralitas karbon sebelum tahun 2060.
Peran ammonia sebagai produk turunan hidrogen dan sebagai carrier hidrogen, juga menjadi faktor pendorong bagi Tiongkok memastikan posisinya sebagai produsen dengan menambah kapasitas produksi elektroliser yang juga merupakan komponen utama produksi hidrogen terbarukan.
Saat ini tercatat bahwa produksi amonia terbarukan diTiongkok mencapai sekitar 9 jutaton per tahun (Mt/tahun) yang mencakup berbagai tahap pengembangan. Evolusi amonia ini dimotori oleh dua jenis badan usaha (yang sebagian besar adalah milik negara) yaitu badan usaha di bidang distributor tenaga listrik dan konglomerat bahan bakar fosil.
Demikian hasil Reviu Informasi Strategis Periode Juli 2024 – September 2024 yang diolah Pusat Data dan Informasi (Pudatin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dan dilansir dilaman resminya.
Berikut adalah hasil Reviu Informasi Strategis Periode Juli 2024 – September 2024 yang diolah Pusat Data dan Informasi (Pudatin) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dari berbagai sumber.
Tiongkok saat ini merupakan produsen amonia terbesar di dunia. Pada tahun 2022, produksi tahunannya mencapai 56 juta ton setara dengan hampir 30 persen dari produksi global. Hasil produksi yang besar ini sebagian besar dikonsumsi di dalam negeri sehingga menjadikan Tiongkokjuga sebagai konsumen amonia terbesar di dunia.
Pada tahun 2020, pertanian menggunakan 71 persen dari total pasokan, sementara aplikasi industri memanfaatkan 29 persen sisanya.
Dalam dekade sebelumnya, Tiongkok menghadapi kelebihan kapasitas yang substansial dalam produksi amonia, bahkan mencapai 30 persenpada puncaknya. Masalah over supply ini teratasi dengan penghentian produksi dari fasilitas−fasilitas yang tidak efisien selama tahun 2015−2019.
Pandemi COVID19 di tahun 2020 membuka fase baru pertumbuhan produksi amonia di Tiongkok. Upaya untuk mengatasi gangguan rantai pasok sekaligus mengurangi ketergantungan impor akan pupuk membuat Tiongkok kembali mengedepankan lingkungan kebijakan yang mendukung untuk memproduksi amonia.
Selain itu kebutuhan akan amonia juga dipastikan dengan kebiijakan Tiongkok untuk memaksimalkan co−firing amonia di PLTU sebagai langkah nyata pengurangan emisi karbon.
Meski kebutuhan akan amonia terus meningkat, produksi amonia terbarukan masih perlu pengembangan. Tercatat bahwa saat ini produksi amonia di Tiongkok hampir seluruhnya berbasis fosil (99%), dan sebagian besar bergantung pada batubara (85%), yang menghasilkan 3,5 hingga 4,5 ton CO2 per ton produk pada proses sintesanya.
Dengan demikian, pada tahun 2022, meskipun Tiongkok menyumbang 30 persen dari produksi amonia global, Tiongkok juga menyumbang 45 persen emisi CO2 terkait amonia di seluruh dunia.
Rencana aksi khusus industri amonia
Untuk mengatasi hal ini, pada bulan Juni 2024, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Tiongkok mengumumkan rencana aksi khusus industri amonia dengan target pengurangan emisi CO2 sebesar 13 Mt pada tahun 2025, yangsebagian besar dilakukan melalui penghentian dan retrofit fasilitas produksi yang tidak efisien.
Pergeseran dari amonia yang padat emisi ke amonia rendah emisi akan melibatkan pengembangan amonia “hijau” atau terbarukan, yang diproduksi dari nitrogen dan hidrogen dari elektrolisis yang ditenagai oleh pembangkit listrik terbarukan, dan amonia “biru” atau amonia rendah karbon, yang diproduksi dari gas alam atau batubara dengan penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS).
Sejauh ini, sejak awal tahun 2022, produksi amonia rendah emisi China sebagian besar difokuskan pada amonia “hijau”. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan komersial Tiongkok dan dukungan kebijakan yang terbatas untuk CCS serta sumber daya gasdomestik yang tidak mencukupi.
Dari 96 proyek percontohan penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS) di Tiongkok, hanya satu yang terkait dengan produksi hidrogen dan satu lainnya untuk produksi amonia biru.
Namun, percepatan adopsi amonia terbarukan di Tiongkok menghadapi tantangan biaya produksi yang tinggi. Meskipun harga pasar amonia di negara ini berkisar antara $420 hingga $570/ton (3.000− 4.000 yuan/ton), biaya produksi amonia terbarukan diperkirakan berkisar antara $400 hingga $820/t.
Dalam hal kebijakan, pedoman kebijakan nasional dan sub−nasional yang ada tentang amonia terbarukan cenderung pada tingkat tinggi dan tidak menyebutkan insentif khusus. Proyek−proyek baru terkonsentrasi di wilayah yang kaya akan sumber daya angin dan matahari, terutama di Mongolia Dalam dan wilayah Timur Laut seperti Jilin, Liaoning, dan Heilongjiang.
Saat ini total kapasitas sebesar 9,1 Mt direncanakan, sedang dibangun, atau beroperasi di seluruh China. Sebagian besar proyek ini dikembangkan oleh perusahaan−perusahaan besar milik negara, yang secara teratur melibatkan mitra swasta dalam penelitian, pembiayaan, dan konstruksinya.
Perlu dicatat bahwa Tiongkok bukanlah satu- satunya negara yang berencana untuk mengembangkan amonia rendah emisi. Hal ini membuat posisi Tiongkok dan negara-negara berkepentingan lainnya dalam pasar amonia terbarukan masih sangat dinamis.
Bangun pabrik di luar negeri
Melihat Langkah Tiongkok baru-baru ini untuk mulai mengimpor amonia biru dari Arab Saudi, mungkin saja Tiongkok menjadi importir amonia di masa depan. Namun, perusahaan-perusahaan Tiongkok juga memanfaatkan inisiatif One Belt One Road.
One Belt One Road adalah sebuah strategi pembangunan infrastruktur global yang diadopsi oleh pemerintah Tiongkok, untuk memperluas kehadiran mereka di luar negeri, termasuk melalui investasi yang direncanakan seperti pabrik hidrogen (50.000 ton) dan amonia terbarukan (250.000 ton) senilai 6,75 miliar dolar AS di Kawasan Ekonomi Suez, Mesir, yang bertujuan untuk menopang ekspor ke pasar Eropa.
Selain itu tercatat pula proyek di Maroko untuk memproduksi 1,4 juta ton amonia terbarukan, dan proyek di Brasil yang akan memproduksi 60.000ton amonia terbarukan. Proyek-proyek tersebut dapat digunakan untuk memasok amonia untuk pasar Tiongkok. Mengingat pentingnya ketahanan pangan, kecil kemungkinan Tiongkok akan melakukan impor amonia yang signifikan.
Berdasarkan kemajuan infrastruktur pelabuhan baru-baru ini untuk mendukung ekspor amonia, negara ini berpeluang juga dapat memposisikan dirinya sebagai eksportir bersih energi terbarukan.
Sumber: Pusdatin Kementerian ESDM | Editor: Intoniswan
Tag: Amonia