Transmigran dari Klaten Terlantar di Nunukan, Politisi PKS Minta Bupati Selesaikan Persoalan Lahan

Anggota DPRD Nunukan dari Fraksi PKS, Inah Anggraini. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Anggota DPRD  Nunukan dari Fraksi PKS Nunukan, Inah Anggaini, minta Bupati Nunukan, Hj Asmin Laura menyelesaikan masalah lahan garapan bagi 230 kepala keluarga (KK) warga transmigran asal Klaten, Jawa Tengah yang ditempatkan di SP 5 Sebakis, Kecamatan Nunukan.

“Sudah 11 tahun warga transmigrasi Sebakis belum memiliki lahan garapan dan sampai sekarang belum ada kejelasan nasib mereka,” kata Inah Anggraini pada Niaga.Asia, Kamis (04/04/2024).

Untuk diketahui, penempatan 230 KK warga transmigrasi dimulai tahun 2013 ditandatangani oleh Bupati Nunukan H Basri dan Bupati Klaten, Sunarna. Dalam perjanjian disebutkan warga mendapatkan lahan pekarangan seluas 0,25 hektar.

Dalam perjanjian dituliskan pula warga diberikan lahan usaha I seluas 0,75 hektar dan lahan usaha  II seluas 2 hektar. Dengan ketentuan paling lambat 2 tahun pasca penempatan, Namun sampai hari ini lahan dan kebun yang dijanjikan tidak kunjung ada.

Sejak tinggal di Sebakis, 230 KK warga transmigrasi itu hanya diberikan lahan untuk pembangunan rumah dan lahan pekarangan tanpa memperjelas dimana titik lokasi lahan usaha dan berapa luasnya bagi setiap kepala keluarga.

Warga transmigrasi juga tidak menerima lahan plasma dan kebun yang menjadi haknya dari perusahaan yang membawanya ke Nunukan, sehingga para transmigran hanya bisa bekerja serabutan menjadi buruh di perkebunan sawit ataupun buruh bangunan untuk bertahan hidup.

“Beberap warga transmigrasi ada sudah meninggal dunia. Coba pikirkan, ini soal kemanusian, kenapa mereka ditelantarkan begitu,” bebernya.

Untuk bertahan hidup selama 11 tahun atau sejak tahun 2013 di Sebakis, sebagian warga transmigrasi hidup yang dibawah garis kemiskinan dengan hanya memakan singkong rebus pengganti nasi.

Belum lagi kondisi wilayah Sebakis yang sampai hari ini belum dialiri listrik PLN dan air bersih PDAM. Kehidupan warga transmigrasi sangat jauh berbeda dengan warga yang bermukim di mess-mess perusahaan perkebunan sawit.

“Dikawasan transmigrasi warganya hidup miskin serta kekurangan, berbeda jauh dengan warga di mess-mess perusahaan,” ucapnya.

Bertahan hidup di Sebakis sebagai warga transmigrasi sangat sulit sebab, lahan-lahan disana sangat tandus, sehingga sulit untuk ditanami pohon-pohon produksi seperti pisang, sayur ataupun buah-buahan.

“Dari ujung sana ke ujung sini lahan pasir semua, sulit bagi warga menanam pisang atau buah-buahan, kalaupun bisa pasti hasilnya tidak subut,” ungkap Ina.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan | ADV DPRD Nunukan

Tag: