
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Presiden AS Donald Trump tinggalkan kebijakan energi bersih dan merangkul kembali bahan bakar fosil dengan mendeklarasikan darurat energi nasional dan menyatakan“drill, baby, drill”, dalam bahasa Indonesia berarti “bor, sayang, bor”—merujuk pada pengeboran energi fosil.
Navin Singh Khadka, Koresponden Lingkungan BBC World Service, melaporkan, Trump tidak hanya mengatakan “bor, sayang, bor” tetapi dia juga melanjutkan dengan mengatakan: “Kami akan mengekspor energi Amerika ke seluruh dunia.”
Dan calon pembeli energi Amerika di luar negeri, khususnya gas, sudah mengantre.
Beberapa hari setelah pengumuman keadaan darurat energi Trump, importir gas terbesar kedua dan ketiga dunia—Korea Selatan dan Jepang—masing-masing mengatakan akan mengimpor lebih banyak energi Amerika.
Demikian pula halnya dengan penghasil emisi karbon terbesar ketiga di dunia, India, meskipun negara ini juga telah mengumumkan target energi nuklir yang ambisius dalam anggaran fiskal tahunannya yang baru diumumkan.
“Tentu ada ancaman bahwa jika AS berusaha untuk membanjiri pasar dengan bahan bakar fosil murah, atau memaksa negara-negara untuk membeli lebih banyak bahan bakar fosilnya, atau keduanya, transisi energi global mungkin akan melambat,” kata Lorne Stockman, direktur penelitian di Oil Change International, organisasi penelitian dan advokasi untuk transisi ke energi bersih.
Di tengah semua ini dan hanya beberapa hari sebelum pengumuman ekspansi bahan bakar fosil Trump, bank-bank besar AS keluar dari Net Zero Banking Alliance pada Desember silam.
Net Zero Banking Alliance adalah kelompok bank terkemuka yang berkomitmen untuk menyelaraskan kegiatan pinjaman, investasi, dan pasar modal mereka dengan emisi gas rumah kaca nol bersih pada tahun 2050.
Bahkan sebelum Trump, emisi global tumbuh hampir 1% tahun lalu dan konsentrasi CO2 di atmosfer telah mencapai tingkat tertinggi.
Dan 2024 juga merupakan tahun kalender pertama yang mencatat suhu rata-rata global telah melampaui 1,5C dibandingkan dengan periode pra-industri.
Di tengah semua ini, apakah negara-negara penghasil emisi besar memiliki insentif untuk tidak mengikuti kebijakan pro-bahan bakar fosil Trump?
“Ekonomi pasokan energi merupakan pendorong utama dekarbonisasi,” kata David Brown, direktur praktik transisi energi di Wood Mackenzie, sebuah lembaga kajian energi global.
“Basis sumber daya energi AS mendukung peran produksi gas alam dan cairan. Sebaliknya, negara-negara yang bergantung pada impor seperti China, India, dan Asia Tenggara memiliki insentif ekonomi yang dramatis untuk melakukan dekarbonisasi sumber energi.”
sebagai catatan, Amerika Serikat masih memiliki cadangan batubara sebesar 264 miliar ton yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi 225 tahun ke depan dengan laju saat ini. Calon pembeli trebesar sekarang adalah India.
Selama pekan lalu, cadangan minyak mentah Amerika diperkirakan turun sebesar 800 ribu barel menjadi 311,9 juta barel. Namun Departemen Energi AS melaporkan penurunan itu hanya kecil saja.
Amerika Serikat memiliki 322 triliun kaki kubik (Tcf) cadangan gas terbukti pada tahun 2017 , peringkat ke-4 di dunia dan menyumbang sekitar 5% dari total cadangan gas alam dunia sebesar 6.923 Tcf.
Sepertinya Trump tidak hanya menggunakan kebijakan tarif tinggi untuk barang masuk ke AS, tapi juga akan menjadikan batubara, minyak, dan gas alam untuk menyeimbangkan perdagangan luar negerinya, agar tercapai keseimbangan, tidak tekor.@
Tag: Energi