Utang BUMN Penerima PMN Sangat Besar, PT Hutama Karya Berutang Rp71,53 Triliun

Wakil ketua BAKN, Anis Byarwati saat mengikuti Kunjungan Kerja BAKN DPR RI ke PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/6/2023). Foto: Icha/nr

BANDUNG.NIAGA.ASIA –  Tiga BUMN (Badan Usaha Milik Negara) penerima PMN (Penyertaan Modal Negara) , yakni PT. KAI, PT. Wijaya Karya, dan PT. Hutama Karya, diketahui merupakan BUMN yang memiliki nilai utang paling besar.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu melaporkan bahwa utang PT. Hutama Karya sebesar Rp71,53 triliun, dan diperkirakan hingga tahun 2026, PT. Hutama Karya mengalami kerugian sebesar Rp6 triliun.

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Anis Byarwati mengunkap itu saat mengikuti kunjungan kerja ke PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di Bandung, Jawa Barat yang turut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. Kereta Api Indonesia (KAI), PT. Wijaya Karya, dan PT. Hutama Karya.

Kunjungan kerja ini dilakukan dalam rangka penelaahan BAKN terhadap LHP BPK RI tentang Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wakil ketua BAKN, Anis Byarwati, pada pertemuan ini menegaskan bahwa BAKN perlu menggali lebih dalam terhadap persoalan-persoalan terkait PMN yang harus diperbaiki.

“Karena BAKN, tugasnya membuat rekomendasi terkait dengan topik PMN terhadap BUMN. Jadi bukan pengambilan keputusan seperti yang dilakukan di komisi. Tetapi kita mencari solusi yang terbaik,” tutur Anis dalam Kunjungan Kerja BAKN DPR RI ke PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/6/2023).

Anis juga memaparkan bahwa PT. Hutama Karya mengalami kerugian sekitar Rp2 triliun pada tahun 2020 dan Rp2,4 triliun pada tahun 2021, yang disebabkan karena beroperasinya sebagian ruas Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) sehingga bunga pinjaman sudah mulai dihitung, namun sebagian ruas dari JTTS ternyata tidak menghasilkan pendapatan sesuai dengan feasibility study yang direncana kan di awal.

“Kami berharap, Kementerian BUMN yang bertugas, memberikan penilaian BUMN yang layak mendapatkan PMN, ke depan harus bekerja lebih cermat,” tegas Anis.

Selain itu, Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menyesalkan terjadinya masalah pada laporan keuangan PT. Wijaya Karya. Anis mengkritisi ambisi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur yang tidak disertai kemampuan domestik dalam pembiayaannya.

Persoalan BUMN PT. Wijaya Karya tidak lepas dari ambisi program infrastruktur pemerintah yang membebani BUMN PT. Wijaya Karya. Proyek yang tidak masuk secara pertimbangan ekonomi tetap dikerjakan sehingga memberatkan neraca BUMN karya.

“Akar masalah menggunungnya utang BUMN adalah kesenjangan antara kemampuan pendanaan domestik dan kebutuhan pembiayaan untuk infrastruktur nasional,” tutup Anis.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: