Yulyo Yudha, Generasi Milenial di Pariwisata Labuan Bajo

Yulyo Yudha. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

LABUAN BAJO.NIAGA.ASIA – Yulyo Yudha, disapa Yul adalah anak muda, atau bisa juga disebut generasi milenial. Lahir tahun 1999, setelah menamatkan pendidikan di SMK Negeri 3 Lombok, Yul kelahiran Ampenan langung merantau ke Labuan Bajo yang telah ditetapkan sebagai destinasi wisata superprioritas di Indonesia.

“Saya dulu di SMK Jurusan Elektronika, ditambah belajar otodidak  tentang fotografi. Kini saya jadi foto grafer free lance,” ungkap Yul saat diwawancarai Niaga.Asia, Selasa (13/12/2022).

Yul adalah foto grafer yang mendukumentasikan seluruh kegiatan Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur dan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltim, Ricky P Gozali yang membawa wartawan ke Labuan Bajo dalam rangka meningkatkan kapasitas wartawan mengenai keuangan, kebijakan Bank Indonesia, dan menengok geliat pariwisata di Labuan Bajo selama tiga hari, dari tanggal 11-14 Desember 2022.

Yul ini, sepanjang hari bekrja sangat profesional. Kecintaannya terhadap profesinya ditunjukkan antara lain dengan selalu tepat waktu, bahkan lebih duluan tiba 30 menit di lokasi pengguna jasanya menginap, tidak pernah berada jauh dari lokasi kegiatan yang harus didokumentasikannya,  dan gesit.

Menurut Yul, karena dulu sekolah di jurusan Elektronika, jadi tidak kesulitan bagaimana mengoperasikan camera konvesional dan video, plus mengambil foto menggunkan drone.

“Sebagai foto grafer free lance, saya tak terikat dengan salah satu agen perjalanan wisata atau travel agen, tapi membangun jejaring dengan semua travel agen,” katanya.

Pengembangan sektor pariwisata Labuan Bajo oleh pemerintah semakin menunjukkan kontribusi signifikan terhadap daerah. Ini terlihat nyata di Labuan Bajo. Setelah di push pemerintah sejak tiga tahun lalu, langsung menyedot banyak tenaga kerja.

“Sekarang masyarakat pesisir sudah alih usaha dari nelayan ke usaha pariwisata. Nelayan juga punya kapal antar jemput wisatawan ke gugusan pulau Komodo,” kata Yul.

Labuan Bajo merupakan salah satu kota yang berada di kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota Labuan Bajo juga merupakan ibu kota dari Kecamatan Komodo dan ibu kota Kabupaten Manggarai Barat.

Yul bercerita, saat ini ada kurang lebih 20 foto grafer free lance di Labuan Bajo. Dari 20 orang tersebut, sebanyak 18 orang adalah anak seusianya, sisanya 2 orang yang berumur diatas 40 tahun.

Yulyo Yudha sedang bekerja. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

Tentang penghasilannya sebagai foto grafer, Yul mengaku lebih dari cukup, sehingga bisa tiap bulan menyisihkan uang hasil keringatnya ke orangtuanya di kampung. Perhitungan atas jasanya, menurut Yul, ada yang harian untuk di dalam kota Labuan Bajo saja.

“Untuk jasa dalam kota saja, Rp1,5 juta/hari, itu dari pagi hingga tamu selesai makan malam,” katanya.

Kemudian ada pula layanan satu paket, artinya mendokumentasikan semua kegiatan wisatawan hingga ke gugusan pulau Komodo, seperti ke pulau Padar, pulau Komodo, dan pulau Rica. Misalnya 3 hari 2 malam.

“Hitungannya  antara Rp4 juta sampai Rp4,5 juta,” ungkap Yul yang masih bujangan.

Dikatakan pula, dari 18 anak seusianya yang jadi foto grafer, mayoritas dari luar daerah, atau pendatang. Tapi anak asli Labuan Bajo beberapa sudah mulai tertarik belajar jadi foto grafer bersamanya.

“Kami yang sudah duluan juga berusaha memandu, berbagi ilmu, dan mengenalkan bagaimana mengoperasikan camera, teknik mengambil foto, merawat dan memelihar camera,” kata Yul.

Setelah pandemi melandai bulan Juli lalu, kata Yul, orderan mendampingi wisatawan mulai mengalir. Umumnya wisatawan domestik.

“Semoga kondisi terus membaik, pariwisata Labuan Bajo kembali pulih. Pada kondisi normal (bukan pada hari-hari libur panjang) sebulan ada saja orderan sampai 4,” katanya.

Menjawab Niaga.Asia, Yul mengaku bulan-bulan sepi orderan pada pertengahan Januari hingga akhir Maret, karena dalam kurun waktu tersebut musim hujan dan gelombang tinggi dan semua kapal wisata dilarang melakukan perjalanan ke gugusan pulau Komodo.

“Masa-masa gelombang tinggi, kapal wisata yang jumlahnya lebih kurang 100-an, dilarang melakukan perjalanan membawa wisatawan. Kami yang foto grafer, ikut “nganggur”,” ungkapnya.

Kapal wisata di Labuan Bajo. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

Supaya tidak murni menganggur, lanjut Yul, dia bermigrasi ke Bali, bergabung dengan sesama temannya foto grafer yang ada di Bali. Setelah bekerja di Bali, sebelum masuk ke bulan April, dia pulang kampung, dan bulan awal April kembali ke Labuan Bajo.

Tentang tantangan jadi foto grafer free lance, Yul mengatakan, selain terus belajar berbagai teknik foto grafi adalah merawat camera dan drone yang digunakannya bekerja. Karena bekerja di pantai dan di tengah laut, baik itu camare maupun drone harus rutin dibersihkan agar tak mengalami korosi terpapar hebusan air laut yang asin.

“Drone harus diperiksa dan dirawat setiap hari, bagian terpenting dikontrol adalah baterai agar tak mengalami crash di laut. Harus dipastikan tak kehabisan baterai. Kalau baterai habis, drone jatuh ke laut, tidak mungkin diambil lagi, jalan satu-satunya beli baru,” kata Yul.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: