Swasembada Daging Sapi Terganjal Minimnya Lahan Khusus Peternakan

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim Dadang Sudarya (tengah), saat bicara di RDP bersama DPRD Kaltim belum lama ini. (Foto : Niaga Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Ketiadaan lahan khusus untuk perkembangan peternakan, menjadi masalah serius bagi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim, untuk merealisasikan potensi swasembada daging sapi. Pertambahan penduduk dirasa akan menjadi beban di kemudian hari, jika tidak dipersiapkan sejak dini.

Apalagi, perkembangan perekonomian Kaltim akan terus meningkat, seiring terpilihnya Kaltim sebagai ibu kota negara (IKN) baru.

Setidaknya, hal itulah disampaikan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim Dadang Sudarya, saat rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPRD Kaltim belum lama ini. Dadang mengatakan, pihaknya telah memiliki strategi untuk tahun 2020-2024.

Salah satunya dengan pemanfaatan lahan eks tambang yang ada di Kaltim menjadi lahan khusus peternakan.

“Saat ini kendalanya adalah payung hukum terkait pengembangan ternak, di lahan pasca tambang yang belum ada. Sehingga masih ada perusahaan tambang yang belum mendukung ataupun memberikan akses, untuk pengembangan peternakan di lahan eks tambang,” kata dia.

Padahal, potensi yang dapat diraih dari sektor pertambangan, akan mampu memenuhi target swasembada Kaltim kedepan. Dari perhitungannya, potensi yang dapat diraih dari luas lahan reklamasi dan revegetasi di Kaltim, jika  diintegrasikan dengan ternak sapi maka kita memiliki potensi sekira 183.867 ekor per tahun.

Saat ini, luas wilayah konsesi operasi produksi adalah 1.851.053 hektare (luas lahan terganggu 103.789 Ha, luas lahan reklamasi 50.239 Ha dan luas lahan revegetasi 41.693 Ha).

Ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang. (Foto : Niaga Asia)

Merespons hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang mengatakan, tata ruang Kaltim untuk peternakan memang bersusun-susun dengan sektor kehutanan dan perkebunan. Di samping itu, ketiadaan lahan khusus tersebut turut menyebabkan enggannya investor peternakan masuk ke Kaltim.

Oleh karena itu, pihaknya akan mengupayakan untuk mengevaluasi izin-izin PKP2B, yang sudah habis dan akan berakhir. “Nah, bekas lahannya itu, jika memang memungkinkan, kenapa kita tidak memanfaatkannya untuk tempat peternakan?” ujar Veridiana.

Dia juga menyebutkan, belum dapat terlaksananya program lama ini, disebabkan kontrak karya memang memiliki durasi lebih panjang dalam mengeksplorasi.

“Ya, karena memang status kepemilikan lahan. PKP2B itu kan panjang waktu izinnya. Bisa sampai 20 tahun – 50 tahun. Jika belum selesai kontraknya. Ya kita tidak bisa pakai,” lanjutnya.

Setidaknya, dalam tahun ini pihaknya akan mengupayakan minimal lahan yang dibutuhkan, yakni sekitar 500 hektare.

Hal itu, lanjutnya, juga merupakan peluang emas yang dapat diraih, sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kaltim serta pembangunan dan kehidupan masyarakat. “Apalagi kita menyongsong IKN, masa kita mau impor daging terus dari Thailand dan Vietnam. Itu kan tidak mungkin?” pungkasnya.

Data produksi daging tahun 2019 mencapai 81.538,6 ton dan produksi telur tahun 2019 mencapai 13.018 ton. Kenaikan produksi daging pada tahun 2019 dibandingkan tahun 2018 sejumlah 3.690,7 ton sekitar 5% atau total 77.847.9 ton.

Sedangkan kenaikan produksi telur pada tahun 2019 dibandingkan tahun 2018 sejumlah 284 ton sekitar 2% atau 2019 dari tahun 2018 sebesar 12.734 ton. Kenaikan pertambahan produksi daging dan telur dengan rata-rata kenaikan per tahun pada produksi daging 6.80 % sedangkan produksi telur 4.77 % hingga tahun 2019. (009)