Petani dan Nelayan Perlu Didorong Berkelompok Dalam Jumlah Besar

Bimtek dan Penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) Kelompok Tani Makmur Jaya II dan PT Multi Kusuma Cemerlang, dalam rangka Peningkatan Penghidupan Petani Karet di Kampung Sido Bangen, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Selasa, 11 Februari 2020. (Foto Istimewa)

BOGOR.NIAGA.ASIA-Di tengah pandemi, sektor pertanian telah menyumbang 16,24 persen, tertinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang dalam posisi mengalami perlambatan.

Pertumbuhan positif di sektor pertanian ini perlu  dijaga momentumnya, sehingga bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani maupun nelayan.

“Sekali lagi, sudah sering saya sampaikan bahwa petani dan nelayan ini perlu didorong untuk berkelompok dalam jumlah yang besar dan berada dalam sebuah korporasi,” kata Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas (melalui Video Conference) mengenai Korporasi Petani dan Nelayan Dalam Mewujudkan Transformasi Ekonomi, 6 Oktober 2020,  di Istana Kepresidenan Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Petani dan nelaya didorong berkelompok dalam korporasi agar memiliki economies of scale, sehingga diperoleh skala ekonomi yang efisien, mudah engakses pembiayaan, mengakses informasi, mengakses teknologi, dan meningkatkan efisiensi maupun bisa memperkuat pemasarannya.

Pola pikir juga perlu berubah, tidak semata-mata fokus pada on–farm tapi bergerak pada off farm, sisi pascapanen, sisi bisnisnya, yaitu dengan membangun proses bisnis dari produksi sampai ke pasca panen.

“Saya melihat implementasi model korporasi petani dan nelayan belum berjalan optimal di lapangan. Memang saya melihat ada kelompok-kelompok tani, kelompok-kelompok nelayan tapi belum terbangun sebuah model bisnis yang memiliki ekosistem yang bisa di-link-an/ disambungkan mungkin dengan BUMN atau mungkin dengan swasta besar,” kata Jokowi.

Karena  itu, lanjut Presiden, ia ingin menekankan beberapa hal.

Yang pertama, fokus membangun satu atau maksimal dua model bisnis korporasi petani atau korporasi nelayan di sebuah provinsi sampai betul-betul jadi, sehingga ini nanti bisa dijadikan benchmarking, bisa dijadikan contoh, bisa dikopi di provinsi yang lain, dikopi oleh kelompok tani dan kelompok nelayan yang lain.

“Karena belajar dari pengalaman, saya yakin akan banyak kelompok tani (dan) kelompok nelayan lainnya mau mengkopi, mau meniru kalau melihat ada contoh korporasi nelayan atau korporasi petani yang dilihat berhasil dan bisa menyejahterakan,” ujarnya.

Yang kedua, juga peran BUMN, peran swasta atau BUMD bukan semata-mata sebagai off-taker tapi juga bisa mendampingi mereka; mendampingi korporasi petani, mendampingi koperasi nelayan sampai terbangun sebuah model bisnis yang betul-betul berjalan, ini yang belum.

“Saya sudah perintahkan sebetulnya beberapa tahun yang lalu untuk lihat lada di Malaysia, untuk melihat koperasi sapi di Spanyol,” ungkapnya.

Model-model bisnis yang bagus sebetulnya gampang  ditiru, tapi , kata Presiden lagi, enggak tahu sampai sekarang model tersebut belum bisa dibuat satu atau dua contohnya.

Dibangun ekosistem proses bisnisnya, disambungkan dengan sistem perbankan, disambungkan dengan inovator teknologi, dibenahi manajemennya.

“Saya kira kalau ini dilakukan… Termasuk tentu saja intervensi dalam pengolahan hasil panen; mulai packaging, branding, sampai tentu saja strategi pemasaran,” ujar Presiden.

Yang ketiga, sekali lagi, yang diperkuat adalah ekosistem bisnisnya yang dilakukan secara terpadu.

“ Karena itu saya minta kementerian dan lembaga memperkuat ekosistem yang kondusif bagi pengembangan korporasi petani dan korporasi nelayan melalui penyiapan regulasi yang mendukung ke arah itu,” pungkasnya. (001)

Tag: