DK : Taat Kode Etik, Kompetensi Tertinggi Seorang Wartawan

Pertemuan antara Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat dengan Dewan Kehormatan Provinsi se- Indonesia di Kendari, Selasa (8/2/2022) dihadiri Ketua DK Ilham Bintang, Sekretaris Sasongko Tedjo, anggota Tri Agung Kristanto dan Asro Kamal Rokan. (Foto : tangkapan layar)

KENDARI.NIAGA.ASIA – Hingga sekarang pemahaman dan penerapan kode etik jurnalistik masih rendah. Padahal di tengah disrupsi media yang ditandai dengan merebaknya media sosial penerapan kode etiklah yang akan mampu menjaga kepercayaan publik terhadap wartawan dan produk jurnalistik. Kalau kondisi demikian dibiarkan profesi ini bisa hilang.

Kode etik adalah kompetensi tertinggi seorang wartawan. Keprihatinan itu mengemuka dalam Pertemuan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat dengan Dewan Kehormatan Provinsi se- Indonesia di Hotel Zahra Kendari, Selasa (8/2).

Pertemuan yang sekaligus memanfaatkan momentum Hari Pers Nasional 2022 tersebut dihadiri Ketua DK Ilham Bintang, Sekretaris Sasongko Tedjo, anggota Tri Agung Kristanto dan Asro Kamal Rokan serta diiikuti oleh para Ketua DKP dari 26 propinsi.

Dewan Kehormatan PWI Pusat memprihatinkan pemahaman kode etik dari dulu masih rendah dan hal itu terbukti dengan masih banyaknya pengaduan masyarakat terkait dengan pelanggaran kode etik.

Menurut Tri Agung Kristanto pengaduan itu bahkan lebih banyak terkait soal judul dan hal- hal lain yang melanggar Pasal 1 dan pasal 3 kode etik jurnalistik misalnya mengenai iktikad buruk.

“Tren pengaduan pelanggaran kode etik pasti akan naik menjelang tahun politik maka diharapkan wartawan mampu menjaga akurasi. Jangan terpancing kecepatan media sosial dengan mengabaikan proses jurnalistik yang seharusnya dilakukan,” ungkapnya.

Kutip mengutip atau multi level quoting yang kerap terjadi tanpa konfirmasi juga sangat berbahaya.

Sementara Ilham Bintang mengingatkan, media sosial adalah keniscayaan dengan lebih 200 juta pengguna.

Banyak informasi cepat bisa diperoleh dari sana. Namun justru itulah tantangan wartawan agar penerapan kode etik secara baik tetap menjadi mahkota wartawan sehingga produk Pers tetap paling dipercaya.

“Survei Edelman tahun 2021 masih menunjukkan kenaikan tingkat kepercayaan publik pada era disrupsi saat ini walau hanya 1 persen. Namun hal itu membuktikan wartawan dengan produk jurnalistiknya tetap diandalkan,” ucapnya.

Pers tetap berkawan dengan media sosial namun kita tidak boleh terlarut atau terpancing olehnya.

Terkait dengan peran Dewan Kehormatan PWI baik di Pusat dan daerah, pertemuan tersebut menyerukan agar makin diberdayakan.

Menurut Ilham Bintang, Kongres XXI PWI di Solo tahun 2018 mengamanatkan penguatan peran DK melalui perubahan PD PRT. Namun diingatkan agar tidak konfrontatif dalam mengawasi penegakan kode etik yang dilakukan anggota maupun pengurus.

Forum juga mengingatkan agar pemberdayaan dimaksud juga termasuk upaya pencegahan dengan melakukan pendidikan dan sosialisasi kode etik dan kode Perilaku Wartawan secara masif di seluruh Indonesia baik internal maupun external.

Sedangkan Asro Kamal Rokan menegaskan, kompetensi tertinggi wartawan sebenarnya adalah pemahaman kode etik di atas segala galanya.

“Maka Uji Kompetensi Wartawan yang diadakan harus selalu mengacu hal itu. Jangan sampai ada penguji yang malah tak paham kode etik,” tegasnya.

Akhirnya Pertemuan DK dengan DKP se Indonesia bertekad terus berupaya memingkatkan perannya dalam menjaga marwah dan martabat wartawan dengan terus mengawasi setiap potensi maupun tindakan pelanggaran kode etik jurnalistik dan kode Perilaku wartawan. Forum juga bertekad komunikasi DK dengan DKP se-Indonesia lebih diintensifkan. (*)

 

Tag: