Banggar DPR RI Dorong Pemerintah Negosiasikan Harga Pembelian Minyak Bumi

ilustrasi

JAKARTA.NIAGA.ASIA -Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah  mendorong pemerintah lakukan renegosiasi kontrak pembelian minyak bumi guna mendapatkan harga yang lebih ekonomis.

“Hal itu dalam rangka merespon data dari Badan Energi Internasional (The International Energy Agency) yang menyatakan permintaan minyak dunia akan naik lebih dari 2 persen ke rekor tertinggi 101,6 juta barel per hari (bph) pada 2023,” ujar Said dalam keterangan tertulisnyaJumat (12/8/2022).

Perkiraan yang sama dirilis oleh OPEC+ pada Juni lalu yang menyatakan suplai minyak global akan naik di level 100- 102 juta barel per hari. Di sisi lain, SKK Migas memperkirakan harga minyak tahun 2023 masih berada di level USD 100 per barel.

Tingginya harga ini masih dipengaruhi oleh konflik Rusia dan Ukraina yang belum mereda. Selain itu, membaiknya pandemi Covid-19 membuat permintaan akan minyak dunia meningkat. Dengan posisi minyak Rusia yang masih terkena imbas pelarangan penjualan di Eropa dan Amerika Serikat, sesungguhnya sangat terbuka bagi Indonesia untuk mendapatkan pasokan minyak dari Rusia, terlebih lagi pertamina pernah mendapatkan suplai minyak dari Rusia.

“Politik luar negeri kita bebas aktif, harusnya kita lebih mengedepankan kepentingan nasional, khususnya dalam mendapatkan harga minyak bumi impor dengan harga yang lebih ekonomis,” ujar Said.

Selain itu, pemerintah perlu pula mendorong adanya peningkatan investasi pada sektor hulu migas. Sehingga, hasil minyak bumi Indonesia tidak bertumpu pada sumur-sumur lama yang sudah uzur, termasuk konsisten menjalankan target Refinery Development Master Plan, serta meningkatkan kapasitas pengolahan minyak mentah hingga 2 juta barel per hari.

“Kedisiplinan pada target ini perlu kita dapatkan mengingat tren ke depan sebagaimana trajektori energi yang dirumuskan oleh Kementerian ESDM menunjukkan tren impor minyak mentah, BBM, LPG dan Listrik ke depan terus meningkat,” tutur politisi PDI-Perjuangan ini.

Di sisi lain, untuk mengurangi beban ketergantungan terhadap minyak bumi yang sedemikian besar, pemerintah perlu secara progresif menjalankan kebijakan konversi energi. Diketahui, realisasi investasi sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) sepanjang 2021 hanya mencapai USD 1,51 miliar  atau 74 persen dari target yang ditetapkan USD 2,04 miliar.

Bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 11,5 persen atau 168,7 juta barel setara minyak (MBOE) per akhir tahun 2021. Angka bauran ini sedikit mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan posisi bauran EBT per akhir 2020 lalu yang sebesar 11,2 persen atau setara 163,2 MBOE.

Secara terperinci, bauran energi nasional per akhir tahun 2021 terdiri atas batubara dengan porsi 38,0 persen, minyak bumi 31,2 persen, gas bumi 19,3 persen, dan EBT 11,5 persen. Jika merujuk pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) bauran EBT ditargetkan mencapai 14,5 persen atau setara 319,3 MBOE di akhir tahun 2021, namun capaian Indonesia hanya 11,5 persen.

DPR mendorong pemerintah bisa mengupayakan target RUEN bisa terpenuhi pada tahun depan, sehingga porsi EBT semakin besar. Selain itu, untuk mengurangi beban ekonomi akibat masih tingginya harga komoditas dunia di tahun depan, pemerintah perlu terus menguatkan program perlindungan sosial.

“Program ini kita harapkan menjadi bantalan bagi keluarga miskin menghadapi potensi kenaikan berbagai barang dan jasa pada tahun depan,” tutup Said yang juga Anggota Komisi XI DPR RI tersebut.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: