Antidot Kecemasan

Cerpen Karya: Efrinaldi

Ilustrasi

Sore hari aku minum kopi. Aku berusaha meredakan bising pikiran. Aku teringat tentang kisah Ridho.

Apa yang kucemaskan? pikir Ridho dalam hati suatu hari.

Ridho berusaha memeriksa kenangannya tentang kapan dia merasakan kecemasan dalam hidupnya.

Pertama, ketika bermaksud hendak menikah, sementara pekerjaannya belum mantap. Kecemasan itu mencapai puncaknya sehingga mengacaukan kehidupannya. Dia malah kehilangan pekerjaan dan kesempatan menikahi gadis yang menarik hatinya.

Kedua, ketika anak pertamanya akan lahir, sementara secara finansial dia belum mapan. Ini membuatnya limbung beberapa minggu. Untung, support sanak saudara berdatangan. Dia segera terbebas dari kecemasan berlarut-larut.

Ketiga, ketika hendak pensiun. Kembali kecemasan finansial menghantuinya. Tetapi dengan menjalaninya saja kemudian bak air mengalir, apa yang dicemaskan tidak seburuk yang dia sangka. Telah berlalu hampir lima tahun pensiun, semuanya baik-baik saja dan malah dia hampir bebas dari kecemasan itu. Dia bisa beradaptasi dengan income yang menurun drastis dan mulai menghargai apa yang ada, baik aset tak lancar maupun aset lancar yang dimiliki. Tentang anak cucu, dia  pasrahkan pada Allah swt.

Sejak kecil dia terbiasa mencamkan nasehat pentingnya menyiapkan masa depan. Mungkin ini banyak benarnya. Terbukti dia telah menjalani episode-episode kehidupan dengan semestinya. Inilah buah manis dari sifatnya yang antisipatif. Walau ada masanya dia dilanda kecemasan yang mengganggu.

Berjalannya waktu dan pemahaman akan agama yang mengental, bahwa manusia memang perlu berusaha, berikhtiar. Namun, berikutnya hendaklah bertawakal pada Allah dan yakin dengan kasih sayang Allah yang Maha Besar. itulah mutiara hikmah yang disampaikan Ridho.

*

HP-ku berdering. Ternyata ada panggilan WA dari putriku di Bandung. Memakai video call kami berbicara. Nampak suasana rumah, menantu dan cucu-cucuku yang sedang bermain. Kulihat semuanya baik-baik saja. Alhamdulillah!

Memang pernah ada terlintas dalam hatiku tentang anak-anak dan cucu-cucuku di masa depan. Namun segera kuingat bahwa jangan ragu akan kasih sayang Allah. Mereka punya punya kehidupan juga. Yang terpenting adalah aku tetap menyemangati mereka dan berdoa pada Allah agar mereka selamat dunia akhirat.

*

Dalam hidup ada masanya kita gembira , sedih, optimis, pesimis, yakin, ragu, cemas dan beragam rasa lainnya. Ini adalah manusiawi. Perasaan adalah isyarat dari kesadaran akan situasi dan kondisi yang dialami. Namun, sebaiknya jangan berlebihan dalam emosi apa saja, baik emosi menyenangkan atau emosi tidak menyenangkan. Segeralah beralih memakai akal pikiran dalam menanggapinya. Yang terpenting adalah jangan pernah putus akan keterpautan pada Yang Maha Pencipta.

Kita diciptakan untuk memakmurkan bumi, bukan untuk menderita.

Clear!

Tag: