BPK: Temuan di IHPS II Tahun 2019 Rp6,25 Triliun

Kepala BPK Agung Firman Sampurna memberikan keterangan usai menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II kepada Presiden, Kamis (14/5), di Kantor Presiden, Provinsi DKI Jakarta.(Foto: Humas/Rahmat)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Pada IHPS (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II) tahun anggaran 2019  ada 4.094 temuan yang memuat 5.480 permasalahan, terdiri dari 971, 18 persen permasalahan kelemahan sistem pengendalian internal.

Jadi ada 18 persen itu masalahnya adalah SPI (Sistem Pengendalian Internal), 1.725 atau sekitar 31 persen itu masalahnya adalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Angkanya itu sekitar Rp6,25 triliun serta 2.784 atau 51 persen adalah masalah ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebesar Rp1,35 triliun.

Demikian diungkap Kepala BPK, Agung Firman Sampurna menjawab pers usai  menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II kepada Presiden, Kamis (14/5), di Kantor Presiden, Provinsi DKI Jakarta, seperti dilaporkan situs setkab.go.id.

Menurut Kepala BPK, terkait dengan pertama pemeriksaan selama IHPS II itu, selama semester ke-2 tahun 2019 dilakukan kepada 488 entitas, 71 dari pemerintah pusat, dan 287 dari pemerintah daerah.

”Isinya adalah satu plus satu hasil pemeriksaan atas laporan keuangan perjanjian utang luar negeri. Ada beberapa hal yang kita angkat di situ, ada pemeriksaan kinerja tematik sekitar kurang lebih 3,” kata Kepala BPK.

Dari 1.725 masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, lanjut Agung Firman, sebanyak 1.270 sebesar 6,25 persen merupakan masalah ketidakpatuhan.

”Yang pertama ada kerugian negara sebesar Rp1,29 triliun yang berasal dari 709 masalah, potensi kerugian sebanyak Rp1,87 triliun yang berasal dari 263 masalah serta kurang penerimaan sebesar Rp3,609 triliun yang berasal dari 298 masalah. Jadi ini adalah masalah yang sifatnya konsolidatif keseluruhan dari hasil pemeriksaan yang kita lakukan,” tambah Kepala BPK.

Mengenai masalah pengelolaan keuangan negara, Kepala BPK sampaikan bahwa kajian yang dilakukan itu tidak dalam posisi kemudian ikut terlibat.

”Kajian itu hanya kita akan menyampaikan kepada Pemerintah dan stakeholder tentang risiko-risiko apa yang dihadapi, yang mungkin dihadapi oleh para pengelola keuangan negara dalam konteks penanganan pandemi Covid-19,” ujarnya.

Soal mitigasi risiko, Kepala BPK sampaikan ada dua upaya yang dilakukan Pemerintah yakni masalah ekonomi itu di antaranya selain masalah mengatasi pandemi juga masalah ekonomi sebagai ikutannya.

”Bahasa kita adalah mitigasi risiko pandemi COVID-19 kita sampaikan, termasuk bagaimana agar masalah-masalah yang sudah teridentifikasi tersebut dimitigasi di dalam kajian,” imbuhnya.

BPK, menurut Agung Firman, memiliki 2 fitur kewenangan yaitu memberikan rekomendasi berdasarkan temuan pemeriksaan, baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan bahan pendapat.

”Jadi ini adalah bagian dari fitur berikutnya, yaitu fitur kita mengenai bahan pendapat. Namun demikian, masalah pengelolaan keuangannya dapat ditanyakan kepada pemerintah, karena kami tidak dalam posisi untuk ikut mengatur. Kami hanya menyampaikan risikonya dan risiko itu kita gunakan juga sebagai dasar kita nanti melakukan pemeriksaan setelah selesai dilaksanakan ya,” pungkas Kepala BPK akhiri jawaban. (001)

Tag: