Bunuh Diri

Cerpen Karya: Efrinaldi

Heboh orang sekampung karena ada seorang caleg yang gagal terpilih pada pemilu yang lalu gantung diri. Aku pun pergi ke warung kopi mau tahu tentang kejadian itu. Aku duduk di warung kopi dekat rumahku yang biasanya duduk orang sebayaku, enam puluh tahunan.

“Minta kopi satu gelas!,” kataku pada penjaga warung.

“Kopi hitam?”, tanyanya.

“Iya, kopi hitam,” jawabku.

Aku pun beringsut mendekati seseorang agar bisa berbicara dengan tidak terlalu keras. Aku memegang bahunya.

“Siapa yang gantung diri itu, Edi?” tanyaku.

Dia menoleh padaku.

“Eh kamu, Epi,” jawabnya sambil menyodorkan tangannya bersalaman.

Aku menyambut salamnya.

“Oh, iya. Orang kampung sebelah. Dia ikut menjadi caleg. Nyatanya dia tidak terpilih. Konon kabarnya dia telah menjual sawah dan ternaknya. Total dia telah menghabiskan uang lima ratus juta  rupiah,” ceritanya agak panjang.

Aku manggut-manggut. Aku tidak terlalu terkejut. Banyak peristiwa demikian terjadi di tanah air akhir-akhir ini.

Namun aku memancing informasi lebih lanjut.

“Apa  salahnya sehingga tidak terpilih?” tanyaku

“Dia bukanlah tokoh masyarakat yang cukup punya nama di daerah kita. Bisa dikatakan hanya modal nekat dan segepok uang untuk kampanye,” jelasnya

“Aku juga tidak mengenalnya,” jawabku

“Itulah! Walau banyak fotonya terpampang di jalanan menjelang kampanye. Masyarakat kini kan bisa menilai juga kualitas siapa yang akan dipilih,” jelasnya lagi.

“Kasihan, ya …!” kataku

“Iya. Dia telah rugi di dunia dan akhirat. Bunuh diri kan dosa besar yang bisa membuat kekal di neraka,” katanya.

Aku menghirup kopi panas di hadapanku. Aku mengeluarkan rokok dan menyalakannya. Aku isap rokok dalam-dalam dan menghembuskannya.

Terdengar pletak-pletok suara domino di meja sebelah. Sesekali terdengar suara ketawa cekakan pemain domino.

Aku pun pindah ke meja orang bermain domino. Kuperhatikan mereka bermain. Ternyata mereka bermain domino simpang empat. Walau aku baru belajar main domino ini aku mulai tahu beberapa trik bermainnya. Kita harus tahu mata domino yang akan keluar berikutnya.

Aku sering kalah main domino simpang empat ini. Banyak orang yang pandai main domino ini. Kalau aku main, sering aku kalah dan dapat hukuman berdiri di ronde berikutnya. Pernah aku main dan berdiri sampai tiga kali berturut-turut.

Kalau sudah begitu aku berhenti bermain. Hanya sesekali aku bermain. Ada kalanya aku bisa bertahan menang sampai tiga ronde. Ternyata main domino ini ada juga faktor keberuntungannya, tergantung mata domino yang didapat waktu domino dibagi di awal permainan.

Aku cuma iseng-iseng saja bermain domino. Tidak pernah bertaruh. Kalau orang main bertaruh, aku tidak ikut main. Aku memang tidak mau berjudi.

Aku pikir masa kini ikut pemilihan anggota legislatif  mirip perjudian. Mirip sekali. Orang menyediakan sejumlah uang yang besar. Bisa terpilih dan bisa tidak. Kalau terpilih berarti menang “perjudian”. Kalau tidak terpilih berarti kalah “perjudian”. Itu menurutku saja, sebab banyak terlihat ada orang yang cukup kompeten ternyata tidak terpilih, sementara yang biasa-biasa saja terpilih.

Aku pikir masanya juga pemilihan anggota legislatif ini bebas dari politik uang, agar anggota dewan yang terpilih murni bertarung soal kualitas diri, visi, misi dan programnya.

Aku berdiri dari tempat dudukku. Menemui penjaga warung kopi dan membayar kopi yang aku minum. Setelah membayar aku menyapa Edi dan mengatakan kalau aku mau pulang. Edi mengangkat tangannya sambil berkata, “Sampai ketemu lagi!”

“Sampai ketemu lagi!” jawabku sambil berjalan ke luar warung kopi.@

Tag: