Cerita Pertanian di Muara Wis yang Tidak Terusik Pandemi Covid-19

Ilustrasi petani jagung (foto : ANTARA FOTO)

MUARA WIS.NIAGA.ASIA – Kabupaten Kutai Kartanegara, yang memiliki luas wilayah 27.263 kilometer persegi, diantaranya menyimpan banyak potensi pertanian. Seperti dua desa di kecamatan Muara Wis, yakni Sebemban dan Lebaq Cilong, yang nyaris tidak terdampak pandemi Covid-19 sampai saat ini.

Pertanian tanaman holtikultura seperti sayur mayur, dan jagung, dikembangkan dengan baik di Sebemban. Pun demikian, pertanian padi, ada di Lebaq Cilong.

“Untuk sawah di Lebaq Cilong, ada yang dibuat sendiri masyarakat, dibuatkan desa, atau pemerintah,” kata Camat Muara Wis Arianto, dalam perbincangan bersama Niaga Asia, Senin (23/11).

Arianto menerangkan, di kedua desa itu, aktivitas pertanian memang rutin dikerjakan masyarakat desa setempat. “Iya, sebagian besar masyarakat di kedua desa itu, adalah petani,” ujar Arianto.

“Kalau hasil tani Sebemban, selain ke Muara Wis sendiri, juga dipasok ke Kota Bangun, sampai ke Tenggarong. Jagung, lalu terong, juga ke Kota Bangun. Kalau lagi banyak hasil tani, di sana lagi kosong, pembeli dari Tenggarong yang ambil ke Sebemban,” tambah Arianto.

Sedangkan di Lebaq Cilong, dari informasi penggilingan padi, bukan untuk kebutuhan di Kutai Kartanegara saja, melainkan juga terkadang ke Kutai Barat. “Karena desa Lebaq Cilong lebih dekat ke Kubar, pemasarannya ke sana,” ungkap Arianto.

Sejauh ini, pertanian memang masih dilakukan masyarakat desa yang berusia lanjut, dengan pola pertanian tradisional, dan belum tersentuh teknologi. “Karena petani yang ada, adalah sumber daya manusia, yang dapat penyuluhan dari penyuluh biasa,” beber Arianto.

“Untuk padi, paling banyak masa panen dua kali dalam setahun. Memang karena rata-rata menunggu musim. Tapi paling banyak 2 kali dalam setahun,” terang Arianto.

Sebagian lagi, lanjut Arianrto, masyarakat Sebemban adalah nelayan, dikala lagi musim ikan. Mengingat, wilayah Sebemban berada di pinggir sungai Mahakam. “Kalau di Lebaq Cilong, sebagian juga pekebun, juga petani sawit. Karena wilayahnya berada di dataran agak tinggi,” jelas Arianto.

Meski saat ini pandemi Covid-19, lanjut Arianto, aktivitas pertanian masih berjalan seperti biasa. “Tidak terdampak,” sebut Arianto lagi.

“Kalau awal-awal pandemi, iya. Misal untuk pemasaran dari Sebemban. Karena kan, kita sempat jaga ketat wilayah. Orang-orang dari luar kesulitan masuk, dan masyarakat juga khawatir,” jelas Arianto.

“Jadi, awal-awal pandemi itu, hasil-hasil tanaman tidak bisa ditawarkan. Tapi sekarang masyarakat sudah paham, menerapkan protokol kesehatan, dan paham ada penanganan dari pemerintah. Untuk itu, bertransaksu denhan menerapkan protokol kesehatan, dan jaga jarak. Akhirnya, aktivitas kembali normal lagi,” demikian Arianto. (adv/006)

Tag: