Dampak Pandemi, SMI : Negara yang Terpukul Keras Diproyeksi Pertumbuhannya Jauh Lebih Rendah

Menkeu Hadiri Rangkaian 2021 IMF-WBG Spring Meetings.

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Menkeu  Srimulyani Indrawati (SMI) menyampaikan dunia  memasuki tahun ke-2 pandemi Covid-19. Dengan telah berjalannya program vaksinasi dan dukungan kebijakan, prospek ekonomi global semakin membaik.

Meskipun demikian, masih terdapat tantangan yaitu ketidakseimbangan pemulihan global. Sejumlah negara diproyeksikan akan dapat tumbuh positif di tahun 2021, sementara negara-negara yang terpukul lebih keras memiliki proyeksi pertumbuhan yang jauh lebih rendah,

Hal itu disampaikan SMI dalam  Pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional-Kelompok Bank Dunia Tahun 2021 (2021 IMF-WBG Spring Meetings) telah diselenggarakan pada tanggal 5-11 April 2021 secara virtual.

Agenda Spring Meetings berfokus pada topik pembangunan internasional, pembiayaan, pemulihan ekonomi, vaksin, dan perubahan iklim. Puncak dari Spring Meetings adalah pertemuan gabungan antara WBG Development Committee (DC) dan International Monetary and Financial Committee (IMFC).

Sebagai Governer Bank Dunia dan Alternate Governor IMF untuk Indonesia, Menkeu SMI,  menjalankan peran strategis sebagai pembicara dalam berbagai agenda 2021 Spring Meetings yang dihadiri oleh seluruh negara anggota di dunia (total 189 negara anggota Bank Dunia dan 199 negara anggota IMF).

“Untuk menghadapi kondisi tersebut, saya mendorong agar Bank Dunia dan IMF sesuai dengan mandatnya senantiasa bekerjasama dengan berbagai partner yaitu lembaga internasional dan sektor swasta serta seluruh negara di dunia untuk meningkatkan akses terhadap vaksin, mengelola beban pembiayaan, dan menerapkan strategi pemulihan pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Dalam pertemuan IMFC Early Warning Exercise, Menkeu menyampaikan agar prospek ekonomi global yang positif saat ini dijadikan sebagai momentum untuk mendorong pemulihan ekonomi global yang menyeluruh dan berkelanjutan agar mampu mendorong penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan.

Dalam hal ini, Menkeu menyampaikan perhatian utama pemerintah Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Perhatian ini perlu ditunjukkan dalam bentuk investasi yang terkoordinasi dalam sistem pemberian layanan publik dalam rangka membangun, melindungi, dan mengoptimalkan sumber daya manusia.

Selain itu, Menkeu dalam acara Human Capital Ministerial Conclave menyatakan bahwa keuangan publik memainkan peran penting dalam investasi pada sumber daya manusia tersebut.

Prioritas keuangan publik meliputi program vaksinasi, peningkatan layanan kesehatan yang inklusif dan tangguh dengan memanfaatkan teknologi, pembelajaran dan keterampilan untuk semua -khususnya bagi kaum muda dan perempuan, serta perlindungan sosial.

“Prioritas tersebut selain mendukung pemulihan juga memfasilitasi transformasi ekonomi,” ujar SMI.

Topik penting lain yang didiskusikan adalah pemulihan ekonomi melalui transisi ekonomi hijau. Transisi ini membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara itu pembiayaan publik di banyak negara, saat ini diarahkan untuk penanganan pandemi.

Dalam agenda IMF Fiscal Forum dengan tema Climate Change and the Urgency of a Green Recovery, Menkeu menyerukan realisasi kewajiban dukungan internasional kepada negara-negara berkembang sebesar USD 100 miliar per tahun sebagaimana dimandatkan dalam UNFCCC dan Perjanjian Paris.

Negara-negara berkembang juga didorong untuk mengembangkan sumber pembiayaan inovatif. Dalam menunjang inovasi ini, perlu dibangun mekanisme pasar dan harga global yang dapat merefleksikan nilai emisi karbon secara nyata.

Dengan demikian, produk inovasi keuangan negara-negara berkembang, seperti Obligasi Hijau Konvensional atau Syariah (Green Bond atau Green Sukuk) mendapatkan apresiasi dalam bentuk nilai harga yang tepat.

Dalam hal ini, kata SMI,  Pemerintah Indonesia telah memobilisasi berbagai instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung aksi iklim, antara lain penerbitan Green Sukuk sejak tahun 2018 untuk mendanai aksi perubahan iklim dan mendukung target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

“Di samping itu, pemerintah juga membentuk Badan Layanan Umum Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya keuangan lingkungan serta memfasilitasi pengembangan perdagangan dan pasar karbon (carbon pricing),” kata SMI.

Pemerintah saat ini sedang menyiapkan regulasi tentang carbon pricing yang akan menjadi panduan dalam menyusun kebijakan domestik dan kerangka kelembagaan untuk penetapan harga karbon.

Di sisi lain, transisi ekonomi hijau juga akan memiliki implikasi penting atas kondisi stabilitas dan inklusi keuangan. Dalam hal ini, pada acara Toronto Centre Executive Panel dengan tema Transitioning to Green Economy, Menkeu menyampaikan perlunya mengarusutamakan instrumen pembiayaan hijau dalam sistem keuangan.

Selain itu, lembaga keuangan perlu menerapkan manajemen risiko yang kuat, didukung informasi yang komprehensif untuk menilai risiko terkait iklim. Untuk mendukung langkah-langkah tersebut diperlukan kolaborasi yang kuat antar para regulator, termasuk Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Keuangan.

Dalam rangkaian 2021 IMF-WBG Spring Meetings, diselenggarakan pula pertemuan Minister-Level Meeting of The Coalition of Finance Ministers for Climate Action pada tanggal 6 April 2021.

Koalisi Menteri Keuangan untuk Aksi Iklim terbentuk sejak April 2019 dan merupakan forum yang mempertemukan para pembuat kebijakan fiskal dan ekonomi dari 60 negara untuk membahas tanggapan global atas agenda iklim dan dalam mengamankan transisi yang adil menuju pembangunan berketahanan rendah karbon.

“Sebagai Co-chair, saya mendorong negara-negara untuk mempertimbangkan berbagai pilihan kebijakan, termasuk penetapan harga karbon, untuk menekan emisi serta untuk memacu pertumbuhan,” ungkap Menkeu yang dalam pertemuan kali ini bertindak sebagai Co-chair Koalisi bersama dengan Menteri Keuangan Finlandia.

Indonesia telah terpilih sebagai Co-chair Koalisi periode April 2021- April 2023 dan akan melakukan tugasnya untuk mendukung, bekerja sama, serta mendorong sinergi antara Koalisi dengan forum-forum internasional lainnya.

Menkeu memimpin diskusi pada pembahasan upaya dekarbonisasi, termasuk upaya penghapusan subsidi bahan bakar fosil. Indonesia menyampaikan keberhasilan reformasi subsidi bahan bakar fosil pada tahun 2015 dan upaya Indonesia dalam memobilisasi serta mengelola pendanaan iklim termasuk melalui pengembangan instrumen carbon pricing.

Setiap negara memiliki tantangan masing-masing dalam penanganan isu perubahan iklim ini. Negara yang melakukan reformasi, transformasi model bisnis, maupun mempromosikan proyek ramah lingkungan, sepatutnya mendapatkan dukungan dan menjadi contoh bagi negara-negara lainnya. Ini merupakan salah satu unsur utama yang menjadikan Koalisi forum yang strategis dalam mendorong aksi nyata adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Menkeu menyampaikan bahwa Koalisi memperlihatkan dengan jelas pentingnya peran menteri keuangan dalam agenda iklim melalui kebijakan fiskal dan keuangan.

Menkeu juga menyampaikan agar pihak swasta mengambil peran yang lebih nyata dalam aksi perubahan iklim seperti berpartisipasi dalam pembelian Green Sukuk dan mengembangkan investasi yang lebih ramah lingkungan.

“Dengan kerja sama dan sinergi berbagai negara dan seluruh pemangku kepentingan di dunia, maka upaya bersama dalam mengatasi tujuan ini diharapkan dapat tercapai demi menyelamatkan generasi selanjutnya,” pungkas SMI.

Sumber: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu | Editor: Intoniswan

Tag: