Dijenguk Mertua 

Cerpen Karya: Efrinaldi

Ilustrasi

Kini urusanku menjenguk cucu. Aku jadi teringat kisah mertuaku menjenguk kami ketika anak kami lahir. Begini ceritanya.

“Kapan anakmu lahir?” tanya ibu mertua di seberang sana

“Diperkirakan enam minggu lagi,” jawabku

“Baiklah. Ibu dan Ayah akan datang dua minggu lagi,” kata ibu.

Aku dan istriku bersiap-siap menanti kelahiran anak kami.

Kami telah tinggal di rumah dinas. Anak kami  yang akan lahir juga anak kedua.  Tidak banyak persiapan soal kelengkapan rumah dan juga tidak terlalu cemas menanti kelahiran anak.

Aku  cuma fokus pada kesiagaan mengantar istriku ke rumah sakit dan menjemput mertua ke stasiun bus antar propinsi.

Jam delapan pagi aku menuju stasiun bus dari Sumatera di daerah Caringin Bandung.  Kutanya pada petugas stasiun soal kedatangan bus dari Payakumbuh. Katanya akan tiba sekitar satu jam lagi.

Aku kemudian pergi ke kedai kopi di sebalah stasiun. Aku pesan kopi hitam. Sambil minum kopi hitam, aku nikmati aneka kue yang disediakan kedai  kopi.

Aku lihat ada bus berhenti. Benar, telah datang bus NPM. Aku menuju bus. Kulihat bus bertrayek Payakumbuh-Bandung. Berarti inilah bus yang ditumpangi mentuaku, pikirku.

Aku menunggu sebentar. Penumpang mulai turun satu per satu. Tak lama kemudian  turunlah ayah mertuaku diikuti ibu mertuaku. Aku menyongsongnya dan memeluk mereka.

Ayah  mertuaku terlihat gembira, juga ibu mertuaku. Kucarikan tempat duduk untuk ibu mertuaku di dalam stasiun. Aku dan ayah mertua pergi menuju bus menjemput bagasi.

Tidak terlalu lama, semua bagasi telah lengkap terambil. Aku pun memesan taksi. Tak lama taksi datang dan kami menuju pulang ke rumah kami di daerah Cicendo Bandung.

Setiba di rumah istriku dengan putriku telah menanti. Begitu masuk, ibu mertuaku memeluk cucunya. Ayah mertuaku terlihat terbengong-bengong. Kemudian dia berujar,

“Syukurlah, kalian sekarang telah tinggal di rumah dinas.”

“Alhamdulillah,” sahutku.

Ibu mertua membuka satu dus besar. Rupanya berisi aneka oleh-oleh makanan kecil berbahan singkong, beras ketan dan kacang tanah.

Kemudian ibu membuka dus kedua, ada oleh-oleh berupa kelapa, beras, pisang, ikan kering dan belut kering. Aku sangat terharu melihatnya.

Oleh-oleh yang berat itu dibawa mertuaku dari kampung sebagai wujud kasih sayangnya pada anak, cucu dan menantunya.

Anaku lahir di rumah sakit Borromeus Bandung. Setelah dua hari lahir kami membawa pulang putra kami. Putra kami lahir sehat.

Mertuaku sangat bahagia melihat cucunya. Ayah mertua meletakkan telapak tangannya di kening cucunya. Dia berkomat-kamit seperti membaca sesuatu. Kupikr beliau sedang mendoakan cucunya.

Setelah 40 hari putraku lahir, mertuaku pulang kampung. Sebelum pulang ayah mertuaku berkata; “Ayah doakan kalian sehat wal afiat, hidup damai dan terhindar dari mara bahaya.”

“Aamiin, ya Allah!” jawabku dan istriku serentak.

Itulah pesan ayah mertuaku. Aku menitikkan air mata, sebab demikian sederhananya pesan itu, namun sangat penting dan mengena.

Aku bersama putriku mengantarkan mertuaku sampai stasiun bus. Ibu mertua menggendong putriku dan menciumnya.

Dengan mengusap kepalanya, ibu mertua berkata; “Ingatlah tanah leluhurmu di Payakumbuh sampai kapan pun.”

Bus berangkat. Aku dan putriku melambaikan tangan ke bus yang mulai berjalan. Bus  menghilang di keramaian kota di daerah Caringin Bandung.@

Tag: