Dinkes Nunukan Instruksikan Tenaga Kesehatan di Lumbis Deteksi Pertusis

Batuk rejan atau batuk keras yang terjadi terus menerus, patut diwaspadai pertusis. (Foto Ilustrasi Alodokter)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dinas Kesehatan Nunukan Nunukan telah menghubungi tenaga kesehatan Puskesmas Lumbis dan tim surveilans untuk melakukan koordinasi kepada pemerintah kecamatan, desa dan petugas lainnya agar cepat mendeteksi, menangangi dan melakukan pencegahan penyebaran pertusis paska temuan dugaan seorang bayi berumur tiga bulan meninggal dunia setelah terpapar pertusis.

Pertusis  atau batuk rejan adalah infeksi bakteri pada saluran pernapasan dan paru-paru. Penyakit ini sangat mudah menular dan bisa mengancam nyawa, terutama bila menyerang bayi dan anak-anak. Batuk rejan (whooping cough) biasanya ditandai dengan rentetan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus.

Penanganan pertusis harus cepat agar tidak menular ke warga – warga lainnya sebab, meski hanya satu kasus, penyakit ini sangat berbahaya tidak mengenal usia apakah bayi atau orang dewasa.

Lama kita tidak mendengar penyakit pertusis, apalagi pasien sampai meninggal dunia, makanya perlu langkah-langkah cepat penanganan penyakit.

Demikian disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Nunukan, Sabaruddin ketika dikonfirmasi Niaga.Asia, Jum’at (16/6/2023).

Bayi berusia 3 bulan  yang diduga suspek pertusis di Desa Patal, Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dilaporkan meninggal dunia di RSUD Malinau, karena sebelumnya terlambat mendapat pertolongan medis.

“Rumah orang tua bayi cukup jauh dari fasilitas kesehatan (Puskesmas) yang hanya ada di ibu kota kecamatan. Orang tua bayi sempat membawa anaknya ke Pustu, tapi namanya peralatan terbatas, penanganan kurang maksimal,” kata Sabaruddin.

Setelah diperiksa dan mendapat pertolongan di Pustu, kondisi bayi tidak kunjung  membaik, kemudian orang tua bayi membawa anaknya ke RSUD Malinau, dimana hasil klinis, tim medis menduga pasien suspek pertusis.

Pihak rumah sakit Malinau sempat mengambil spesimen bayi untuk keperluan pemeriksaan ke laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balitbangkes Surabaya. Kondisi bayi terus menurun dan hanya bertahan selama 2 hari di rumah sakit Malinau, akhirnya meninggal.

Menurut Sabaruddin, penderita pertusis, bakteri yang menginfeksi  saluran pernapasan dan paru-paru menimbulkan gejala batuk dan suhu tubuh panas, sering dianggap hal biasa, sehingga orang banyak tidak elanjutkan pemeriksaan ke Puskesmas.

“Biasanya bakteri akan muncul dalam kurun waktu inkubasi 7 sampai 12 hari, harusnya kalau penyakit semakin parah dibawa ke Puskesmas,” ujarnya.

Sabaruddin menuturkan, Dinkes Nunukan terakhir kali menerima laporan pasien pertusis di tahun 2000 atau sekitar 20 tahun lalu. Penyakit ini telah lama menghilang karena pemerintah gencar melaksanakan imunisasi dan vaksinasi.

Terhadap temuan pasien suspek pertusis di Kecamatan Lumbis, tim kesehatan belum menemukan  ada penularan baru dilingkungan tempat tinggal bayi. Begitu pula hasil tracking ke desa lain yang sempat dikunjungi bayi bersama orang tuanya.

“Penyakit ini sudah lama tidak terdengar, tapi tetap jadi pantauan pemerintah Indonesia karena memiliki kerawanan cukup tinggi,” ungkapnya.

Imunisasi memiliki peran yang sangat penting untuk mengurangi angka kejadian dan kematian. Oleh sebab itu Pertussis paling banyak terdapat di daerah imunisasi belum menjadi suatu prosedur yang rutin.

“Kematian bayi ini jadi pelajaran bersama pentingnya imunisasi dan memeriksakan bayi secara rutin ke puskesmas,” tutupnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: