Ekonomi Indonesia! Apa yang Dikhawatirkan Jokowi

Presiden Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden RRT Xi Jinping, di Villa 14, Diaoyutai State Guesthouse, Beijing, Selasa (26/07/2022). (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Hingga Triwulan II-2012 ekonomi Indonesia masih bagus. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam keterangan resminya melaporkan,di Triwulan II Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan II-2022 mencapai Rp4 919,9 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2. 923,7 triliun.

“Ekonomi Indonesia triwulan II-2022 terhadap triwulan II-2021 tumbuh sebesar 5,44 persen (y-on-y),” ungkap Kepala BPS Margo Yuwono, dalam keterangan persnya yang ditayangkan pada kanal YouTube BPS, Jum’at (05/08/2022).

BPS juga mencatat, dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 21,27 persen. Sementara dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 19,74 persen.

Ekonomi Indonesia triwulan II-2022 terhadap triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 3,72 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 13,15 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 32,00 persen.

“Penguatan ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan II-2022 terlihat pada semua wilayah. Kelompok provinsi di Pulau Jawa menjadi kontributor utama dengan peranan sebesar 56,55 persen dari ekonomi Nasional, dengan kinerja ekonomi yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,66 persen (y-on-y) dibanding triwulan II-2021,” kata Margo.

Kekhawatiran Jokowi

Meski BPS menyampaikan perkembangan ekonomi nasional tumbuh positif dan sepertinya “aman-aman” saja, tapi di hari yang sama, Presiden Jokowi  saat membuka secara resmi Silatnas (silaturrahmi nasional) Peringatan Hari Ulang Tahun PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat) Tahun 2022, di SICC, Bogor, Jawa Barat, memberikan gambaran tentang hal-hal yang dikhawatirkan dengan menyebut APBN berada pada posisi yang tidak mudah.

“Saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berada pada posisi yang tidak mudah sehingga pemerintah akan berhitung terlebih dahulu sebelum memutuskan kenaikan penghasilan bagi para purnawirawan,” kata Jokowi.

“Saya tidak janji karena, tadi saya sampaikan, bahwa APBN kita berada pada posisi yang tidak mudah. Tetapi pulang dari sini saya akan panggil Menteri Keuangan, akan saya ajak hitung-hitungan. Kalau nanti hitung-hitungannya sudah final, akan saya sampaikan kepada Bapak, Ibu, dan Saudara-Saudara sekalian,” imbuhnya.

Presiden Jokowi menyampaikan, pemerintah saat ini terus berusaha mengendalikan kenaikan harga, terutama bahan bakar minyak, di tengah inflasi yang terjadi di berbagai negara di dunia. Imbasnya, subsidi yang dikeluarkan pemerintah dalam APBN menjadi sangat besar.

Pernyataan pers bersama Presiden Jokowi dan Presiden Yoon Suk-yeol, di Kantor Kepresidenan Yongsan, Seoul, Kamis (28/07/2022). (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)

“Inilah yang sekarang dikendalikan oleh pemerintah. Dengan apa? Dengan subsidi, karena begitu harga bensin naik, harga barang otomatis langsung melompat bersama-sama. Oleh sebab itu, pemerintah mengeluarkan anggaran subsidi yang tidak kecil, Rp502 triliun yang tidak ada negara berani memberikan subsidi sebesar yang dilakukan Indonesia,” ujarnya.

Presiden juga menjelaskan bahwa saat ini situasi ekonomi dunia sedang berada pada posisi yang tidak mudah. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dana Moneter Internasional (IMF), hingga Bank Dunia memprediksi akan ada 60 negara yang ekonominya ambruk dan 320 juta orang akan menderita kelaparan akut.

“Ini saya sampaikan apa adanya karena memang posisi pertumbuhan ekonomi semuanya tidak hanya turun, tapi anjlok semuanya, turun semuanya. Singapura, Eropa, Australia, Amerika, semuanya pertumbuhan ekonominya turun, (sedangkan) inflasinya naik, harga-harga barang semuanya naik. Inilah kondisi yang sangat, kalau boleh saya sampaikan, dunia sekarang ini sudah pada kondisi yang mengerikan,”pungkasnya.

Oleh karena itu, lawatan Presiden Jokowi ke Tiongkok, ke Jepang, dan Korea adalah langkah cerdas dan  sangat penting untuk “jaga-jaga” menghadapi kondisi ekonomi memburuk.

Dari Tiongkok misalnya, sudah ada jaminan akan membeli 1 juta ton CPO Indonesia, Jepang juga berhasil “dibujuk” kembali berinvestasi di Indonesia setelah sebelumnya “kecewa” tak mendapat proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Dari Korea, Presiden dapat komitmen, Korea mempercepat realisasi proyek-proyeknya di Indonesia.

Kondisi di Luar

                Walaupun ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi “baik-baik” saja, tapi kondisi di luar tak begitu bagus, termasuk kondisi ekonomi AS yang merupakan mitra dagang strategis Indonesia.

Ekonomi AS jatuh 0,9 persen pada kuartal II, setelah minus 1,4 persen pada kuartal sebelumnya. Ini berarti, negeri Paman Sam tersebut resmi masuk jurang resesi. Resesi ekonomi ialah pertumbuhan ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut.

Ironisnya, capaian PDB AS yang minus tersebut bersamaan dengan lonjakan inflasi AS yang tembus 9,1 persen pada Juni 2022. Inflasi tersebut tertinggi dalam empat dekade.

Morning Consult/Politico sempat mengungkap survei bahwa 65 persen responden di AS sudah merasakan resesi. Hal itu terasa dari kenaikan harga barang-barang, dan banyak dari mereka mengaku kesulitan membayar tagihan atau cicilan.

Kemudian, saat ini, ekonomi Jerman mandek, meningkatkan risiko jantung ekonomi Uni Eropa itu masuk ke jurang resesi pada kuartal berikutnya atau akhir tahun. Badan Statistik Federal Jerman Destatis mengungkap pertumbuhan nol persen pada kuartal kedua tahun ini.

Jerman mengalami stagnasi karena tekanan ekonomi global, gangguan dalam rantai pasokan, dan krisis energi yang disebabkan oleh perang Rusia-Ukraina.

Sedangkan di Inggris, Bank sentral Inggris (BoE) menaikkan suku bunga acuannya dan diperkirakan akan mendorong Inggris masuk ke jurang resesi lebih cepat pada kuartal terakhir tahun ini.

Bahkan, BoE memperkirakan resesi ekonomi Inggris bisa berlangsung lebih dari setahun karena lonjakan harga energi terus memukul perekonomian.

Belum berakhirnya perang antara Rusia dengan Ukraina juga menimbulkan gangguan secara global, termasuk terhadap ekonomi Indonesia, seperti membuat harga pangan dan minyak naik dan banyak negara kesulitan mendapatkan komoditi yang harus diimpor dari Ukraina, seperti gandung, dan baja dari Rusia.

Seperti dijelaskan BPS, sepanjang Triwulan 2-2022 kinerja perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh faktor domestik dan global. Secara global, gangguan rantai pasok dunia berdampak pada kenaikan harga sejumlah komoditas pangan dunia, walau ada juga memberikan windfall terhadap kinerja ekspor.

Terganggunya rantai pasok  dunia terkait komoditi pangan dan produk terkait dengan pertanian, seperti pupuk, sejak adanya perang antara Rusia-Ukraina, dan Rusia dikenai sejumlah sanksi, membuat negara-negara yang sebelumnya produsen bahan pangan “menyimpan” produknya untuk keperluan di dalam negeri, alias membatasi ekspor ke negara-negara yang sebelumnya sebagai importir.

Kebijakan restriksi (pelarangan, izin dan/atau pajak ekspor) ekspor di beberapa negara yang berlaku sepanjang Juni 2022 , menurut BPS meliputi 5 komoditi, yaitu gandum, gula, daging sapi, kedelai dan turunannya, serta pupuk. (lengkapnya lihat grafis)

Dengan kata lain, negara-negara yang sebelumnya mudah mendapat 5 komoditi tersebut di pasar global, kini mengalami kesulitan, baik karena adanya perang Rusia-Ukraina, adanya embargo rerhadap Rusia, padahal kedua negara tersebut saat normal adalah negara penghasil pupuk dan gandum.

Bila ekonomi global memburuk, terutama negara-negara mitra dagang, atau negara-negara utama tujuan ekspor Indonesia yakni Tiongkok, India, dan AS, juga berefek pada Indonesia.

Ekspor nonmigas Juni 2022 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$5,09 miliar, disusul India US$2,53 miliar dan Amerika Serikat US$2,46 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 41,06 persen. Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$5,08 miliar dan US$1,68 miliar.

Hal yang paling memukul APBN dan sangat mengkhatirkan, sebagaimana dikatakan Presiden Jokowi adalah pada pemenuhan kebutuhan BBM. Indonesia membutuhkan BBM hingga 1,4 juta barel per hari, sedangkan produksi dalam negeri han separuhnya, yaitu 700-an ribu barel per hari. Dengan demikian harus mengimpor minyak 700-an ribu per hari pada saat harga minyak dunia sudah di atas 100 USD per barel.

Tidak menentunya ekonomi dunia, juga dikhawatirkan akan mengganggu masuknya investasi asing ke Indonesia. Investasi macet, pertumbuhan ekonomi sebagaimana diharapkan bisa tak didapat, yang efeknya tak ada lapangan pekerjaan baru, angka pengangguran meningkat.

Stagflasi global

Sementara anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo berharap Indonesia tak terdampak para dari situasi stagflasi yang terjadi di tingkat global. Oleh karena, tambah politisi PDI-Perjuangan itu, jika stagflasi global benar-benar terjadi dan berkepanjangan, dampaknya akan sulit dihindari.

“Stagflasi merupakan kondisi di mana pertumbuhan yang stagnan cenderung lemah sementara di sisi lain inflasi meroket. Stagflasi terakhir kali terjadi pada 1970-an.Kita berharap Indonesia tidak mengalami dampak parah dari stagflasi global ataupun mengalami stagflasi,” jelas Andreas dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Jumat (4/8/2022).

Ia menambahkan saat ini ancaman terjadinya stagflasi semakin nyata. Bahkan, bukan tidak mungkin, ancaman tersebut akan menghantam perekonomian nasional.

Hal itu dapat merujuk dari rilis IMF dalam World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2022 yang memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk 2022 sebesar 0,4 ppt menjadi 3,2 persen.

“Beberapa faktor pendorong pemangkasan tersebut adalah, pertama adanya perlambatan ekonomi yang lebih tajam di Tiongkok akibat perpanjangan lockdowns, sehingga memperburuk gangguan rantai pasokan global,” tambah Andreas.

Faktor kedua, kata Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tersebut, pengetatan likuiditas global terkait dengan kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif oleh Bank Sentral dari beberapa negara maju, seperti The Fed, ECB, dan Bank of England). Faktor ketiga adalah dampak dari perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.

Diketahui, Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, kembali menaikkan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 75 bps dari 1,50 – 1,75 persen menjadi 2,25 – 2,50 persen pada FOMC Juli 2022. The Fed menegaskan kembali bahwa kenaikan FFR lanjutan masih diperlukan, dan akan tetap melanjutkan proses pengurangan balance sheetnya secara signifikan.

“Target suku bunga The Fed akan berada pada 3,5 persen di 2022 ini dan kemungkinan mencapai peak-nya di semester I tahun 2023 sebelum kembali turun di semester II,” ucap Andreas.

Sementara, kata Andreas, ekonomi Tiongkok juga hanya tumbuh 0,4 persen year on year (yoy) di 2Q22, melambat tajam dari pertumbuhan 4,8 persen di Quartal 1 2022. Pertumbuhan tersebut adalah laju ekspansi paling rendah sejak kontraksi pada Quartal 1 2020 ketika awal pandemi Covid-19 terjadi.

“Tantangan perlambatan ekonomi AS dan Tiongkok akan berdampak kepada kinerja ekspor di semester II ini dan 2023, terutama dikaitkan dengan kinerja ekspor industri manufaktur,” kata Andreas.

Selain itu, kata legislator dapil Jawa Timur V itu, perang Rusia-Ukraina yang tidak kunjung berakhir, dan kebijakan proteksi yang dilakukan berbagai negara dalam rangka melindungi kepentingan dalam negeri mereka menyebabkan rantai pasokan global terganggu.

Stagflasi merupakan kondisi di mana pertumbuhan yang stagnan cenderung lemah sementara di sisi lain inflasi meroket. Stagflasi terakhir kali terjadi pada 1970-an.

Antara 1973 dan 1981, inflasi AS selalu di atas 6 persen dengan pengecualian pada 1976 (4,86 persen). Sementara inflasi di AS pada Juni 2022 ini meroket hingga 9,1 persen.

“Dampak yang akan terjadi di Indonesia yang jelas adalah akan terjadi perlambatan pemulihan ekonomi nasional karena arus investasi diperkirakan akan kembali ke pasar AS dan nilai tukar rupiah akan tertekan,” kata Andreas.

Dengan demikian ancaman melonjaknya pengangguran, merosotnya daya beli masyarakat serta kenaikan harga akan sulit dihindari. Situasi ini akan diperburuk dengan munculnya berbagai problem sosial seperti meningkatnya kejahatan.

 [Intoniswan dari berbagai sumber]

Tag: