Gubernur: Antara Radikalisme dan Terorisme Tak Bisa Dipisahkan

aa
Gubernur Kaltara, Dr. H Irianto Lambrie bersama panitia dan peserta acara Rembug Aparatur Kelurahan dan Desa, Tentang Literasi Informasi Melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalimantan Utara di Tanjung Selor, Rabu (14/8/2019). (Foto Infopubdok Kaltara)

TANJUNG SELOR.NIAGA.ASIA-Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) memberikan perhatian terhadap upaya pencegahan terorisme. Karena ini, menyangkut salah satu bentuk komitmen pemerintah memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat.

Antara radikalisme dan terorisme tak bisa dipisahkan. Pengalaman mengajarkan terorisme berasal dari radikalisme. Dari itu, perlu banyak membaca. Ini dikarenakan tidak terkendalinya arus informasi baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Nyaris tak ada negara yang mampu mengendalikan arus informasi yang masuk.

Hal itu dikatakan Gubernur Kaltara, Dr. H Irianto Lambrie dalam acara Rembug Aparatur Kelurahan dan Desa, Tentang Literasi Informasi Melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Kalimantan Utara di Tanjung Selor, Rabu (14/8/2019).

Acara rembug   digagas oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bankesbangpol) Provinsi Kaltara bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan FKPT Provinsi Kaltara. Dengan mengangkat tema “Saring Sebelum Sharing”.

Menurut gubernur, arus informasi yang kuat, bahkan hingga ke wilayah perbatasan seperti Krayan dan Long Nawang di Provinsi Kaltara. Yang penting tersedia jaringan seluler. Indonesia sendiri, merupakan negara yang terbuka dengan informasi.

“ Akibatnya, informasi yang tidak benar pun diasup oleh masyarakat. Untuk itu, perlunya masyarakat memahami agar menyaring setiap informasi yang ada,” katanya.

Radikalisme dan terorisme juga merupakan tantangan utama dunia saat ini. Radikalisme agar tidak diidentikkan pada suatu agama. Perlu banyak baca, agar memahami hal tersebut untuk tidak mendapatkan informasi yang salah.

Radikalisme sendiri berkembang di Inggris. Di mana, saat itu kekuasaan raja disalahgunakan untuk menindas rakyat. Lalu, ada pula istilah gerakan kiri. Kedua ini adalah pemahaman yang tidak baik serta bertentangan dengan ajaran agama yang ada di dunia.

“Harus dipahami, bahwa membuat berita bohong atau fitnah, termasuk dosa jari’ah. Artinya, sampai mati pun, yang menyebarkan berita bohong tersebut akan menerima dosanya. Patut diketahui juga, masyarakat Kaltara khususnya, sangat boros dengan pulsa untuk telekomunikasi,” ujar gubernur.

Selanjutnya, soal terorisme yang berkembang sejak abad 17 di Inggris. Kini, juga jangan menyalahartikan terorisme dengan Islam Radikal. Juga jangan berprasangka buruk dengan penampilan seseorang, juga upaya seseorang atau lembaga untuk mengajak orang beribadah atau melakukan amal kebaikan.

Patut dipahami, gerakan radikalisme atau terorisme juga ada di setiap agama. Untuk itu, perlu adanya perubahan struktural pada cara berpikir. Lalu banyak membaca, mendengar asupan rohani dari pemuka agama yang moderat, dan lainnya.

Mencegah radikalisme dan terorisme, salah satunya adalah apabila ada informasi yang tak beres di medsos, laporkan dan blokir. Apabila membahayakan publik, laporkan kepada aparat keamanan.

“Saya juga berharap aparat kelurahan dan desa meneruskan materi yang diperoleh dari literasi informasi ini kepada masyarakat di kelurahan dan desa masing-masing,” ujar gubernur.

Gubernur mengajak isntansi terkait dengan pencegahan radikalisme dan terorisme jangan putus asa dengan keterbatasan anggaran. Selaku Gubernur, kata Irianto, dia beserta aparatur pemerintahan akan terus mengupayakan agar Kaltara tetap damai. “Indikasinya pun banyak, di antaranya Harmoni Award 2018 yang merupakan penghargaan kepada daerah dengan kerukunan hidup beragama terbaik di Indonesia,” paparnya.

Keadaan yang sudah kondusif di Kaltara harus dijaga, meski potensi radikalisme dan terorisme tetap ada. Didik anak sejak dini, agar menjadi generasi yang unggul. Didik anak untuk bergaul dengan lintas suku, agama dan ras. “Ini akan mengisolir bibit-bibit radikalisme dan terorisme. Ketahuilah, terorisme itu sangat kejam,” kata gubernur.

Kemudian, semua pihak juga diajak gubernur memahami juga aturan yang berlaku terkait pencegahan radikalisme dan terorisme ini. Yakni, UU No. 5/2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. (001)