Hilirisasi SDA Banyak Rugikan Negara dan Merusak Lingkungan Hidup

Smelter nikel PT KFI di Pendingin, Sangasanga, Kutai Kartanegara, terbakar Rabu 11 Oktober 2023 (Foto Istimewa)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto  mengkritik keras pelaksanaan program hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang dijalankan Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia menilai, hilirisasi yang dijalankan Jokowi lebih banyak merugikan negara dan merusak lingkungan hidup.

“Kasus ledakan smelter PT. ITTS di Kawasan IMIP yang sampai hari ini mencapai 18 orang korban tewas adalah kasus terbesar dalam sejarah pengoperasian smelter nasional. Kalau tidak ada tindakan korektif dari Pemerintah kita khawatir, smelter ini akan menjadi mesin pembunuh para pekerja kita,” ujar Mulyanto dalam maklumat tertulisnya, Kamis (28/12/2023).

Berdasarkan kasus tersebut, lanjut Pak Mul, begitu ia biasa disapa, saat ini industri smelter wajib diaudit total untuk menjamin keselamatan pekerjanya. Selain itu, ke depan pemerintah harus mengkaji ulang program hilirisasi mineral yang digencarkan Presiden Jokowi tersebut.

“Memang nilai ekspornya tinggi, tetapi keuntungan yang diperoleh sebagian besar masuk ke negara asal investor bukan menjadi penerimaan negara kita. Sudah banyak kritik yang diberikan berbagai pihak terhadap program hilirisasi ini namun kurang direspons dengan baik oleh pihak Pemerintah. Yang sering muncul hanyalah pembelaan,” ungkapnya.

Menurut Politisi dari Fraksi PKS ini, sampai hari ini industri smelter mendapat banyak keuntungan, mulai dari harga bijih ore yang murah, tax holiday, kemudahan mendatangkan peralatan dan mesin, Tenaga Kerja Asing (TKA), sumber energi yang kotor. Termasuk produk nikel yang bernilai tambah rendah berupa NPI (nickel pig iron) dan Feronikel dengan kandungan nikel kurang dari 10 persen, bebas bea ekspor, dan lain-lain.

“Karena itu kita meragukan optimalitas penerimaan negara dari industri smelter ini. Memang nilai ekspornya tinggi, tetapi keuntungan yang diperoleh sebagian besar masuk ke negara asal investor bukan menjadi penerimaan negara kita. Padahal di sisi lain cadangan nikel kita makin menipis, hanya tinggal di bawah 10 tahun operasi,” papar Mulyanto.

Ditambahkannya, bahkan ketika terjadi kasus pelarangan penambangan nikel di Blok Mandiono, beberapa industri smelter terpaksa melakukan impor bijih nikel.

Oleh sebab itu, politisi asal Daerah Pemilihan Banten III ini menilai ke depan yang perlu dipercepat adalah industrialisasi mineral dengan nilai tambah dan multiplier effect yang tinggi. Bukan sekedar hilirisasi setengah hati dengan produk setengah jadi dengan nilai tambah rendah.

Pihaknya juga berharap ke depan terpilih figur pasangan Presiden dan Wapres yang berani mengoreksi dan mengevaluasi program hilirisasi SDA yang berjalan selama ini. Tujuannya agar pengelolaan SDA dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

“Jangan sampai nikel kita keburu habis saat kelak kita butuhkan untuk industrialisasi. Belum lagi keberadaan material ikutan yang juga terbawa, yang kita tidak tahu berapa nilainya,” katanya.

Audit menyeluruh

Selain itu ia meminta semua smelter tersebut secara ketat karena sering terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban jiwa.

“Audit harus dilakukan secara profesional, objektif dan menyeluruh terhadap aspek keamanan dan keselamatan kerja. Jangan sampai karena ada pertimbangan politik, Pemerintah mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan itu,” kata Mulyanto.

Diketahui, terjadi ledakan hebat di smelter PT. Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu (24/12/2023).

Menurutnya, Pemerintah perlu menghentikan sementara (moratorium) semua operasional smelter perusahaan asal China di Indonesia.

“Kita perlu tahu kualitas barang yang selama ini dipakai untuk menunjang operasional smelter. Jangan-jangan barang dan suku cadang yang dipakai tidak memenuhi syarat yang ditentukan,” tegasnya.

Ia juga menambahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar alat kerja di smelter-smelter milik China diimpor dari negara tersebut juga. Bahkan sampai komponen terkecil seperti baut dan mur.

“Karena itu kita perlu tahu kualitas barang yang selama ini dipakai untuk menunjang operasional smelter. Jangan-jangan barang dan suku cadang yang dipakai tidak memenuhi syarat yang ditentukan,” terangnya.

Mulyanto sangat prihatin kecelakaan kerja terjadi lagi di smelter perusahaan China. Kali ini menyebabkan paling sedikit 35 orang korban, di mana sebanyak 18 orang meninggal dunia. Padahal beberapa waktu sebelumnya terjadi kecelakaan kerja di smelter PT. GNI yang mengakibatkan 2 orang meninggal dunia.

“Ini ledakan terbesar dalam sejarah pengoperasian smelter milik perusahaan China di Indonesia. Pemerintah agar sungguh-sungguh untuk menindaklanjuti kasus ini. Kita perlu tahu apa penyebab dari ledakan smelter tersebut, apakah karena faktor lemahnya keandalan pabrik, murni faktor kelalaian manusia, atau ada sebab-sebab lain. Pemerintah bertanggung-jawab untuk mengusut tuntas kasus ini,” kata Mulyanto.

Ia menyebut peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga sehingga harus benar-benar dipahami dan menjadi momentum untuk mengevaluasi semua kesepakatan kerjasama dengan perusahaan China.

“Pemerintah harus mencari akar-masalahnya sehingga dapat dicegah kejadian seperti ini berulang di masa depan,” ungkapnya.

Mulyanto minta terkait korban dan keluarga korban, PT. ITTS wajib bertanggung-jawab dalam pengobatan, perawatan, pemakaman dan pemberian santunan.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: