Hujan di Malaysia, Lumbis dan Sembakung Kebanjiran

Personil TNI dan Polri mengecek kondisi warga dari rumah ke rumah yang kebanjiran di Sembakung, Kabupaten Nunukan.  (foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Banjir seakan menjadi hadiah tahunan bagi Kecamatan Sembakung dan Lumbis, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Hujan lebat di Malaysia membuat air  sungai meluap merendam puluhan rumah dan ratusan hektar sawah milik warga disejumlah desa di Sembakung dan Lumbis.

“Banjir di wilayah kita ini musiman kiriman Malaysia, tapi dampaknya merusak infrastruktur umum dan rumah warga,” kata Camat Lumbis, Efendi, Jum’at (08/01/2021).

Banjir yang melanda Lumbis dan Sembakung telah berapa kali disampaikan ke Pemerintah Malaysia dalam pertemuan Sosek Malindo. Perwakilan dari Kabupaten Nunukan mengeluhkan limbah air kiriman sungai di Malaysia yang ke wilayah Indonesia.

Namun, perwakilan Malaysia sangat normatif menjawab persoalan ini. Terbukti, tidak ada tindakan dilakukan pemerintah disana menangkal kiriman air ke Indonesia. Lagi pula, mereka menilai ini persoalan alam bukan suatu kesengajaan.

“Banjir  berasal dari hulu Sungai Talangkai di Sepulut, Sabah, Malaysia mengalir ke wilayah Indonesia di Desa Labang, Sungai Pensiangan dan sungai Sembakung,” tuturnya.

Kecamatan langganan banjir di Kabupaten Nunukan akibat sungai dari Malaysia berada di lima kecamatan yaitu, Kecamatan Lumbis Pansiangan, Kecamatan Lumbis Ogong, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Sembakung dan Kecamatan Sembakung Atulai.

Kecamatan Sembakung adalah wilayah paling terdampak banjir yang terjadi sejak 31 Desember 2020, setidaknya ada empat desa rutin mengalami banjir setiap tahun yakni, Desa Atap, Desa Bungkul, Tagul Desa dan Desa Tujung.

“Desa Atap paling parah banjirnya, air kiriman Malaysia berwarna seperti milo campur susu,” kata Kepala Desa Atap, Kecamatan Sembakung, Syahrial.

Akibat banjir tahunan ini, warga enggan bercocok tanam padi. Pasalnya, tidak sedikit sawah-sawah terencam air dan sudah pasti terjadi gagal panen. Tidak hanya itu, pohon-pohon pisang dan ternak ikut mati.

Saat ini, kata dia, beberapa warga mencari lokasi pengungsian di dataran tinggi dan pindah ke bangunan rumah burung walet sambil menunggu air turun. Sedangkan untuk kebutuhan hidup mengandalkan sisa-sisa simpanan dan bantuan.

“Ada beberapa rumah walet diusir burungnya, pemiliknya masuk disana mengamankan diri dari banjir,” bebernya.

Sehubungann dengan banjir tahunan ini, Syahrial mengaku pernah mengusulkan kepada Pemerintah Nunukan, untuk membuka aliran pembuangan air (kanal) dari Desa Tagul menuju Linuang Kayan yang panjangnya sekitar 4 kilometer.

Genangan air berhari-hari di Kecamatan Sembakung, dikarenakan sumber pembuangan air bertumpu di satu titik sungai. Untuk itulah, perlu tambahan pembuangan limbah air banjir, dan bisa dipastikan cara ini kunci penyelesaian masalah.

“Kalau air sungai pasang bersamaan banjir kiriman datang, aliran air masuk Sembakung sangat cepat, sedangkan pembuangan air sangat kecil,” bebernya.

Dikatakan Syahrial, terkadang banjir terjadi 8 kali dalam setahun, jika menghadapi masalah ini hanya dengan bertahan, maka bukan tidak mungkin banyak masyarakat sengsara dan banyak pula fasilitas pemerintah rusak.

“Kunci mengatasi banjir ini hanya dengan membuat pembuangan air, jangan hanya bertahan menerima nasib dan takdir,” tuturnya.

Desa Atap dihuni sebanyak 3.000 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 860, sebagian warga berdomisili di dataran rendah dan bantaran sungai. Ketinggian banjir terparah bisa setinggi atap rumah warga. (002)

Tag: