Jadi Investor

Cerpen Karya: Efrinaldi

Faiz.

Kita harus melompat ke atas bila mandeg di pusaran bawah tak berkesudahan. Aku ingat ketika aku telah berada pada masanya promosi di sebuah perusahaan farmasi swasta, tetapi aku enggan melangkah mengambil tanggung jawab lebih besar.

Aku sibuk mengurusi konflik internal. Kupikir-pikir  kemudian justru persoalan akan mereda bila aku berani menggeser peranku ke lapisan lebih tinggi di organisasi.

Ketidakberanian itu justru semakin menyulitkan aku dan organisasi, sehingga malah membuatku ke luar dari organisasi.

Berpegang pada pengalaman itu, aku mulai melihat persoalan Faiz yang penyandang autisme sulit menjadi karyawan maupun pebisnis.

Kenapa aku tidak melihatnya justru Faiz bisa meloncat menjadi level lebih tinggi yaitu menjadi investor? pikirku.

Aku telah mulai menanam investasi berupa rumah kebun dan sawah yang direncanakan buat Faiz nantinya. Juga investasi berupa penyertaan modal di pabrik pupuk organik.

Selama aku masih hidup, masih aku yang kuasai. Bila aku meninggal dunia, bisa menjadi sumber pendapatan buat Faiz nantinya.

Pemikiran ini bukan hal baru, seorang sepupuku telah sejak lama menyarankan menyiapkan  properti seperti rumah kost yang bisa jadi passive income yang bisa kuwariskan buat Faiz.

Tadi siang aku kedatangan saudara jauh.   Dia saudagar kaya yang memulai usaha dari bawah.

Dia bercerita tentang anak tertuanya tidak berbakat di bidang akademis, maka diarahkan menjadi saudagar sepertinya. Namun setelah ratusan juta dikucurkan dana tidak juga berkembang.

“Kini dia kerja apa?” tanyaku.

“Dia bersama temannya yang mantan pejabat suatu bank besar bergerak di bidang investasi,” jelanya.

“Apa mereka bergerak dalam jual beli saham?” tanyaku.

“Mungkin. Saya lihat dia punya uang dan anak-anaknya bisa dibiayainya sekolah,” jelasnya.

Aha! Inilah jalan Faiz. Dia disiapkan jadi investor! teriakku dalam hati.

Aku berkata pada Faiz, “Faiz, mulai hari ini Faiz dapat julukan Sultan!”

Faiz tersenyum lebar.

*

Aku sadar, kalau aku bukanlah raja kaya raya yang bisa mewariskan harta banyak pada putra mahkotaku. Tapi ini adalah wujud rasa syukur bahwa aku memang ada rezeki buat mempersiapkan masa depan Faiz sesuai kemampuanku dan kemampuan Faiz.

Allah pun menjamin rezeki semua makhluk bernyawa termasuk Faiz.

Jam di laptop-ku telah menunjukkan jam 01.37 dini hari. Aku membangunkan Faiz untuk menegakkan salat tahajud. Faiz langsung bangun. Beranjak mengambil wudhu. Faiz pun salat.

Aku kini lebih fokus pada pembinaan karakter Faiz. Yang lebih mendasar lagi adalah meningkatkan kemandiriannya dalam mengurus dirinya sendiri sehari-hari.

Masih ada terselip harapan agar Faiz punya karya besar dalam hidupnya. Salah satu yang kulihat adalah karya dalam bidang fotografi.

Semoga Faiz selamat dunia akhirat. Aamiin …!@

Tag: