Cerpen Karya: Efrinaldi

Ibu membelikan majalah anak-anak sejak aku masuk SD. Majalah pertamaku adalah majalah anak-anak Bobo, kemudian diganti majalah anak-anak Kawanku. Setelah aku SMP majalahku berganti menjadi majalah remaja Hai.
Ibu memberi contoh menulis di catatan harian. Aku menulis catatan harian. Kata ibu, tak seorang pun boleh membaca catatan harian orang lain. Itu adalah privacy yang harus dihormati.
Ibu pandai menulis puisi dan drama. Ini menurun padaku dengan suka menulis puisi dan kisah.
Ibu rajin bekerja di rumah dan tempatnya mengajar. Ibu menunaikan tugas-tugasnya dengan baik dan suka-cita.
Ibu juga memberikan tugas pada kami, anak-anaknya, sesuai usia. Sejak usia empat tahun aku disuruh mengasuh adikku ketika ibu dan ayah pergi mengajar. Ketika aku usiaku sepuluh tahun, aku telah mencuci pakaianku sendiri. Usia 12 tahun, aku telah menyetrika pakaianku sendiri. Ketika aku memiliki kendaraan sendiri aku mengurus kendaraanku sendiri. Sejak kecil aku diajarkan mengurus barang-barang pribadiku dan membersihkan kamarku.
Setiap hari ada waktu bermain. Ibu suka bermain congklak bersama anak-anaknya di sore hari. Selain bermain congklak, ibu suka bermain kartu. Setiap ada ada acara hiburan di sekolah tempat ibu mengajar, aku suka diajak ibu. Ibu juga suka mengajar berekreasi ke tempat rekreasi sekitar Payakumbuh, Bukittinggi, Padang, dan bahkan sampai ke Pekanbaru dan Jakarta sewaktu aku masih kecil.
Aku besar dengan penuh pujian. Ini membuatku menjadi anak yang percaya diri. Sewaktu masuk SD aku langsung menjadi juara kelas. Aku dipuji-puji ibu dan ayah. Ini membuat aku termotivasi mempertahankan prestasi. Berbuah bagus, aku menjadi juara kelas selama aku sekolah dari SD sampai tamat SMA. Ketika SMA aku disemangati untuk bisa masuk perguruan tinggi bagus. Berbuah bagus lagi, aku bisa masuk perguruan tinggi baik di Bandung.
Ada masanya aku terpuruk, ketika aku kehilangan pekerjaan di awal karirku. Ibu menenangkanku. Ketika aku berniat menjadi peternak ayam negeri, ibu juga menyetujui. Kemudian aku kembali bekerja di perusahaan. Ibu sangat lega dengan kembalinya aku bekerja formal. Kelegaan ibu itu menyemangatiku untuk menekuni pekerjaan sebagai pegawai.
Ketika aku bangkit untuk mau menikah, ibu juga merespons dengan positif. Setelah tiga tahun patah hati, aku menemukan wanita idamanku. Ibu menyemangati untuk segera menikah dengan mengatakan bahwa aku pasti akan merasakan hidup yang lebih indah setelah hidup berumah tangga.
Ibuku wafat bulan Februari 2004. Semoga ibu damai di sisi-Nya. Aamiin …!
Tag: Cerpen