Cerpen Karya : Efrinaldi
Ketika aku kecil ibuku selalu membuat air minum berupa teh tawar. Ibu merebus teh dalam panci dan kemudian dituang ke dalam cerek dengan membiarkan ampasnya.
Sekitar tahun 1978, ketika aku SMP, ada kecenderungan orang kampungku untuk minum air putih karena dinilai lebih sehat. Ada istilah “air dokter” untuk menyebut air putih.
Nenekku dari pihak ayah punya kebiasaan menyiapkan air minum dengan merebus beberapa lembar daun pandan. Kemudian aku tahu kalau daun pandan berkhasiat sebagai penenang.
Ketika aku kuliah di farmasi, seorang dosen mengatakan minum teh penuh muatan budaya dan juga mengandung khasiat diantaranya mencegah kanker, maka aku kembali suka minum teh. Tidak untuk diminum pengganti air putih, hanya disiapkan sewaktu-waktu barang segelas saja. Bedanya kini ditambahi gula putih.
Minum teh ternyata juga jadi minuman istimewa di Tiongkok. Aku pernah minum teh di restoran mewah di Kota Shanghai, disuguhkan dalam teko untuk 4-5 orang. Minum teh jadi acara tidak biasa.
Teh Botol adalah pelopor teh kemasan. Konon untuk mendapatkan produk yang enak dan stabil melewati serentetan proses pengembangan.
Ada “clue” yang diberikan dosenku di Farmasi ITB dulu yaitu teh tidak boleh diseduh lebih dari lima menit. Kalau lebih, akan banyak kandungan teh yang ikut terlarut yang rasanya tidak enak juga membuat teh cepat basi.
Kini aku suka meminta Faiz membuatkanku teh. Aku ajari Faiz agar menyeduh teh selama tiga sampai lima menit saja dan setelahnya ampas teh disaring. Aku juga menyuruh menambah gula satu sendok makan saja untuk satu gelas.
Ternyata teh buatan Faiz itu nikmat sekali.
Akhirnya Faiz belajar menyeduh simplisia lainnya, yang disiapkan seperti menyiapkan teh. Aku ajari Faiz menyiapkan teh tumbuhan obat yaitu daun Kelor dan daun Salam.
Sampai suatu hari terbersit di pikiranku untuk aku bersama Faiz membuat kedai teh bermacam daun tumbuhan obat. Namun sampai kini masih dalam tahap rencana. Siapa tahu nanti kedai teh Faiz benar-benar jadi kenyataan.@
Tag: Cerpen