Kencing Berkurang atau Tidak Kencing Sama Sekali Tanda Ganguan Ginjal Akut pada Anak

Dokter merawat pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh, Jumat (21/10/2022). FOTO ANTARA via BBC News Indonesia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – gangguan ginjal akut pada anak sudah ditemukan di 22 provinsi di Indonesia. Kementerian Kesehatan melaporkan  per tanggal 21 Oktober, jumlah kasus gangguan ginjal akut  mencapai 241 kasus dengan  jumlah kematian mencapai 133 kasus alias telah menembus 55%.

Menurut Plt Direktur Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Murti Utami dalam surat edrannya yang ditujukan ke Pemerintah Daerah dan Organisasi Dokter Anak dan instansi terkait lainnya, gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi ginjal.

“Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN) dan/atau penurunan sampai tidak ada sama sekali produksi urin,” ungkapnya.

Perubahan terminologi dari Gagal Ginjal Akut (GGA) menjadi AKI bertujuan untuk meningkatkan deteksi dini agar dapat dilakukan intervensi segera. Pada konsep yang dipakai sekarang, AKI memiliki spektrum klinis yang luas, mulai dari perubahan minor pada penanda fungsi ginjal sampai dengan kondisi yang membutuhkan Terapi Pengganti Ginjal (TPG).

Dikatakan Murti, perubahan konsep ini dilakukan karena adanya bukti bahwa perubahan kecil dalam fungsi ginjal dapat memiliki efek yang serius untuk jangka panjang, dan intervensi dini dapat memperbaiki luaran atau prognosis.

“Beberapa laporan di dunia menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5- 0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di – 6 – rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga 80%.,” paparnya.

Meskipun kemajuan dalam diagnosis dan staging AKI dengan emergensi biomarker menginformasikan tentang mekanisme dan jalur dari AKI, tetapi mekanisme AKI berkontribusi terhadap peningkatan mortalitas dan morbiditas pada pasien rawat inap masih belum jelas.

Perkembangan deteksi dini dan manajemen AKI telah ditingkatkan melalui pengembangan definisi universal dan spektrum staging.

“Cedera AKI berubah dari bentuk kurang parah menjadi staging severe injury,” katanya.

AKI bukan merupakan penyakit primer dan tidak mungkin terjadi tanpa penyakit lain yang mendasarinya. Penyakit yang mendasari AKI sangat beragam dan berbeda antar kelompok usia anak-anak.

Pada kelompok Balita penyebab AKI di komunitas adalah gangguan hemodinamik misal akibat diare dengan dehidrasi, syok pada infeksi dengue, dan kelainan kongenital ginjal dan saluran kemih yang berat.  Sedangkan pada anak lebih besar sampai remaja, AKI komunitas lebih banyak disebabkan oleh penyakit ginjal seperti glomerulonefritis akut.

Profil pasien anak dengan AKI menunjukkan keseragaman berupa gejala prodromal seperti demam, gejala saluran cerna dan gejala saluran pernapasan. Hal ini dapat menjadi petunjuk dugaan penyebab AKI berupa adanya suatu infeksi di awal yang kemudian mengalami komplikasi AKI.

Proses infeksi yang terjadi melibatkan mekanisme imunologi yang bervariasi dan kompleks, tergantung pada mikroorganisme (agent) penyebabnya maupun genetik dari pejamu (host) serta lingkungan.

Menurut Murti, kemiripan lainnya dari profil kasus-kasus yang dilaporkan adalah ditemukannya antibodi SARS-CoV-2 positif pada mayoritas pasien yang belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 sebelumnya dan tidak pernah diketahui mengalami infeksi COVID-19 baik bergejala ringan atau tidak bergejala.

Oleh karena itu, selain patogen umum yang telah diketahui memiliki tropisme di ginjal, diduga kemungkinan mengenai infeksi SARSCoV-2 sebagai patogen khusus yang menyebabkan AKI, maupun reaksi hiperinflamasi pasca infeksi SARS-CoV-2 pada pasien anak pasca COVID19 yang dikenal sebagai Multisystem Inflammatory In Children (MIS-C).

Manifestasi klinis COVID-19 terutama adalah demam, batuk dan diare. Meskipun sebagian besar pasien bergejala ringan, sekitar sepertiga pasien mempunyai gejala berat dengan beberapa komplikasi syok septik, Acute Respiratory Distress Syndrome, AKI dan kematian.

AKI terjadi pada sekitar 0,5 – 33,9% penderita COVID-19. Multisystem Infammatory Syndrome (MIS-C) merupakan kejadian yang jarang terjadi setelah COVID-19, insidens nya sekitar 3.16 per 10,000 kasus COVID-19, AKI terjadi sekitar 25-33% pasien MIS-C.

“Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada bulan September tahun 2022, terdapat 74 kasus Acute Kidney Injury Progressive Atypical yang telah dilaporkan, penyakit ini ditemukan sebagian besar pada anak laki-laki dengan usia di bawah 6 tahun tanpa riwayat komorbid, kasus tersebut pola perjalanan penyakitnya tidak seperti AKI yang lazimnya terjadi pada kelompok usia anak di bawah 6 tahun dan progresifitasnya tergolong cepat, sehingga membutuhkan intervensi segera,” kata Murti.

[Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim]

Tag: