Kepergian Ibu dan Ibu Mertua

Cerpen Karya: Efrinaldi

Ada perubahan dalam melepas kepergian ibu dan ibu mertuaku. Perbedaannya adalah kesiapan menghadapinya dan hikmah yang dipetik.

Dua puluh tahun lalu ketika usiaku 40 tahun, ibu berpulang kerahmatullah. Kala itu aku dan keluarga tinggal di perantauan, Kota Bandung. Aku sedang sibuk-sibuknya mengejar karir dan anak-anak masih kecil.

Namun, aku tetap bersyukur bahwa aku sempat membahagiakan ibu dengan pulang kampung ke Payakumbuh bersama istri dan kedua anak mengendarai mobil pribadi, empat tahun sebelum ibu wafat.

Pulang kampung dengan keluarga memakai mobil pribadi adalah simbol kesuksesan. Pencapaian yang membanggakan.

Tapi kematian ibu 22 Februari 2004 merupakan terapi kejutan bagiku. Aku kehilangan tempat bergantung secara emosi. Aku menangis sejadi-jadinya sewaktu ibu meninggal. Untung kesedihan tidak berlarut-larut dan aku kembali sibuk bekerja dan urusan keluarga kecilku. Kehilangan sosok ibu akhirnya terimbangi dengan semakin matangnya diriku.

Ketika aku berusia 60 tahun, aku telah selesai urusan karir dan membesarkan anak. Aku telah empat tahun pensiun. Aku bersyukur bisa hidup serumah dengan ibu mertua sejak pensiun. Aku bersama istri mengabdi pada ibu kami dalam merawatnya di usia tua itu.

Setelah empat tahun bersama, tanggal 17 Desember 2024, Allah memanggil untuk kembali keharibaan-Nya. Beliau kami lepas dengan keikhlasan. Tak banyak air mata dan kami fokus mengantarkan beliau dengan sebaik-baiknya menuju masa alam barzah.

Kematian ibu mertua membawa aku untuk lebih mengutamakan kesiapan menghadapi kehidupan abadi di akhirat.

Aku menyaksikan secara detail hari-hari terakhir kehidupan ibu mertua. Ada masa yang cukup buat beliau menyelesaikan ganjalan yang ada di hati, rongga dada dan kepala. Aku menyaksikan, beliau pulang tanpa beban apa pun lagi. Alhamdulillah!

Semoga ibu dan ibu mertua damai di sisi-Nya di alam sana. Aamin!

Tag: