Cerpen Karya: Efrinaldi
Ketika putriku kanak-kanak, dia kubiarkan berpakaian seperti anak-anak lainnya di masa itu, tidak berhijab. Aku pikir biarlah dia berpakaian yang membuatnya bebas bergerak dan bermain sebagaimana anak-anak lainnya. Ketika menginjak remaja barulah dia berhijab dengan kesadaran sendiri.
Suatu hari aku bersama keluarga jalan-jalan ke Tangerang naik bus. Putrinya bersebelahan dengan anak muda, lelaki yang terlihat sopan. Setelah beberapa lama bus berjalan, aku was-was kalau-kalau putriku disenggol-senggol lelaki itu. Aku membatin, Beginikah menjadi ayah seorang putri yang menginjak remaja?
Sebagai anak remaja, rupanya putriku mengalami perkembangan sebagaimana anak lainnya. Semasa kelas dua SMP, ada pria yang menyukainya. Ketika ditanya, putriku mengaku hanya sebatas teman. Pernah suatu malam dia menangis tersedu-sedu membuat aku kaget. Ketika ditanya, diceritakan kalau pacarnya memutuskan hubungan.
Keterbukaan itu berlanjut setelahnya. Ketika ada lagi pria yang mendekatinya, dia menceritakan padaku. Pernah dia ceritakan kalau ada lelaki yang menarik hatinya. Tetapi kemudian pria itu mengatakan kalau belum siap pacaran. Intuisiku mengatakan kalau anak itu tidak benar.
Ketika dia kelas tiga SMA, teman dekatnya semasa SMP mendekatinya lagi. Anak itu suka datang ke rumah. Aku dan istriku menerimanya dengan baik-baik dan mengajak ngobrol. Sebenarnya aku suka anak ini karena terlihat tenang dan matang. Tetapi rupanya hubungan tidak berlanjut.
Ketika putriku semester empat kuliah, aku duga dia tertarik dengan pria beda agama. Putriku terlihat secara demonstratif memperkenalkan teman prianya ketika aku datang ke kampusnya untuk suatu urusan. Ketika aku tanya, putriku mengatakan kalau dia sekedar teman kuliah. Aku bersyukur, sebab terhindar dari masalah tidak seharusnya ada.
Suatu hari seorang teman memberikan nasehat; “Epi, jangan galak-galak dengan pria yang mendekati anak gadis kita. Biar jodohnya jadi lancar.”
“Iya, aku tidak galak dengan teman lelaki putriku. Bahkan aku terima baik-baik kalau datang ke rumah,” jawabku.
Rupanya putriku menemukan juga lelaki yang benar-benar cocok. Ketika lelaki itu datang pertama kali terlihat cukup matang kepribadiannya. Setelah diselidiki ternyata dia adalah pengurus masjid kampus bersama putriku.
Aku mengatakan pada putriku kalau aku suka dengan anak itu. Hubungan itu bertahan sampai menjelang wisuda sarjana mereka. Mereka memberitahu kami-kami, orang tua mereka masing-masing, kalau mereka serius untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Saat wisuda, kedua keluarga saling berkenalan.
Tiga bulan bekerja, putriku berhenti bekerja dengan kesepakatan mereka berdua. Mereka berencana segera menikah dan tinggal di Tangerang. Melihat perkembangan itu, aku dan istriku merestui hubungan mereka dan segera mempercepat acara pernikahan. Tiga bulan kemudian putriku menikah dengan pria idamannya itu dengan pesta yang cukup meriah di Kota Bandung.@
Tag: Cerpen