Kisah Leginem, Wanita Veteran Perang Konfrontasi RI-Malaysia di Nunukan

Leginem, wanita satu-satunya wanita veteran perang konfrontasi RI-Malaysia, mengaku di usianya 76 tahun sehat karena menjaga pola makan dan menerapkan pola hidup sehat. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Sejarah perang konfrontasi Indonesia – Malaysia tahun 1963 di perbatasan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, masih membekas diingatan Leginem wanita tua kelahiran 76 tahun silam ini.

Legimen menjadi satu-satunya wanita diantara puluhan pasukan sukarelawan yang mendapatkan piagam tanda kehormatan Menteri Pertahanan RI atas jasa-jasanya membela kemerdekataan RI di perang konfrontasi

“Saya lahir di Tarakan tahun 1946, lalu pindah ke Nunukan masuk pasukan sukarelawan bertugas sebagai tenaga medis atau perawat,” kata Leginem ketika ditemui Niaga.Asia.com dirumahnya jalan Pasar Baru, Kecamatan Nunukan, Kamis (10/11/2022).

Keberanian Leginem di garis depan bersama pasukan dari satuan KOO TNI Angkatan Laut (AL) yang kini bernama Marinir menjadi satu kebanggaan bagi keluarganya. Kini Leginem, akhirnya mendapatkan sertifikat pengakuan veteran perang.

Ketika perang konfrontasi berlangsung, Leginem yang hanya mengenyam pendidikan kelas III Sekolah Rakyat (SR) di masa itu nekat bergabung dengan pasukan TNI AL tanpa berpikir nyawa taruhannya.

“Pasukan ketembak saya yang urus, kebetulan suami saya dulunya sukarelawan juga, beliau yang mengajak masuk ikut berperang,” sebutnya.

Sebenarnya, kata Leginem, dirinya merasa takut melihat darah dan luka-luka tembak, apalagi ketika menjadi sukarelawan di usia 14 tahun tidak mengerti sedikitpun ilmu kesehatan, sedangkan pasukan terluka cukup banyak.

Semangat dan keberanian Leginem semakin tumbuh manakala melihat pasukan-pasukan perang terluka. Dirinya bersama manteri kesehatan bergantian menangani luka-luka dengan peralatan seadanya.

“Biasanya kalau mau ada tembakan meriam dibunyikan alarm, kalau ada yang mati, suami saya pasti bilang kamu beranikah ke sana ambil pasukan terluka,” terangnya.

Leginem masih mengingat tingkat  keberaniannya berlari mendekati lokasi tembak-menembak pasukan perang, sementara sukarelawan lainnya bersembunyi menunggu suara tembakan berhenti.

Karena ulah “nakalnya” itulah, Leginem sering kali kena marah dari pasukan KKO yang mengkhawatirkan keselamatannya. Namun, bukannya patuhi perintah, Leginem malah semakin penasaran melihat langsung kejadian tembak-menembak.

“Kalau lagi tembak-nembak saya suka menonton dekat benteng, nanti pulangnya pungut selongsong bekas peluru. Sering pasukan KKO tanya saya kenapa kesini, mau putus kepala kah,” sebutnya.

Leginem masih mengingat ucapan dari salah seorang pasukan KKO ketika melihat dirinya tiba-tiba muncul di dekat benteng lokasi tembak-menembak hingga tidak jarang diusir menjauh dari benteng perang.

Rendahnya pengetahuan tentang perang dan semangat ingin tahu membuat Leginem tetap nekat berlarian ketika terjadi tembak-menembak. Sikap keras kepala itu pula yang membuat dirinya bertahan di pasukan sukarelawan hingga perang berakhir.

“Namanya anak remaja sukanya nekat ya, ada perang malah berlari melihat menonton tanpa pikir akibatnya,” ujarnya.

Dimasa tuanya kini, Leginem hidup bahagia bersama putra dan putrinya. Berkat pengetahuan medisnya di masa perang itu pula, membuat dirinya tetap sehat karena rutin menjaga pola makan dan hidup sehat.

“Tiap bulan masih terima uang pensiun veteran dan saya satu-satunya veteran wanita di Nunukan,” bebernya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: