Kompolnas Dukung Bantuan CSI Dalam Penyidikan Edy Mulyadi

Tangkapan layar Youtube Edy Muliadi.

JAKARTA.NIAGA.ASIADukungan kepada Polri untuk menuntaskan kasus hukum ujaran kebencian pegiat media sosial Edy Mulyadi mengalir deras.

Komisi Kepolisian Nasional, lewat komisionernya Poengky Indarti mengatakan, mendukung penyidikan terhadap saudara EM atas dugaan ujaran kebencian pembangunan Ibu Kota Negara dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel dengan bantuan scientific crime investigation.

Metode scientific crime investigation (CSI). CSI adalah perangkat metode pendekatan penyidikan menggunakan berbagai ilmu pengetahuan modern untuk mengungkap kejahatan. Polri sudah lama menerapkan metode standar yang dipakai seluruh kepolisian di dunia ini. Metode ini berdasar alat bukti di lapangan atau TKP untuk menelusuri jejak sampai kepada pelaku.

Ada adigium yang dipegang teguh penyidik, “Kejahatan pasti meninggalkan jejak,” tinggal kejelian para detektif menelusuri jejak tersebut sampai pada akhirnya mampu menangkap si pelaku kejahatan.

Dalam kasus besar seperti peledakan bom Bali 2001 misalnya, di TKP ada sejumlah polisi berpakaian sipil dengan rompi Puslabfor, mengayak pasir di lubang ground zero atau pusat ledakan.

Awalnya terasa aneh, apa yang sedang dicari para polisi itu? Belakangan diketahui mereka adalah para ahli balistik (ledakan), ahli teknik metalurgi dll, yang mencari barang bukti utama di pusat ledakan.

Polisi berompi ini, sangat terlatih, pendidikan mereka sampai jauh di Belfast Irlandia, tempat dulu banyak ledakan Bom oleh pasukan IRA yang menentang Inggris. Hasilnya, nomor rangka bom mobil yang ditemukan di area ledakan Padys Cafe sampailah pada pemilknya Amrozi Cs.

Lantas bagaimana Polri mengungkap “ledakan” oleh EM yang ramai di media sosial dapat diungkap? Juru Bicara Mabes Polri Brigjen. Pol. Dr. Ahmad Ramadhan,  menyebutkan ada proses sebelum penetapan status EM dari saksi sebagai tersangka.

Ada pemeriksaan 55 orang saksi dan pemeriksaan ahli. Para ahli ini pun tidak main-main, ada ahli bahasa, ahli antropologi, dan sudah tentu ahli teknologi informasi dan analis media sosial.

“Dalam kasus seperti EM, peran ahli sangat penting. Merekalah yang menguji, apakah bahasa yang digunakan EM masuk delik hukum, bagaimana reaksi atas ujaran EM bisa memantik emosi bisa diukur oleh antroplog, penyebaran via saluran elektronik di uji oleh ahli IT dan analis media sosial,” katanya.

Pendapat para ahli inilah, yang hasil pengujiannya dapat di dilakukan secara silang dengan ahli yang juga bisa didatangkan oleh nantinya terdakwa di pengadilan. Cross examination akan berlangsung secara terbuka di muka sidang pengadilan.

Pernyataan, tersangka Edy Mulyadi, seperti yang dia sampaikan, bahwa kasus ini politis karena ada yang tersinggung atas kritikan-kritikannya kepada pemerintah, semua akan terjawab di depan pengadilan.

Basis Polri membawa kasus hukum ke sidang pengadilan adalah resultante dari rangkaian penyidikan polisi berdasar berbagai pendekatan ilmu atau multi disipliner. Hukum, bukan perkara suka atau tidak suka kepada seseorang.

Sumber : Tribratanewspolri | Editor : Intoniswan

Tag: