Korupsi Solar Cell Rp53,6 Miliar, Ini Kesaksian Pegawai Honorer DPMPTSP Kutim

Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Tipikor Pengadaan Solar Cell di DPMPTSP Kutim, Arga Indra dan Yuda dari Kejaksaan Negeri Sangatta. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pengadaan solar cell untuk penerangan bagi masyarakat di Kutai Timur (Kutim) tahun 2020 bisa menjadi perkara tindak pidana korupsi terbesar di Kaltim, karena dalam satu kegiatan, kerugian negara dalam kegiatan ini, menurut jaksa penuntut umum, lebih kurang Rp53,6 miliar.

Kegiatan atau proyek yang tak jelas asal usulnya ini sudah memasuki sidang yang ke-3, jumlah saksi yang sudah didengar keterangannya di Pengadilan Tipikor Samarinda, sudah belasan orang, dan masih tersisa sekitar 20-an saksi lagi.

Heri Abdullah, pegawai honorer (TK2D) di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kutai Timur yang dihadirkan JPU Arga Indra dan Yuda dari Kejaksaan Negeri Sangatta bersaksi di Pengadilan Tipikor Samarinda, Selasa (30/08/2022) mengaku, proyek pengadaan solar cell memakai 200 perusahaan di Kutai Timur sejenis CV.

“Saya sendiri membawa 4 CV untuk mengerjakan 4 paket pengadaan solar cell,” kata Heri yang bersaksi untuk terdakwa Panji Asmara, Kepala Sub Bagian Perencanaan Program Badan Pendapatan Daerah Kutim,  Abdullah, anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada DPMPTSP Kutim, Herru Sugonggo alias Herru, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Pengadaan Solar Cell di DPMPTSP Kutim, dan’ M. Zohan Wahyudi  selaku Direktur PT. Bintang Bersaudara Energi.

Pemeriksaan saksi dilakukan dalam sidang PN Tipikor Samarinda dengan majelis hakim yang diketuai  Hindaryanto dengan hakim anggota Suprapto dan Nugrahini Meinastiti. Sidang juga dihadiri penasehat hukum keempat terdakwa, masing-masing Andi Asran, Benny Beda, Ricky Rifandy, dan Kasim.

Heri yang sehari-hari bertugas meng-input kegiatan di DPMPTSP Kutim, dalam kesaksiannya menyebut nama-nama yang berperan dalam kegiatan pengadaan solar cell, yaitu Sadaruddin, Sadam, Risma, dan Firdaus, serta mantan Sekda Kutim, Irawansyah.

Empat pegawai negeri sipil dan satu pegawai honorer DPMPTSP Kutim bersaksi dalam perkara Tipikor Pengadaan Solar Cell di DPMPTSP Kutim di Pengadalian Tipikor Samarinda, Selasa (30/08/2022). (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

“Saya pernah sekali mengantar flashdisk berisi data pengadaan solar cell ke rumah Sekda,” kata Heri.

Disebutkan,  proyek puluhan miliar itu dikerjakan oleh sekitar 200 perusahaan (CV). Penggumpul CV untuk dipakai namanya adalah Sadaruddin. Setiap CV yang dipinjam dikasih fee Rp4 juta.

Pemilik CV yang dipinjam namanya, selain menyerahkan dokumen perusahaan juga diminta menyerahkan cek kosong tapi sudah ditandatangani direkturnya.

“Uang fee diserahkan Risma, juga pegawai di DPMPTSP,” lanjutnya.

Menurut Heri, anggaran tiap paket pengadaan solar cell dialokasikan Rp200 juta. Sebanyak 9 juta diperuntukkan bagi administrasi proyek, termasuk honorer bagi pembuat kontrak. Dengan demikian untuk pengadaan solar cell tinggal Rp191 juta. Satu perusahaan yang dipinjam namanya ada yang mengerjakan di dua zona berbeda.

“Untuk pelaksanaan pekerja di lapangan, saya sendiri tidak tahu persis apakah selesai 100 persen atau tidak,” katanya.

Diterangkan pula, dari dokumen proyek yang diterimanya dari Firdaus, pegawai Bappeda Kutim, sudah ada yang ditandai, ada dengan tanda (pj) yang artinya Panji dan ada pula dengan tanda 06, yang maksudnya sekda saat itu.

Heri juga menyebut, nilai pekerjaan dari 4 CV yang dibawanya untuk mengerjakan pengadaan solar cell, seluruhnya sekitar Rp700-an juta. Sedangkan fee yang diterimanya ada Rp16 juta.

“Belum, belum ada saya mengembalikan ke kas daerah atas dana proyek yang cair ke 4 perusahaan yang saya bawa,” ungkapnya.

Menurut Heri, karena dirinya pegawai honorer, tidak ada larangan untuk punya perusahaan dan mengambil pekerjaan di DPMPTSP.

“Larangan tak boleh menjadi direktur perusahaan berlaku untuk pengawai negeri,” pungkasnya.

Sebelumnya, Rofiah dalam kesaksiannya mengatakan, kegiatan perjalanan dinas, monitoring, dan survei ke Bandung terkait kegiatan pengadaan solar cell, diperolehnya dari Syahrani.

“Tugas saya hanya hanya membuat surat perintah tugas melakukan perjalanan dinas, kemudian meng-SPJ-kan, serta me-visum SPPD di daerah tujuan,” ujarnya.

Penulis : Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: