Menengok Geliat Ekonomi Nelayan di Muara Wis di Masa Pandemi COVID-19

Camat Muara Wis Arianto saat melakukan pengawasan perikanan di Danau Melintang (Foto : istimewa)

MUARA WIS.NIAGA.ASIA – Pandemi Covid-19 berjalan hampir 1,5 tahun terakhir ini. Namun geliat ekonomi nelayan di Muara Wis, Kutai Kartanegara, nyaris tidak berdampak signifikan. Apalagi saat ini sedang berlangsung musim panen ikan air tawar.

Kecamatan Muara Wis berjarak sekitar 326 kilometer dari Tenggarong, sebagai pusat pemerintahan kabupaten Kutai Kartanegara. Muara Wis kini berpenduduk sekitar 10 ribu jiwa yang tersebar di 7 desa.

Sektor pertanian dan perikanan, jadi urat nadi ekonomi masyarakat setempat. Terlebih lagi saat ini sedang berlangsung musim panen ikan air tawar.

“Untuk kegiatan ekonomi (di masa pandemi Covid-19) belum begitu berpengaruh ke masyarakat ya. Kegiatan arus keluar masuk barang pun masih lancar, belum perketat,” kata Camat Muara Wis, Arianto, dalam perbincangan bersama Niaga Asia, belum lama ini.

Arianto mengungkapkan, hasil pertanian pun tetap normal. “Sektor perikanan kita masih dikirim ke luar. Dari pelaku nelayan, hasil perikanan dikirim dan dijual ke (kecamatan) Kota Bangun, bahkan sampai ke Samarinda. Karena sekarang lagi musim ikan,” ujar Arianto.

Sederetan jenis ikan dari perairan di Muara Wis baik dari danau maupun air tawar di perairan Muara Wis di antaranya Repang, Biawan, hingga ikan Haruan (gabus).

“Ikan patin juga nelayan mulai dapat banyak dan banyak permintaan. Termasuk ikan nila. Nila ini kan ada dua jenis seperti dari kolam alami, atau non keramba. Itu yang jadi komoditi masyarakat Muara Wis saat ini,” terang Arianto.

Diungkapkan Arianto, giat ekonomi masyarakat di musim ikan saat ini sangat membantu masyarakat utamanya masyarakat nelayan. “Penghasilan lumayan. Ibaratnya, mereka setiap tahun musim panen. Khususnya ikan,” sebut Arianto.

Camat Arianto meminta masyarakat nelayan hanya menggunakan alat tangkap ramah lingkungan untuk kelestarian perikanan (Foto : istimewa)

Namun demikian, di tengah musim panen ikan di Muara Wis bukan tanpa masalah meski tidak krusial. “Misalnya, ada kegiaran sebagian kecil masyarakat tidak ramah lingkungan. Misal menggunakan seterum, sawaran dan pegongan,” terang Arianto lagi.

Lantas, apa itu alat tangkap tradisional seperti sawaran dan pegongan?

“Itu adalah alat tangkap seperti memonopoli, bentuknya membatasi gerak ikan dengan jangkauan luas. Ikan yang ditangkap semua jenis ukuran kecil sampai besar. Ikan kecil tertangkap lalu dibuang. Itu tidak ramah lingkungan,” jelas Arianto.

Dengan demikian, lanjut Arianto, tidak sedikit pula nelayan lain tidak kebagian hasil ikan di perairan. Sebab memang, tidak dipungkiri ada saja masyarakat yang ingin praktis dan mendapatkan ikan dengan cepat dan dalam jumlah banyak.

“Ini sebenarnya jadi masalah. Kita pernah kemarin lakukan razia sekali. Mudah-mudahan masyarakat paham. Karena tujuan pemerintah melestarikan kelestarian perikanan kita,” ungkap Arianto.

“Kalau mau melakukan kegiatan perikanan, gunakanlah alat-alat tangkap ramah lingkungan. Itu terus kami edukasi. Memang, SDM (Sumber Daya Manusia) kurang dari aparatur untuk memantau kegiatan masyarakat, akhirnya masih ada masyarakat yang begitu (menggunakan alat tangkap ikan tidak ramah lingkungan),” terang Arianto.

Arianto berharap, masyarakat sadar karena upaya pemerintah lewat edukasi justru untuk kepentingan masyarakat sendiri. “Supaya potensi perikanan ini bisa terus berkelanjutan,” demikian Arianto. (adv)

Penulis : Saud Rosadi | Editor : Saud Rosadi

Tag: