Cerpen Karya: Efrinaldi

Sejak pagi mobil angkutan banyak ke kampungku. Mengangkut orang-orang ke kota Payakumbuh. Hari itu ada acara pacuan kuda di Kubu Gadang Payakumbuh. Mobil angkutan dari kabupaten lain juga beroperasi ke Kabupaten Lima Puluh Kota. Klakson mobil terdengar sepanjang jalan kampung. Ada juga klakson berupa melodi, indah terdengar.
Aku, kakak dan ayah berangkat ke Payakumbuh. Kami menuju ujung jalan. Sesampai di ujung jalan, bertemu jalan raya Mungka-Payakumbuh. Banyak orang di setiap simpang jalan. Berpakaian bagus tidak seperti biasanya. Mereka sama-sama mau menonton pacuan kuda.
Bus Bahagia datang dari arah Barat. Ayahku menyetop bus. Ayahku tidak bertanya ke mana tujuan bus. Pastilah semua mobil angkutan menuju Payakumbuh hari ini. Sehari-hari Bus Bahagia bertrayek Mudiak Payakumbuh-Padang. Namun hari itu tidak ada orang menuju Padang, semua akan tumplek ke Payakumbuh. Bahkan orang dari Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar ke Payakumbuh saja hari itu.
Sampailah di lapangan pacuan kuda Kubu Gadang. Kami antri membeli karcis masuk arena pacuan kuda. Beruntung kami dapat duduk di balkon. Pemandangan menjadi lapang untuk menyaksikan pacuan kuda. Acara mulai dibuka oleh Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota. Serombongan orang berkuda kemudian mengarak piala yang akan diperebutkan hari itu oleh kuda-kuda bersama joki andalan. Riuh sorak penonton.
Pacuan dimulai. Lima kuda berlomba di babak pertama ini. Di putaran pertama, kuda berpacu hampir bersamaan. Di putaran kedua, mulai ada perbedaan jarak antara satu kuda dan kuda lainnya. Kuda berwarna merah semut terlihat di depan, diikuti kuda putih. Pekik penonton menggema di Kubu Gadang. Di putaran ketiga, kuda putih menyalip kuda merah semut. Kembali pecah pekik penonton. Di putaran akhir, kuda merah semut menang, mencapai garis finish paling dulu.
Usai babak pertama. Pedagang asongan sibuk menawarkan dagangannya pada penonton. Aku melirik es cendol yang yang dibawa pedagang dekat kami. Ayah menawarkan cendol pada aku dan kakak.
“Kalian mau cendol?”
“Iya, Ayah!”
Ayah membeli tiga kantong plastik es cendol, untukku, kakak dan ayah. Babak demi babak berlalu. Akhirnya tibalah pacuan terakhir perebutan juara diikuti juara-juara di babak penyisihan. Kuda merah semut menjadi juara. Piala diarak berkeliling arena pacuan kuda.
Usai sudah pacuan kuda. Ayah mengajak kami makan di restoran. Terhidang sejumlah masakan lezat di meja kami. Ada gajeboh, dendeng, rendang, ayam goreng, kuah ikan mas, dan sayur daun singkong rebus. Aku makan dendeng. Sementara kakak makan gajeboh. Ayah makan ikan mas kuah.
Usai makan petugas restoran mencatat makanan yang kami makan di atas kertas. Terlihat matanya memperhatikan makanan yang ada di meja dan mencatat semua yang kami makan. Petugas rumah makan memberikan secarik kertas pada ayah. Ayah memeriksanya. Sebentar saja ayah memeriksa dan terlihat tidak ada kekeliruan. Kami meninggalkan restoran setelah ayah membayar makan kami.
Kami menuju pasar di belakang toko Hizra. Ayah menawarkan makanan apa yang akan dibawa pulang. Aku tidak meminta apa-apa, juga kakakku. Ayah akhirnya membeli dua kantong botiah dan sekantong gelamai. Kami pun pulang menumpangi lagi Bus Bahagia.
Tag: Cerpen