Menulis Cerita Rakyat Itu, Gampang tapi Sulit

Buku kumpulan cerita rakyat dari Berau ‘Meriam Pijitan dan Meriam Sumbing’ yang disusun Saprudin Ithur (Foto: niaga.asiaHamdani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Di Kalimantan Timur itu banyak sekali cerita rakyat yang tumbuh dan berkembang di masyarakat sebagai tutur lisan dari tiga pilar budaya Kaltim yakni pesisir, keraton dan pedalaman.

Sebagai misal, di masyarakat ada cerita rakyat ‘Lubang Undan‘ dari masyarakat Dayak, ‘Legenda Putri Petung‘ dari pilar budaya keraton Kerajaan Sadurengas Paser, dan dari masyarakat pesisir ‘Legenda Gunung Lipan‘ dan ‘Lamin Talungsur‘ dari Berau.

Cerita-cerita yang disebut itu berasal dari tuturan turun temurun yang sumber pembuat cerita awalnya tidak diketahui, anonim. Sehingga ada penulis yang mengklaim sebagai karyanya. Padahal si penulis tersebut hanya menyadur dan penyusun dari tutur lisan yang ada.

Seharusnya si penulis mencantumkan bahwa cerita rakyat yang dibuatnya sebagai saduran atau bersumber dari tutur lisan asal daerah cerita itu.

Penulis cerita rakyat memang terbilang sedikit, padahal materi cerita rakyat dari tutur lisan yang berupa legenda, hikayat, mythe atau dongeng di daerah ini cukup banyak.

Disadari memang, penulis cerita rakyat itu gampang, tapi sulit. Gampang, karena banyak materi yang tersedia. Sulitnya adalah kemampuan si penulis dalam mengolah cerita rakyat dari tutur lisan menjadi tulisan. Terutama dalam literasi menulis cerita rakyat.

Dalam teknik menulis cerita rakyat ada beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki si penulis, yakni:

• Kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar dalam tulisan. Kalau menggunakan bahasa daerah si penulis harus menguasai penempatan tanda baca dalam tulisannya.
Di samping itu si penulis memiliki kekayaan kosa kata, sehingga kalimat dalam tulisan tidak monoton;
• Mempunyai pengetahuan budaya asal tutur lisan yang akan ditulisnya;
• Sebelum proses penulisan, si penulis harus menggali sumber tutur lisan itu dari para sumber yang terdiri dari para tokoh adat setempat, secara lisan maupun kepustakaan;
• Manakala tidak menemukan bahan tertulis, si penulis harus merekam dari narasumber secara langsung;
• Menggunakan bahasa tulisan yang sederhana dan dapat dimengerti segala lapisan masyarakat. Mengingat pangsa cerita rakyat sebagian besar anak usia TK dan SD. Alur cerita dibuat ringkas dan padat;
• Menghindari bahasa tulisan yang melanggar norma agama dan SARA, kekerasan dan pornografi;
• Harus mencantumkan sumber cerita rakyat itu;
• Si penulis tidak boleh menuliskan cerita rakyat sebagai karyanya. Si penulis hanya berperan sebagai pengolahan ulang bahan cerita dan dicantumkan dirinya hanya sebagai penyusun.

Tidak kalah pentingnya dalam proses penulisan cerita rakyat ini adalah bakat, kekayaan bathin dan kekayaan literasi serta proses latihan yang intensif.

Penulis : Hamdani | Editor : Intoniswan

 

Tag: