Mitra Dagang Utama Indonesia Mulai Bergeser dari China ke India, AS dan Filipina

Ilustrasi ekspor CPO di Pelabuhan Dumai (Foto: ANTARA/HO-Pelindo 1).

BANDUNG.NIAGA.ASIA – Mitra  dagang  utama  Indonesia  sudah  mulai bergeser. Pada   periode   Januari–Oktober   2023,   India   menjadi   mitra   dagang utama   Indonesia   yang mencatatkan surplus perdagangan nonmigas terbesar mencapai USD 11,54 miliar, disusul Amerika Serikat  dan  Filipina.

“Sementara  produk  utama  penyumbang  surplus  terbesar  adalah  bahan  bakar mineral, CPO, serta besi dan baja,” ungkap Plh.  Kepala  Badan  Kebijakan  Perdagangan  (BKPerdag)  Didi  Sumedi saat membuka  Gambir  Trade  Talk  (GTT)  #12  yang  digelar  secara  hibrida  di  Hotel  Aryaduta,  Bandung, Jawa  Barat  pada  hari  ini,  Kamis  (22/11).  GTT  #12  mengangkat tema “OutlookPerdagangan  Luar Negeri Indonesia Tahun 2024“.

Hadir  dalam  GTT  #12  Kepala  Dinas  Perindustrian  dan  Perdagangan  Provinsi  Jawa  Barat  Noneng Komara  Nengsih,  Komite  Perjanjian  Perdagangan  Internasional  Asosiasi  Pengusaha  Indonesia (APINDO)  Mufti  Hamka,  Direktur  Eksekutif  CORE  Indonesia  Mohammad  Faisal,  Co-Founder  Next Policy Fithra Faisal Hastiadi. Bertindak sebagai moderator ialah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Harlan Dimas Isjwara.

Kementerian Perdagangan mencatat, neraca perdagangan Indonesia juga tetap mempertahankan tren  surplus  sejak  Mei  2020  atau  selama  42  bulan  berturut-turut.  Pada  Januari–Oktober  2023, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus sebesar USD 31,22 miliar.

Meskipun  masih  mengalami  surplus,  imbuh  Didi,  kinerja  perdagangan  luar  negeri  Indonesia mengalami penurunan pada 2023. Pada periode Januari–Oktober 2023, ekspor Indonesia sebesar USD 214,41 miliar atau turun 12,15 persen dibandingkan Januari–Oktober 2022 (YoY).

“Penyebab   penurunan   kinerja   ekspor   Indonesia   antara   lain   dikarenakan   penurunan   harga beberapa   komoditas   dunia   yang   merupakan   produk   utama   ekspor   Indonesia   serta   adanya penurunan  permintaan  di  negara  mitra  dagang  utama  Indonesia.  Namun   demikian,  ekspor Indonesiasecara volume masih mengalami peningkatan,“ jelas Didi.

Harga komoditas non-energi dunia mencapai angka tertinggi pada April 2022 dan terus mengalami penurunan hingga Oktober 2023 dengan tren penurunan rata-rata 1 persen per bulan.  Beberapa komoditas  yangmengalami  tren  penurunan  harga  antara  lain  batu bara,  CPO,  karet,  aluminium, bijih besi, dan nikel.

Menurut Didi, adapun   permintaan   impor   dari   mitra   dagang   utama   seperti   RRT,   Jepang,   India,   Vietnam, Singapura, dan Korea Selatan juga mengalami penurunan pada periode Januari–Oktober 2023 ini.

,  Co-Founder  Next Policy Fithra Faisal Hastiadi dalam  paparannya mengungkap, turunnya surplus  perdagangan  berpotensi  memperlambat pertumbuhan  ekonomi dan mengendalikan  inflasi  dalam  suatu  negara  amatlah krusial,   khususnya   di   sektor   pangan.

“Saya mengapresiasi   kebijakan   pemerintah   yang memoratorium ekspor beberapa input produksi,” ucapnya.

Kunci sukses

Adapun  Mufti  Hamka menjabarkan  sejumlah  strategi  sukses  dalam  perdagangan  luar  negeri. Pertama,   mengatasi   tantangan   dengan   mendiversifikasi   pasar,   mengadaptasi   regulasi,   serta melakukan inovasi produk dan layanan.

Kedua, memanfaatkan peluang. Ketiga menyusun strategi peningkatan kinerja perdagangan. Keempat,  mengembangkan  SDM.  Kelima,  merespons  tren  global,  seperti  tren  berkelanjutan  dan ramah  lingkungan  serta  mengadopsi  teknologi  atau  digitalisasi. Dan  keenam,  mengelola  risiko dengan cermat.

Sementara  itu,  Mohammad  Faisal  merespons  kebijakan  dengan  beberapa  catatan.  Menurutnya, Indonesia harus memperkuat upaya diversifikasi tujuan ekspor dan asal impor serta menciptakan terobosan kebijakan terkait peningkatan proteksi negara-negara mitra.

Faisal  juga  merekomendasikan  pemerintah  untuk  menciptakan  bauran  kebijakan  untuk  menjaga konsumsi  domestik,  seperti  menjaga  inflasi  pangan,  menciptakan  lapangan  kerja,  pemberian insentif   bagi Usaha Mikro, Kecil,   dan Menengah   (UMKM),   serta   mengoptimalisasi   program perlindungan sosial.

“Penting perlunya percepatan pertumbuhan ekspor jasa,” katanya.

GTT #12 diharapkan dapat menjadi forum curah pikiran (brainstorming)terkait gambaran peluang dan  tantangan  perdagangan  global  dan  nasional  pada  2024,  termasuk  mendapatkan  masukan gagasan  mengenai  langkah-langkah  antisipasi  yang  perlu  dilakukan.

Masukan  narasumber  dan peserta  akan  memperkaya  opsi-opsi  kebijakan  dalam  rangka  membantu  pemerintah,  khususnya Menteri Perdagangan. GTT #12 “OutlookPerdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2024” dihadiri 250 peserta  yang terdiri  atas  kementerian/lembaga,  pelaku  usaha,  danakademisi.

Siaran  GTT#12 dapat  disaksikan ulang di tautan https://www.youtube.com/watch?v=AQemGxXwp34

Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan | Editor: Intoniswan

Tag: