Perang Rusia – Ukraina Menyeret Indonesia ke Dalam Masalah

Pemandangan menunjukkan sebuah bangunan tempat tinggal di mana menurut penduduk setempat rusak akibat penembakan baru-baru ini, di Mariupol, Ukraina 26 Februari 2022. (REUTERS/Nikolay Ryabchenko)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Jarak antara Jakarta, Indonesia dengan Moskow, Rusia lebih kurang 9.307 kilometer, apabila ditempuh menggunakan pesawat terbang dengan kecepatan 500 km/jam, perlu waktu 18 jam 36 menit. Sedangkan jarak antara Jakarta-Kyiv, ibu kota negara Ukraina 9.580 kilometer, atau hanya berselisih 273 kilometer.

Dalam keseharian, hubungan budaya antara penduduk Indonesia dengan Ukraina maupun Rusia, tidak begitu kuat. Tapi dalam hubungan dagang, dalam lima tahun terakhir, transaksi perdagangan Indonesia dengan Rusia dan Ukraina, cukup besar. Selain itu, persenjataan TNI, juga ada yang diimpor dari Rusia, misalnya jet tempur Sukhoi dan tank.

Volume perdagangan antara Indonesia dengan Rusia yang cukup besar dan posisi Indonesia surplus, juga membuat pemerintah Indonesia “ewuh pakewuh” menyikapi serangan Rusia ke Ukraina. Bahkan dalam pernyataan sikap resmi pemerintah melalui Menlu Reto Marsudi, tidak ada disebut-sebut negara Rusia maupun kata invasi. Begitu pula di forum PBB, Indonesia hanya membahas kondisi Ukraina saat ini, tanpa menyebut=nyebut Rusia sebagai penyebabnya.

Sanksi ekonomi yang dikenakan Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa barat, terhadap Rusia, juga akan menyeret ekonomi Indonesia ke dalam masalah. Sebab,  Amerika Serikat, juga menjatuhkan sanksi perusahaan dari negara manapun apabila melakukan transaksi dengan perusahaan di Rusia.

Sedangkan, hubungan dagang antara Indonesia dengan Ukraina, sebetulnya baik-baik saja, tapi menjadi tidak jalan, karena Ukraina sekarang ini sedang diserang militer Rusia dan perusahaan-perusahaan di Ukraina menghentikan proses produksi.

Apabila perang Rusia-Ukraina berkepanjangan, komoditi Indonesia yang tidak bisa diekspor ke Rusia adalah  lemak dan minyak hewan, karet, hingga barang dari karet.  Sementara komoditi ekspor ke Uraina yang terhambat yaitu  lemak dan minyak hewan, alas kaki, kertas dan barang sejenisnya, kakao dan olahannya, dan barang-barang lainnya.

Kemudian, barang yang diperlukan di Indonesia, tapi tidak bisa masuk ke Indonesia, dari Rusia adalah  berupa ingot besi baja (bahan baku baja), pupuk buatan pabrik, ada batubara (tidak diglomorasi),  besi kasar, besi cor, dan besi beton, serta bahan mineral lainnya.

Sedangkan komoditi dari Ukraina yang tak bisa diimpor Indonesia, yaitu  gandum dan mesin,  ingot besi baja, komoditas lainnya, dan jagung.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia ke Rusia mencapai US$176,5 juta atau setara Rp2,52 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS) per Januari 2022. Angka tersebut tumbuh hingga 58,69 persen dibandingkan nilai ekspor per Desember 2021 yang hanya US$111,2 juta.

“Nilai ekspor Indonesia ke Rusia periode Januari 2022 juga jauh lebih tinggi dibandingkan Januari 2021 yang naik 60,29 persen,” kata Kepala BPS, Margo Yuwono.

Mayoritas komoditas yang diperdagangkan Indonesia dengan Rusia, antara lain lemak dan minyak hewan, karet, hingga barang dari karet. Untuk lemak dan minyak hewan nilainya mendominasi produk ekspor Tanah Air yang mencapai US$102,4 juta. Sementara karet dan barang dari karet berkontribusi sebesar US$11,1 juta.

“Selain itu, komoditas ekspor lainnya adalah alas kaki dengan nilai US$7,8 juta dan barang-barang lainnya mencapai US$47,9 juta,” katanya.

Di sisi lain, ekspor Indonesia ke Ukraina, BPS mencatat,  pada Januari 2022 justru turun signifikan hingga 83,78 persen dibandingkan Desember 2021. Tercatat, ekspor Indonesia ke Ukraina mencapai US$33,1 juta pada Desember 2021. Namun, nilai ekspor pada Januari 2022 hanya US$5,4 juta.

“Sejumlah komoditas yang diekspor RI ke Ukraina adalah lemak dan minyak hewan sebesar US$933 ribu, alas kaki sebesar US$571 ribu, kertas dan barang sejenisnya US$556 ribu, kakao dan olahannya US$451 ribu, dan barang-barang lain US$2,8 juta,” ungkap Margo.

Impor dari Rusia dan Ukraina

Kemudian, untuk impor dari Rusia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) volume impor barang Indonesia dari Rusia seberat 3,16 juta ton dengan nilai US$ 1,25 miliar atau setara Rp 17,98 triliun (kurs Rp 14.269 per US$) sepanjang 2021.

“Impor terbesar Indonesia dari Rusia berupa ingot besi baja (bahan baku baja) sebesar 486 ribu ton dengan nilai US$ 326, juta sepanjang 2021. Impor terbesar berikutnya adalah pupuk buatan pabrik 974,32 ribu ton dengan nilai US$ 326,03 juta.

Setelahnya ada batubara (tidak diglomorasi) dengan berat 1,21 juta ton senilai US$ 187,66 juta. Besi kasar, besi cor, dan besi beton seberat 143,95 ribu ton dengan US$ 120,31 juta, serta bahan mineral lainnya seberat 126,23 ribu ton senilai US$ 61,08 juta.

“Adapun impor barang lainnya dari Negeri Beruang Merah seberat 218,47 ribu ton dengan nilai US$ 232,08 juta,” ungkap BPS.

Sebagai informasi, impor Indonesia dengan semua negara mitra dagangnya mencapai US$ 196,19 miliar sepanjang tahun lalu. Nilai tersebut tumbuh 38,58% dari tahun sebelumnya hanya US$ 141,57 miliar.

Menurut BPS, Ukraina  adalah salah satu mitra dagang Indonesia di kawasan Eropa. Impor terbesar Indonesia dari  Ukraina adalah komoditas gandum. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai total impor Indonesia dari Ukraina selama periode Januari-November 2021 mencapai US$1,01 miliar.

Volume impor gandum dan meslin pada periode tersebut berjumlah 3,18 juta ton atau 94,37% dari total volume impor. Adapun nilai impor gandum dan meslin ini mencapai US$897,7 juta atau 88,61% dari total nilai impor.

Selanjutnya, barang yang diimpor Indonesia dari negara yang dipimpin oleh Presiden Volodymyr Zelensky ini adalah ingot besi baja seberat 52,38 ribu ton dengan nilai US$25,19 juta. Diikuti komoditas lainnya seberat 38,09 ribu ton dengan nilai US$42,86 juta, serta jagung seberat 27,83 ribu ton senilai US$9,81 juta.

“Ada pula impor besi kasar, besi cor, dan besi beton seberat 18,33 ribu ton dengan nilai US$20,85 juta, serta gandum-ganduman lainnya seberat 0,04 juta ton dengan nilai US$16,64 juta,” kata BPS.

Adapun berdasar data Kementerian Perdagangan, total perdagangan Indonesia dengan Ukraina mencapai US$1,46 miliar pada 2021. Nilai tersebut meningkat 22,83% dari tahun sebelumnya.

Nilai ekspor Indonesia ke Ukraina sepanjang 2021 mencapai US$416,99 juta. Sedangkan nilai impor Indonesia dari negara tersebut mencapai US$1,04 miliar, sehingga neraca perdagangan Indonesia dengan Ukraina mengalami defisit US$623,89 juta pada 2021. Adapun defisit perdagangan Indonesia dengan Ukraina pada 2021 menyempit 15,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan

Tag: