Cerpen Karya: Efrinaldi
HUT Republik Indonesia selalu meriah di Kecamatan Guguak di masa tahun 1970-an. Suatu hari aku diajak ayah menonton pawai di Dangung-dangung.
Kendaraan ayah waktu itu adalah sepeda. Ayah memboncengku di sadel. Ayah mengikat kakiku di rangka sepeda di bawah sadel agar kakiku tidak sampai terjepit jejari roda sepeda sewaktu kami berkendara.
Ada pawai, orang-orang berpakaian berbagai profesi, seperti petani, polisi, tentara, dokter, insinyur, ulama, dan lain-lain. Ini membuka wawasanku tentang adanya profesi yang bermacam-macam. Ada juga pawai sepeda hias. Aku suka menyaksikan drum band. Aku melihat kekompakan tim dan keharmonisan dalam komando stik mayor agar gerakan dan musik sinkron.
Yang paling menarik adalah pawai alegoris. Di barisan terdepan ada orang seperti tokoh Soekarno. Orangnya gagah, tampan, berjas dengan dasi, berpeci, dan berkaca mata hitam. Begitulah sosok Soekarno yang hidup di masyarakat. Soekarno dikelilingi oleh sejumlah istrinya yang cantik-cantik, seperti Bu Inggit Ganarsih dengan pakaian kebaya yang anggun, Bu Fatmawati yang keibuan, dan lain-lain sampai Ratna Sari Dewi dengan pakaian ala wanita Jepang. Di belakangnya diikuti dengan zaman orde baru. Pawai menampilkan bermacam-macam aspek pembangunan seperti kendaraan tempur dan pertanian.
Barisan berikutnya adalah orang berpakain berbagai negara. Ini memberikan kesadaran bahwa ada banyak bangsa di dunia ini. Pawai alegoris mengandung pendidikan, juga hiburan. Aku suka!
*
Malam hari ayahku minta dipijat kakinya. Aku memijatnya dengan rasa enggan karena aku juga lelah.
“Setelah besar nanti kamu mau jadi apa?” ayahku bertanya padaku.
Aku berpikir sejenak. Aku telah melihat ayah menjadi guru, berkebun, memangkas rambut, melihat joki, dan terakhir banyak profesi diperlihatkan di pawai alegoris.
“Bermimplah setinggi langit, Nak!” kata ayah tiba-tiba.
“Aku mau jadi insinyur!” jawabku dengan semangat.
“Bagus!” kata ayah.
Ayah kemudian tertidur. Aku menghentikan pijatan dan kemudian pergi ke kamarku. Pikiranku kembali ke pawai alegoris tadi siang. Deretan pawai yang panjang kembali tergambar dalam benakku. Sosok Soekarno paling membekas dalam benakku. Aku mau seperti Ir. Soekarno! tekadku dalam hati. Aku pun memeluk bantal guling dan membenamkan kepalaku ke bantal yang empuk. Tidurku dihiasi mimpi kanak-kanak yang indah.@
Tag: Cerpen