Pertanggungjawaban Korporasi di KUHP yang Baru

Ilustrasi

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Salah satu hal baru yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yang disahkan DPR RI, 06 Desember lalu adalah tentang Pertanggungjawab Korporasi pada Paragraf 3 dan Pasal 45, 46, 47, 48, 49, dan Pasal 50.

Pada Pasal 45 disebutkan, Korporasi merupakan subjek Tindak Pidana.  Korporasi merupakan subjek Tindak Pidana mencakup badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau yang disamakan dengan itu, serta perkumpulan baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan dengan itu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Kemudian di Pasal 46 dikatakan, Tindak Pidana oleh Korporasi merupakan Tindak Pidana yang dilakukan oleh pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi Korporasi atau orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak untuk dan atas nama Korporasi atau bertindak demi kepentingan Korporasi, dalam lingkup usaha atau kegiatan Korporasi tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

“Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Tindak Pidana oleh Korporasi dapat dilakukan oleh pemberi perintah, pemegang kendali, atau pemilik manfaat Korporasi yang berada di luar struktur organisasi, tetapi dapat mengendalikan Korporasi,” bleid Pasal 47 KUHP ini.

Pasal 48 menjelaskan, Tindak Pidana oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 dapat dipertanggungjawabkan, jika: (a). termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi Korporasi; (b). menguntungkan Korporasi secara melawan hukum; (c). diterima sebagai kebijakan Korporasi; (d). Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana; dan/atau e. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.

Pasal 49 mengatakan, Pertanggungjawaban atas Tindak Pidana oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dikenakan terhadap Korporasi, pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat Korporasi.

Selanjutnya di Pasal 50, KUHP ini menegaskan, Alasan pembenar dan alasan pemaaf yang dapat diajukan oleh pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional, pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat Korporasi dapat juga diajukan oleh Korporasi sepanjang alasan tersebut berhubungan langsung dengan Tindak Pidana yang didakwakan kepada Korporasi.

Dalam KUHP yang akan efektif berlaku 2025 ini di Pasal 56 disebutkan; Dalam pemidanaan terhadap Korporasi wajib dipertimbangkan: (a). tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan; (b). tingkat keterlibatan pengurus yang mempunyai kedudukan fungsional Korporasi dan/atau peran pemberi perintah, pemegang kendali, dan/atau pemilik manfaat Korporasi; (c). lamanya Tindak Pidana yang telah dilakukan; (d). frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi; (e). bentuk kesalahan Tindak Pidana; (f). keterlibatan Pejabat;  (g). nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat;(h). rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan; (i). pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/atau (j). kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: