PR Deputi Pemberdayaan Masyarakat Asal Kaltim di IKN Nusantara

Oleh: DR. Aji Sofyan Effendi, Dosen FEB Universitas Mulawarman

Presiden Jokowi berdiskudi dengan Gubernur Kaltim Isran Noor saat mengunjungi Klaster Pemerintahan (Titik Nol) Ibu Kota Baru, di Kecamatan Sepaku, Kabupaten PPU, Kaltim, Selasa (17/12/2019) siang. (Foto: AGUNG/Humas)

DALAM beberapa hari ini, di jagat media sosial, khususnya di daerah Kalimantan Timur dihangatkan dengan perbincangan dan analisa mengenai lowongan beberapa jabatan di Otorita IKN Nusantara, mulai dari kepala bagian, kepala biro sampai deputi.

Perbincangan tersebut sesuatu yang wajar, karena memang IKN dan lembaga bernama Otorita IKN  barang baru, lengkap dengan harapan-harapan baru masyarakat Kaltim yang selama merdeka merasa lebih banyak memberi ke negara daripada “menerima” atas sumber daya alamnya. Di lembaga Otorita IKN, masyarakat Kaltim ada gengsi, dibandingkan dengan jabatan OPD pada umumnya di pemerintahan daerah.

Dari perbincangan yang rada-rada hangat-hangat kuku, terselip, kalimat; “mana bubuhan urang Kaltim (baca : mana putra/putri Kaltim) karena saat pengumuman terkait dengan lowongan sebelumnya yaitu di kepala Biro, ada beberapa orang Kaltim yang mendaftar walaupun “segelintir”,  ternyata saat pengumuman nominasi juga rasa-rasanya hanya ada satu orang yang masuk nominasi, itupun belum tentu terpilih, masih dalam proses evaluasi berbagai macam tahapan.

Sementara itu, kurang lebih beberapa hari terakhir ini, ada lagi lowongan untuk dua jabatan deputi yaitu Deputi Bidang Sosial, Budaya dan Pemberedayaan Masyarakat dan Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi.

Ada yang menarik dari dua lowongan jabatan ini, yaitu dari persyaratan yang ada tercantum di syarat umum No 4. Isinya Bagi Pelamar Jabatan Deputi Bidang Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Diutamakan Putra/Putri Daerah Kalimantan Timur, sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (4) Perpres 62 tahun 2022, khusnya yang berlabel PNS.

Menarik untuk dibahas masalah jabatan ini, karena saat kita melihat persyaratan di No 13 yaitu minimal IV/C ( Pembina Utama Muda ), dengan memiliki pengalaman jabatan dengan bidang tugas yang terkait  dengan jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat 7 tahun.

Tentunya point ini juga menjadi penentu untuk lulus dan tidak lulus seleksi, mengingat keterbatasan bidang di seluruh OPD yang ada di Propinsi Kalimantan Timur, mencari kompetensi yang seperti diinginkan mengisi jabatan tersebut  jelas tidak gampang, pasti yang mendaftar minimalis jumlahnya dengan total 18 persyaratannya yang dipersyaratkan.

Demi label mencari putra/putri daerah Kaltim sudah tertera dengan jelas, harapan kita tentunya, Kaltim bisa menempatkan “seseorang” dengan segala keterbatasan di IKN. Peluang yang sama juga bisa berasal dari masyarakat Non PNS, tampaknya persyaratannyapun agak sedikit lunak, walaupun juga cukup banyak item yang dipersyaratkan. Harapan kita tentu pelamar dari jalur non PNS ini jauh lebih banyak jumlahnya dan kita mendapatkan seseorang dengan kompentensi yang memadai.

Presiden Jokowi dalam perjalanan menuju ke IKN via jalur laut didampingi Gubernur Kalimantan Timur, H Isran Noor, Selasa (25/10/2022). (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)

Dalam persfektif IKN kedepan sejatinya, kita perlu mendapatkan seseorang tersebut baik melalui jalur PNS maupun Non PNS yang mampu membawa IKN menjadi lebih bermanfaat bukan hanya bagi Kaltim tapi juga bermanfaat bagi Kalimantan pada umumnya, bahkan bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah daerah yang berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) atau di 12 propinsi dan 155 Kabupaten/Kota.

Mengapa daerah KTI ini penting dalam persfektif IKN kedepan, karena filsafat dipindahnya iKN Nusantara ke Kaltim, memang di desain agar kesenjangan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) versus KTI  semakin mengecil.

Kita memahami hari ini bahwa KBI itu identik dengan daerah yang relatif maju dengan infstruktur yang lebih baik, sementara KTI itu identik dengan daerah yang relatif belum maju dengan infrastruktur yang masih tertinggal. Kehadiran IKN di Kaltim ini, c.q. di Kabupaten Panajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara adalah menjawab agar kesenjangan KBI vs KTI itu semakin mengecil. Disinilah pentingnya arti jabatan tinggi di IKN-Nusantara yang saat ini sedang “euphoria”. Kita tidak berharap bahwa pada akhirnya kita mendapatkan pejabat IKN yang hanya pandai di atas kertas, tapi minim eksekusi bagi daerah lain di luar Kaltim, jiwa dan semangat kebangsaan Indonesia harus hadir dalam “ benak sang pejabat otorita IKN”, tidak disibukkan dengan urusan administrasi pangkat dan golongan diatas kertas, tapi lupa substansi sebenarnya dari filsafat hadirnya IKN baru di Kaltim.

Sebagai anak bangsa tentunya kita tidak bangga bahwa IKN ini bagus bagi Kaltim saja, kita tidak bangga bahwa hanya kecamatan Sepaku saja yang akan mengalahkan Jakarta,  tapi  kecamatan Waru, Babulu dan Penajam, tetap tertinggal, terseok-seok dengan pembangunan karena hanya ditunjang APBD di bawah 1 triliun Rupiah, inilah PR (pekerjaan rumah) para deputi IKN sesungguhnya.

Sebagai warga Kaltim, ada beberapa catatan dan pesan saya untuk kepala Otorita IKN, apakah diisi orang dari Kaltim, dari luar Kaltim, dari jalur PNS kah atau Non PNS;

Pertama; Pastikan pelaksanaan pembangunan IKN dari sisi sosial, budaya,  dan pemberdayaan masyarakat  bermanfaat dan mampu mendatangkan kesejahteraan  bukan bagi Kaltim saja tapi juga di seluruh wilayah Kaltim, termasuk bagi kecamatan Waru, Babulu, Penajam dan daerah sekitar Kutai Kartanegara, serta Kalimantan secara keseluruhan. Dari sisi sosial, budaya dan pemberdayaan masyarakat.

Kedua; Pastikan pelaksaan konsep pembangunan IKN bermanfaat dan mampu mendatangkan kesejahteraan bagi saudara-saudara kita yang bermukim di KTI, baik dari sisi sosial, budaya, dan pemberdayaan masyarakat.

Ketiga; Pastikan pejabat di Otorita IKN memiliki konsep bahwa dengan pembangunan IKN kesenjangan KBI dengan KTI semakin mengecil.

Keempat; Pastikan bahwa dari kepala biro sampai para deputi yang terpilih nantinya memiliki konsep, road map, dan milestone point 1 sampai 3 tersebut diatas, agar puzzle yang masih terpecah-pecah tersebut akan menyatu bahwa IKN Nusantara ini pada akhirnya memang “menyatukan keindonesiaan kita” ditengah perbedaan sosial, budaya dari sabang sampai Merauke.

Pemberdayaan Masyarat PPU dan Kukar

PR bagi Deputi Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat, tentunya sudah ada Juklak dan Juknisnya, baik yang tercantum dalam Perpres IKN, Buku Rencana Induk maupun UU IKN, secara khusus 2 lokasi IKN yaitu PPU (Penajam Paser Utara) dan Kutai Kartanegara (Kukar) adalah; “lokasi penerapan program pemberdayaan masyarakat”.

Di sekitar IKN terdapat 30 desa yang berada dalam wilayah PPU dan hampir 200 desa dalam wilayah Kukar. Deputi Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat wajib mengenali dan memahami kondisi dan karakter masyarakat di 230 desa tersebut.

Presiden Jokowi bersama Ketua DPR Puan Maharani serta sejumlah pemred dan pejabat meninjau Kawasan IKN, di Penajam Paser Utara, Kaltim, Rabu 22 Juni 2022. (Foto: Humas Setkab/Rahmat)

Deputi Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakatdi otorita IKN jangan sampai atau bahkan  gagap dengan tipikal desa-desa di sekitar IKN ini dengan segala permasalahannya. Perlu dipahami bahwa desa-desa dilindungi  UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Otorita IKN perlu memperkuat program-program bagi desa-desa di sekitra IKN. Sinergitas UU IKN dan UU Desa menjadi penting dan strategis apabila menginginkan pemberdayaan masyarakat ini sukses.

Perlu diketahui, walaupun sekarang desa memiliki Dana Desa (DD) yang berasal dari APBN dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang berasal dari APBD, namun permasalahan di desa-desa juga sangat banyak, dan perlu gelontoran dana lebih besar lagi untuk membangun desa dan masyarakatnya.

Permasalahan Desa di PPU dan Kukar

Beberapa permasalahan di pedesaan, baik itu di PPU maupun Kukar, yang perlu jadi perhatian, ada enam.

Kesatu; Masih minimnya infrastruktur desa, ruas Ruas jalan konektifitas antar desa, kecamatan, dan pusat  kegiatan ekonomi dalam kondisi belum mantap.

Kedua; Masih ada desa yang belum memiliki jaringan listrik dan air bersih.

Ketiga; Angka kemiskinan desa masih tinggi.

Keempat; Rendahnya penghasilan sementara biaya hidup semakin tinggi.

Kelima; Wilayah yang luas dan jarak antar desa dan kecamatan yang  cukup jauh membutuhkan pembiayaan hidup yang  sangat tinggi.

Keenam; Bumdes dan Bumades di sekitar IKN belum fungsional, banyak yang mati suri.

Pemberdayaan masyarakat di desa-desa di PPU dan Kukar perlu mengacu pada permasalahan tersebut diatas, perlu di desain pemberdayaan masyarakat yang bersifat “Problem Solving” bukan teoritis agar percepatan pembangunan desa melalui pemberdayaan masyarakat mampu mendukung seluruh program badan otorita IKN.

Mengisi jabatan Deputi Sosial, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat dari putra putri Kaltim tersebut, asumsinya adalah sang pejabat mengenal permasalahan sosial di IKN, mengenal watak,  karakter, budaya dan sosiologis warga Kaltim, mengenal temparamen warga Kaltim, mengenal lobang-lobang “tikus” IKN, mengenal gesture dan fisiologis Kaltim.

Keberpihakan pemerintah pada  warga Kaltim ini “sudah pas dan benar” sebagai konsekuensi logis dipilihnya Kaltim sebagai lokasi IKN. Semua pihak diharapkan tidak tenggelam dalam  euphoria jabatan tertentu diisi putra putri Kaltim, tapi dalam perkembangan pembangunan IKN tak mampu mesinergikan aspirasi dan harapan-harapan masyarakat di desa-desa di sekitar IKN itu sendiri.

Catatan Redaksi: Isi artikel ini murni pendapat, opini penulis, bukan Redaksi Media Niaga.Asia.

Tag: