Realisasi Pendapatan Negara Hingga Akhir Februari 2022 Rp302,42 Triliun

Menteri Keuangan  Sri Mulyani Indrawati.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Sampai dengan akhir bulan kedua di tahun 2022, realisasi pendapatan negara dan hibah tercatat mencapai Rp302,42 triliun atau 16,38 persen dari target pada APBN 2022. Pendapatan masih tumbuh kuat 37,73 persen (yoy), meski menurun dibandingkan bulan Januari. Kedepan, growth pendapatan akan menuju ke tingkat lebih normal.

Penerimaan Pajak hingga akhir Februari 2022 mencapai Rp199,4 triliun atau tumbuh 36,5% (yoy) dan mencapai 15,77% dari target APBN 2022. Kinerja penerimaan pajak masih tumbuh positif, konsisten sejak April 2021.

“Pertumbuhan ditopang oleh pemulihan ekonomi, yang terlihat dari industri yang masih ekspansif, perkembangan harga komoditas, dan kinerja ekspor-impor,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN KiTa Bulan Maret 2022, secara daring, Senin (28/3/2022)

Menurut Mekeu, secara kumulatif, mayoritas jenis pajak utama mencatat pertumbuhan positif dan lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Sedangkan berdasarkan pertumbuhan bulanan, beberapa jenis pajak mengalami kontraksi dikarenakan pergeseran pencatatan pembayaran serta tidak berulangnya transaksi tahun sebelumnya seperti pembayaran ketetapan pajak.

Selanjutnya, penerimaan sektoral kumulatif seluruh jenis usaha tumbuh positif meskipun melambat dibandingkan periode Januari 2022. Sektor pertambangan masih mencatatkan pertumbuhan tertinggi yang didorong oleh kenaikan harga komoditas batubara. Kemudian, Sektor Industri Pengolahan masih menjadi kontributor terbesar penerimaan pajak sebesar 29,1 persen.

Hingga 28 Maret 2022, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) telah dimanfaatkan oleh 29.260 Wajib Pajak.

“Peserta PPS berasal dari berbagai kalangan dan realisasi per bulan menunjukkan peningkatan. Normalisasi pertumbuhan penerimaan berdasarkan jenis pajak maupun sektoral terjadi pada bulan Februari sebagai akibat low-base effect pada bulan Januari,” ungkap Menkeu.

Namun demikian, pertumbuhan penerimaan yang positif diharapkan terus berlanjut seiring dengan implementasi UU HPP yang mendorong peningkatan kepatuhan dan keadilan serta perluasan basis penerimaan pajak yang lebih sustainable.

Bea Cukai

Penerimaan Bea dan Cukai tercapai sebesar Rp56,7 triliun atau 23,2 persen target APBN pada akhir Februari 2022. Capaian ini tumbuh sigifikan sebesar 59,3 persen (yoy), didukung kinerja pertumbuhan double digit di Bea Masuk, Bea Keluar dan Cukai.

“Penerimaan Bea Masuk mencapai Rp6,8 trilliun atau tumbuh sebesar 37,1 persen (yoy), didorong tren perbaikan kinerja impor nasional. Penerimaan Bea Keluar mencapai Rp6,6 trilliun atau tumbuh sebesar 176,8 persen (yoy), didorong tingginya harga komoditas dan meningkatnya volume ekspor tembaga,” kata Menkeu.

Penerimaan Cukai mencapai Rp43,4 trilliun atau tumbuh sebesar 53,3 persen (yoy) dipengaruhi implementasi kebijakan Cukai dan efektivitas pengawasan serta akibat relaksasi PPKM dan membaiknya sektor perhotelan serta pariwisata.

“Bea Masuk dan Bea Keluar diperkirakan masih meningkat didorong efek Ramadhan dan harga komoditas, sementara Cukai terkontraksi karena anjloknya produksi HT,” ujarnya.

PNPB

Sri Mulyani juga menyebutkan, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sampai dengan akhir Februari 2022 mencapai Rp46,2 triliun atau 13,8 persen dari target APBN 2022. PNBP tumbuh positif sebesar 22,55 persen (yoy) terutama didorong pendapatan SDA (baik Migas maupun non Migas) dan Pendapatan BLU.

“Pendapatan SDA mencapai Rp23,6 triliun, tumbuh 93,7 persen (yoy), terutama dipengaruhi realisasi ICP dua bulan terakhir dan kontribusi pendapatan pertambangan minerba,” ujarnya.

Pendapatan BLU mencapai Rp4,2 triliun, tumbuh 200,1 persen terutama disebabkan adanya peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan terbesar berasal dari BLU dana perkebunan kelapa sawit, yaitu sebesar Rp3,4 triliun.

Sementara itu, pendapatan dari KND dan PNBP lainnya terkontraksi, masing-masing mencapai Rp50 juta (terkontraksi sebesar 96,0 persen) dan Rp18,5 triliun (terkontraksi 23,5 persen).

“Hal ini disebabkan oleh belum dilaksanakannya RUPS oleh BUMN sehingga belum terdapat setoran dividen, dan adanya penurunan pendapatan dari K/L Lainnya dan BUN,” pungkasnya.

Sumber : Humas Kemenkeu | Editor : Intoniswan

Tag: