Ruang untuk Usaha Perkebunan di Kaltim 3.269.000 Hektar

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kaltim, HM Faisal hadirkan Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ujang Rachmad (kiri) dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, Yusniar Juliana (kanan)  dalam jumpa pers di Kantor Diskominfo Kaltim, hari ini, Selasa (11/10/2022). (Foto Diskominfo Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Ruang untuk usaha perkebunan untuk semua  jenis tanaman berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalimantan Timur No. 1 Tahun 2016 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016 – 2036 seluruhnya 3.269.000 hektar. Sedangkan izin usaha perkebunan yang sudah diterbitkan bagi 338 perusahaan perkebunan baru diatas lahan seluas 2.360.000 hektar.

Kemudian dari 2.360,000 hektar yang sudah berizin tersebut, luas lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan  sekitar 1.551.000 hektar. Rincian untuk perkebunan sawit 1.300.000 hektar dan sisanya 251.000 hektar ditanami tanaman non sawit,  seperti karet, kakao, dan tanaman lain sebagainya.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ujang Rachmad menjawab Niaga.Asia dalam jumpa pers bersama Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, Yusniar Juliana yang diselenggarakan dan dimoderatori Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kaltim, HM Faisal di Kantor Diskominfo Kaltim, hari ini, Selasa (11/10/2022).

“Sesuai dengan Perda RTRW Kaltim Tahun 2016 tersebut, batasan luasan lahan untuk perkebunan di Kaltim, ya 3,269 juta hektar tersebut,” imbuhnya.

Tentang apakah akan ada penambahan atau pengurangan luas lahan untuk perkebunan di masa yang akan datang, menurut Ujang Rachmad, dia belum mengetahui, karena baru akan diketahui setelah proses perubahan Perda RTRW Kaltim  selesai dan disahkannya Perda RTRW Kaltim yang baru.

“Kita lihat saja nanti di Perda RTRW Kaltim yang baru,” imbuhnya.

Menurut Ujang Rachmad yang sudah 7 tahun menjadi kepala Dinas Perkebunan Kaltim, memang ada sengeketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan perkebunan besar swasta. Konflik lahan itu peninggalan beberapa puluh tahun lalu.

Sumber sengekata, pertama; saat pemberian HGU (Hak Guna Usaha) ke perusahaan perkebunan tidak clear dan kedua; pembebasan lahan masyarakat yang masuk HGU Perkebunan oleh perusahaan perkebunan, sudah dilakukan, tapi kemudian muncul klaim baru yang mengatakan belum dibebaskan perusahaan.

“Sumber konflik atau sengketa lahan, dua itu,” ujarnya.

[ADV Diskominfo Kaltim| Intoniswan]

Tag: