
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyoroti masalah tata kelola aset dan pertanahan dalam penyusunan draft awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kaltim 2025–2029, dimana masih banyak SMAN/SMKN yang sudah dikelola pemerintah provinsi, tapi sertipikatnya tanahnya masih atas nama Pemerintah Kabupaten/Kota.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Salehuddin mengatakan bahwa salah satu poin penting yang menjadi rekomendasi komisi I adalah kepastian status lahan untuk mendukung pelaksanaan program-program strategis pemerintah provinsi, seperti Jospol, yang mencakup program bebas administrasi rumah.
“Di Jospol itu ada program bebas administrasi rumah. Nah, itu kan kita pastikan dan minta kepada provinsi untuk bagaimana proses penyediaan lahannya itu clear and clean. Jangan sampai terjadi konflik agraria atau pertanahan,” ujarnya, Selasa (22/4).
Salehuddin yang juga merupakan Wakil Ketua Fraksi Golkar, menjelaskan bahwa persoalan lahan dan aset masih menjadi kendala serius dalam pelaksanaan berbagai macam program pembangunan, termasuk di sektor pendidikan.
Banyak aset berupa lahan dan bangunan yang belum sepenuhnya menjadi milik sah dari Pemerintah Provinsi Kaltim, karena proses alih status dari kabupaten/kota belum tuntas, terutama dalam hal sertifikat lahannya.
“Sampai sekarang itu kan tidak clear juga. Maksudnya, tidak 100 persen aset yang beralih dari kabupaten ke provinsi atau dari kota ke provinsi itu berjalan dengan baik. Entah itu aset dalam bentuk bangunan, entah dalam bentuk lahan, banyak yang belum selesai,” katanya.
Masalah tersebut berdampak langsung pada kemampuan provinsi untuk mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan. Salehuddin menyebutkan bahwa sekitar 60–70 persen sekolah negeri tingkat SMA dan SMK di Kaltim belum ada sertifikat lahannya ditangan provinsi.
“Bagaimana kita mau mengejar angka sekolah 12 tahun atau 16 tahun, kalau proses pengembangan sarana-prasarananya saja sudah sulit. Karena belum ada sertifikat lahannya,” jelasnya.
Sebagai contoh, ia menyinggung kondisi SMA Negeri 3 Unggulan Tenggarong, di mana sebagian besar bangunan sekolah tersebut berdiri di atas lahan yang belum memiliki sertifikat. Hal ini menyulitkan provinsi untuk membangun unit baru atau fasilitas penunjang pendidikan.
“Percuma kita fokuskan gratis pol apa segala macam, kalau sekolahnya tidak bisa kita bangun dengan maksimal. Karena berdiri di atas lahan yang kita sendiri belum pegang sertifikat lahannya,” terangnya.
Ia menegaskan bahwa meskipun urusan pendidikan berada di bawah Komisi IV DPRD, aspek tata kelola aset tetap menjadi perhatian serius Komisi I, karena menyangkut legitimasi hukum dan kelancaran pembangunan.
Komisi I berharap Pemerintah Provinsi Kaltim dapat menjadikan persoalan ini sebagai salah satu prioritas dalam penyusunan final RPJMD 2025–2029, termasuk memperkuat koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menyelesaikan proses legalisasi aset dan lahan.
“Nah, itu dua poin yang menjadi salah satu catatan kita di komisi I,” tegasnya.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | Adv DPRD Kaltim
Tag: Pertanahan