Sidang Penganiayaan Napi Lapas Nunukan, Jaksa Hadirkan Ahli Forensik

Anwar Djunaidi Ahli forensik RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan saat memberikan pendapat dalam perkara meninggalnya Syamsuddin di PN Nunukan, Senin (17/10/2023). (Foto : Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Sidang penganiayaan Muhammad Miftahuddin, oknum petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nunukan terhadap narapidana Syamsuddin  hingga tewas kembali digelar di Pengadilan Negeri Nunukan menghadirkan ahli forensik dr. Anwar Djunaidi dari RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan sebagai saksi.

Sidang  permintaan keterangan ahli di Pengadilan Negeri Nunukan dipimpin ketua majelis hakim Nardon Sianturi dengan hakim anggota Ayub diharja dan Mas Toha Wiku Aji dengan Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Nunukan Amrizal R Riza serta Desta Landya, berlangsung, Selasa (17/10/2023).

Ahli dr. Anwar Djunaidi menerangkan bahwa pemeriksaan jenazah Syamsuddin dilakukan dalam dua tahap yakni pemeriksaan luar tubuh dilakukan di RSUD Nunukan dan pemeriksaan dalam di RSUD dr. H. Jusuf SK Tarakan

“Jenazah Syamsudin divisum 25 Juli 2023 dan dilanjutkan pemeriksaan otopsi selang berapa hari kemudian,” kata Anwar Djunaidi, Selasa (17/10/2023).

Ahli mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan tubuh bagian luar korban, ditemukan beberapa memar di bagian telinga, leher bagian samping kanan, bagian belakang tubuh, bahu, punggung kanan dan kiri, ketiak kiri, lengan kiri, paha kiri dan pinggang kiri.

“Setelah ditemukan luka memar dilanjutkan otopsi atau pemeriksaan bagian dalam tubuh,” jelasnya.

Otopsi tubuh bagian dalam ditemukan adanya luka memar di dinding rongga dada belakang, bagian belakang, punggung yang tidak terlalu dalam, bengkang pada paru, cairan di perut dan dada serta memar pada ginjal.

Benturan keras akibat benda tumpul atau pukulan keras dapat  menimbulkan trauma kerusakan otot tubuh bagian dalam hingga luka tersebut mengeluarkan Mioglobin atau cairan racun yang masuk ke  ginjal.

“Memar dan kerusakan otot dapat berkontribusi mengakibatkan orang mengalami gagal ginjal, tapi hal itu tergantung lagi kondisi kesehatan ginjal,” terangnya.

Selain  menghadirkan ahli  forensik untuk didengarkan pendapatnya, Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan di hari yang sama juga mendengarkan kesaksian Susanti, istri dari almarhum Syamsuddin  melalui sambungan telepon video call.

Susanti menuturkan, Syamsuddin menghubungi dirinya tanggal 23 Juni 2023 lewat sambungan video call mengeluhkan betis atau kakinya sakit dan bengkak serta dada terasa sesak bernapas.

“Saya hubungi keluarga di Nunukan mengabarkan Syamsuddin sakit, setelah itu saya dapat kabar almarhum dibawa ke rumah sakit dan kondisinya sudah parah,” tuturnya.

Mendengar suami sakit parah, Susanti yang berada di luar kota menuju Kabupaten Nunukan. Setiba di RSUD Nunukan dikabarkan bahwa suaminya mengalami gagal ginjal yang mengharuskan cuci darah.

“Waktu di RSUD Nunukan, almarhum bilang kalau dia dipukul pak Miftahuddin, saya lihat ada lebam di tangan kiri, bekas cambukan di punggung, kaki bengkak,” bebernya.

Sejak suaminya meninggal dunia, Susanti belum pernah menerima permintaan maaf dari Muhammad Miftahuddin yang saat kejadian menjabat kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Lapas Nunukan.

Susanti mengaku pernah menerima uang duka dari Kepala Lapas Nunukan yang diserahkan oleh petugas Lapas Nunukan bernama Human, namun dirinya tidak mengetahui berapa nilai uang tersebut.

Setelah menyelesaikan proses administrasi jenazah di RSUD Nunukan, Susanti bersama keluarga membawa jenazah suaminya pulang ke Bone, Sulawesi Selatan menggunakan biaya bantuan dari keluarga.

“Saya tidak hitung berapa uang itu, tapi kata keluarga sekitar Rp 50 juta. Saya menyesalkan penganiayaan oknum Lapas ini, dia tidak layak bekerja di Lapas,” ungkapnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan

Tag: