Soal PPS dan Pajak Karbon, Ini Penjelasan Wakil Menteri Keuangan

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara.

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan pajak karbon yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

PPS yang akan dilaksanakan pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022 ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan. Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang mempersiapkan sistem yang lebih ringkas dan lebih sederhana supaya PPS bisa diikuti oleh Wajib Pajak.

“Tentang Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, kalau diungkapkan lebih dulu secara sukarela oleh Wajib Pajak, itu menguntungkan Wajib Pajaknya. Program ini nanti akan diselenggarakan, disiapkan secara sederhana, memberikan kepastian hukum dan juga memberikan kemanfaatan,” kata Wamenkeu secara daring dalam wawancara bersama Metro TV, Jumat (08/10).

Di sisi lain, pajak karbon akan diterapkan secara bertahap sesuai dengan roadmap dengan memperhatikan perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi. Selain itu, pengenaan pajak ini sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

“Pajak karbon ini fungsinya adalah untuk memastikan bahwa Indonesia itu bergerak menuju green economy. Kita menuju net zero emission,” ujar Wamenkeu.

Penerapan pajak karbon akan mengedepankan prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) dengan memperhatikan iklim berusaha dan masyarakat kecil. Pajak karbon akan dilakukan dengan mekanisme cap and tax di sektor karbon yang boleh dikeluarkan.

“Kalau ada yang mengeluarkan karbon di bawah itu atau di atas itu bisa dilakukan trading. Kalau dengan trading masih belum bisa juga, kita lakukan carbon tax. Karena itu, carbon tax ini tidak serta merta kemudian diberlakukan. Dia diberlakukannya tentu menunggu seluruh infrastruktur dari carbon market, dari carbon registry,” kata Wamenkeu

Pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara mulai 1 April 2022 dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax). Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan minimal tarif Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).

“Ini kita anggap sebagai langkah awal di dalam sektor yang sangat spesifik yang nantinya akan melebar sektornya di sektor yang bisa memberikan kontribusi kepada green economy Indonesia. Ini akan dibuatkan roadmap-nya sehingga pemberlakuan carbon tax akan sejalan dengan roadmap yang akan dibuat. Di dalam Undang-Undang HPP ini terdapat pasal yang membuka ruang baru Indonesia menuju green economy,” ujar Wamenkeu.

Sumber : Humas Kemenkeu | Editor : Intoniswan

Tag: