Penulis: Efda Mutia | Editor: Intoniswan
Yusril Dawari – Efda Mutia adalah pasangan suami istri yang punya anak spesial bernama Andini Tasya Putri (paling kiri belakang). (Foto Dok Keluarga Efda Mutia)
Ini seri kedua tulisan Efda Mutia tentang putrinya Andini Tasya Putri. Andini lahir di Pekanbaru, Provinsi Riau, 23 Maret 2000, yang autis, atau dalam keluarga disebut anak spesial.
Tulisan sebelumnya adalah https://www.niaga.asia/andini-tasya-putri-pianis-autism-berprestasi/. Berikut adalah tips merawat anak spesial dari Efda Mutia yang ditulis dalam gaya bahasa bertutur.
Perlu kesabaran luar biasa merawat anak autis. Di lingkungan orang tua yang punya anak autis, sebetulnya lebih senang menyebut anaknya yang autis dengan sebutan anak spesial, bukan yang secara formal saat in disebut anak dengan kebutuhan khusus.
Secara medis, autisme atau gangguan spektrum autis adalah kelainan fungsi otak dan saraf yang cukup kompleks sehingga memengaruhi perilaku serta proses berpikir. Autisme mencakup gangguan dalam segala aspek, mulai dari sosial, bahasa, serta komunikasi secara verbal maupun nonverbal.
Andini berhasil menyelesaikan pendidikan hingga SMALB Pelita Hati Pekanbaru. Selain itu Andini juga jago bermain keyboard, bisa memainkan lebih dari 25 lagu. Kini Andini juga aktif menggeluti bakatnya sebagai di bidang tata rias.
Saat lahir, wajah Andini imut dan manis seperti anak-anak perempuan lainnya. Tidak ada yang terasa berbeda saat kelahirannya. Andini lahir normal seperti anak anak yang lainnya. Perkembangan Andini sedari bayi juga terlihat biasa, sama dengan kakaknya, Windy Odelia Putri yang juga perempuan.

Setelah Psikolog memberi jawaban bahwa Andini menyandang autis, Kami disarankan untuk cepat-cepat membawa Andini di therapi. Tidak ada pilihan. Demi perkembangan putri kecil yang kami sayangi, kami menyetujuinya.
Waktu itu ada dua tempat terapi di rekomendasi Psikolog. Kami datang ke tempat therapi pertama yang lokasinya sangat jauh dari rumah. Di sana sudah ada beberapa murid. Pemilik tempat therapy adalah orang tua yang mempunyai anak autis.
Mendengar kata Autis, kami belum mengerti, kami seperti tidak percaya kalau Andini Autis. Sulit mengungkapkan rasa hati kami saat itu. Sedih, khawatir dan ketakutan memenuhi perasaan kami. Tak satu katapun sanggup terucap. Saya jadi lemas dan tidak bisa menerima. Mendadak asam lambung jadi naik.
Ya Allah. Akankah kami sanggup menjalani ujianmu ini? Tak terasa pelupuk mataku hangat menahan tangis. Andini anak kedua kami yang sudah lama kami tunggu karena Saya beberapa kali keguguran.
Andini beda usia 8 tahun dengan kakaknya. Sebelum pindah ke Pekanbaru kami tinggal di Bekasi dan Saya bekerja di Jakarta. Karena sering keguguran, Saya diminta dokter tes darah dan hasilnya ada virus Toxoplasma. Kemudian Saya rutin berobat ke dokter kandungan di Bekasi. Setelah virus itu teratasi, alhamdulillah akhirnya harapan kami tambah momongan tercapai, Andini lahir.
Makanya seperti berasa mimpi ketika ahli menyebut kata-kata autis buat Andini. Tidak pernah ada bayangan apapun sama sekali tentang autis selama ini dan tiba-tiba kini kami harus merawat anak dengan autis.
“Ya Allah… Akan kah kami mampu dengan anugrahmu ini?”. Sulit menahan air mata yang tiba-tiba mendesak turun di pelupuk mata. Demi mengejar kesembuhan putri kecil kami tercinta, pada usia Andini menjelang dua tahun, kami sekeluarga sepakat membawa Andini ke Bekasi untuk therapy alternatif.

Belum begitu terlihat perkembangan Andini, karena masih hiperaktif dan Andini tetap belum bisa bicara. Andini juga masih asik dengan bahasa planetnya, lari-lari tidak tentu arah dan kadang suka berputar-putar tanpa sedikitpun terlihat takut akan jatuh atau terbanting.
Malahan Andini terlihat tidak pusing, aneh tapi nyata buat Kami yang awam dengan masalah autis. Beberapa bulan menjalani therapy, Kami merasakan mendapatkan kemajuan yang diharapkan, makanya Kami memutuskan kembali ke Pekanbaru.
Setiba kembali di Pekanbaru, kami daftarkan Andini terapi di sekolah Anak Mandiri. Di sekolah ini Andini terapi wicara, perilaku, dan lain lain. Pagi bisa berangkat bareng Papanya dan pulangnya diantar kembali ke rumah oleh Papanya, bersamaan jam istirahat di kantornya, jam 12 siang.
Alhamdulillah sekolah disana ternyata memberi hasil yang kami harapkan. Sudah mulai terlihat perkembangan dan kemajuannya. Andini sudah bisa mengucapkan kata kata Nana, Kaka, Mama.
Ya Allah…betapa bahagianya kami akan kemajuan kecil yang diperlihatkan Andini ini. Tapi kadang hatiku kembali menangis, Andini tetap saja tidak mengerti yang mana Mama, Kaka atau Papa.
Andini cuma seperti beo mengikuti kata-kata. Berkata tanpa makna, rasa dan kepedulian. Dan hal lain yang kami rasakan, Mata Andini belum mau fokus melihat lawan bicara, tapi sudah mulai mau melihat Mama walaupun sebentar.
Ya Allah…terima kasih. Walaupun kecil, sudah mulai ada pergerakan dan kemajuan. Setiap ada perkembangan Andini, Saya selalu merasakan keharuan luar biasa. Tidak tahu Saya harus sedih atau senang. Rasanya sungguh campur aduk, sulit diungkapkan dengan kata, tapi Saya tetap bersyukur, sekecil apapun kemajuannya, Andini sudah berjuang untuk maju dan lebih baik. Itu sudah hadiah terbesar untuk saya.@
Tag: AndiniAutisKisah Inspiratif