Tuna Rungu, Winda Novitasari Desainer Busana yang Mandiri

Winda Novitasari di toko yang menjual  busana untuk orang dewasa dan anak-anak hasil karyanya. (foto Budi Anshori/NiagaAsia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Memiliki keterbatasan pendengaran atau tuna rungu tidak membuat Winda Novitasari yang lahir 01 November 1995 minder ataupun jauh dari pergaulan dunia luar. Anak sulung dari tiga bersaudara ini memiliki kemampuan dibidang desain dan  fashion.

Dimasa normal sebelum pandemi COVID-19, penghasilan Winda  dari merancang dan menjahit busana antara Rp 6 juta sampai 15 juta per bulan. Ia juga jadi gadis yang mandiri, memenuhi kebutuhannya dengan usahanya sendiri, misalnya membeli mobil.

Sempat berhenti mengenyam pendidikan dikelas VI sekolah dasar karena dipandang sulit menerima pelajaran, Winda berusaha mencari peluang lain  agar tetap bisa mendapatkan ilmu pengetahuan layaknya orang-orang normal.

Semula, berbekal informasi warga, Winda yang sejak kecil suka menggambar akhirnya diterima di sekolah luar biasa (SLB) Samarinda, Kalimantan Timur, namun karena sekolah tidak memiliki klasifikasi penderita tuna rungu, Winda penolak bersekolah disana.

“Winda menolak di SLB Samarinda, Winda lari dari sekolah karena merasa tidak cacat fisik,” kata Barnece (48), ibu Winda  menceritakan kisah anaknya pada Niaga.Asia, Kamis (27/08).

Sebagai seorang ibu, Barnece memberikan perhatian khusus kepada Winda dan berusaha mengabulkan keinginan anaknya bisa bersekolah. Alhasil, keinginan itu terwujud setelah bertemu seorang teman yang mengarahnya untuk bersekolah di Jawa Tengah.

Pendidikan disabilitas bernama SLB  Dena Upakara yang berada di Kabupaten Wonosobo adalah sekolah percontohan di Indonesia yang mendapat dukungan dan perhatian pemerintah daerah hingga pusat.

“SLB Dena Upakara memiliki keunggulan tersendiri, artis – artis sampai pejabat negara sering datang kesana, bahkan warga luar negeri melihat sekolah itu,”kata Barnece.

Winda Novitasari, alumni SLB Dena Upakara bersama ibunya Barnece. (foto Budi Anshori/NiagaAsia)

Selama 4 tahun belajar di SLB Dena Upakara, Winda terlihat senang karena mendapat pendidikan sesuai keinginannya. Lulusan siswa seperti Winda mendapat ijazah setingkat SMP kejuruan dengan waktu tambahan pelajaran 1 tahun untuk keterampilan.

Setamat dari pendidian SLB Dena Upakara, Barnece yang mengetahui anaknya suka menggambar fashion berinsiatif membeli mesin jahit untuk menyalurkan keterampilan Winda dalam membuat pakaian-pakaian.

“Dikamar tidur Winda penuh gambar-gambar pakaian, kadang daun-daun kering dikumpul dibuat karya indah,” bebernya.

Kegigihan Winda belajar dan berimajinasi  membuahkan hasil, sejumlah orang mulai mengenal hasil karyanya. Hanya dengan melihat gestur tubuh seseorang, Winda mampu mendesain  busana yang cocok dan serasi dipakai.

Dari hasil menjahit pakaian dan kelebihan kain, Winda membuat ribuan lembar masker dibagikan gratis ke masyarakat kurang mampu dan dimasa pendemi Covid-19 pula, ia menyisihkan penghasilannya membeli sembako untuk dibagikan ke masyarakat.

“Masker dan sembako dibagikan sendiri oleh Winda sambil mensosialisasikan menjaga protokol kesehatan, menggunakan masker,”  kata Barnece.

Disela-sela kesibukan hari-harinya, tahun 2017, Winda membuka rumah kreatif  untuk belajar bagi  tuna rungu. Pembinaan anak-anak tuna tunggu ini mendapat perhatian Bupati Nunukan yang berkenan datang ke lokasi pendidikan.

“Rumah kreatif tuna tunggu tidak bertahan lama, murid-muridnya kurang berminat belajar karena orang tua mereka kurang memberi perhatian khusus kepada anak-anaknya,” tutur Barnece.

Winda Novitasari, menunjukkan busana untuk anak-anak hasil rancangannya. (foto Budi Anshori/NiagaAsia)

Seiring waktu berjalan, pesanan pakaian mulai banyak dan dari penghasilan menjahit itulah, Winda membeli motor dan mobil. Winda juga gemar memperkenalkan hasil karya designernya dimedia sosial instagram dan lainnya.

Diluar keterampilannya dalam urusan busana,  Winda pintar membuat puisi dan beryanyi yang dituangkan dalam video. Karya terbaru Winda adalah mengikuti lomba beryanyi lagu kebangsaan dalam bentuk Bahasa Isyarat Indonesia (Basindo).

Dalam lomba Basindo, Winda memasukan video klip bernuasa prajurit TNI mulai dari Mako Satgas Pamtas Nunukan, Koramil Nunukan, Tugu Dwikora di alun-alun dan ditambah lokasi-lokasi terbaik di Nunukan.

“Saya bangga dengan karya kreatifitas Winda, tapi satu hal paling membanggakan adalah, dia sangat sensitivitas dengan kesusahan orang lain, dia juga sangat menjaga etitut tata krama,” sebutnya. (002).

Tag: