WN Pakistan yang Kabur dari Tahanan Imigrasi Nunukan Diduga Terlibat Jaringan Perdagangan Manusia

Satu dari tiga warga negara Pakistan yang tertangkap di Nunukan bersama anak perempuan dibawah umur pada 8 Januari 2023. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dua laki-laki dewasa warga negara Pakistan, H (38) dan R (24) yang ditangkap aparat Imigrasi Nunukan karena masuk wilayah negara Indonesia tanpa izin diduga terlibat jaringan perdagangan manusia lintas negara, sebab bersama keduanya juga ikut seorang anak-anak berjenis kelamin perempuan yang baru berusia 16 tahun, berinisial A.

“Ini kasus pertama ditangani Imigrasi Nunukan yang ada unsur dugaan perdagangan manusia,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan Ryan Aditya pada Niaga.Asia, Senin (13/02/2023).

Dugaan adanya unsur perdagangan manusia tergambar dalam skema perjalanan pelaku H dan R, dimana keduanya sengaja membawa seorang anak perempuan berusia 16 tahun dalam keadaan tidak sadarkan diri dari Pakistan menuju Kuala Lumpur, Malaysia.

baca juga:

Imigrasi Nunukan jadi Mainan WN Pakistan, Sukses Kabur dari Ruang Tahanan 2 Kali

Dalam rencananya,  R menugaskan  H  membawa anak perempuan dari Pakistan menuju Kuala Lumpur. Korban dirayu dijanjikan akan dibuatkan dokumen kependudukan(KTP)  Indonesia KTP, bahkan R berjanji menikahi korban.

“Korban A diculik dari Pakistan dibawa ke Kuala Lumpur dalam keadaan tidak sadarkan diri atau linglung, korban juga kaget ketika mengetahui akan dinikahi H,” sebutnya.

H bersama R, dan A diamankan ketika berada disalah satu hotel di Nunukan pada 8 Januari 2023. R awalnya mengaku sebagai warga Indonesia dengan bukti kepemilikan KTP diterbitkan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.

Berdasarkan hasil penyelidikan awal, H datang ke Indonesia berbekal paspor dan atas Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas) dengan sponsor atau jaminan istrinya seorang warga Indonesia berdomisili Kabupaten Malang, Jawa Timur.

“H ini sudah memiliki istri di Pakistan, memiliki istri juga di Malang, Indonesia dan katanya hendak menikah lagi dengan A,” tuturnya.

Penanganan kasus  berkaitan perdagangan manusia dan pelakunya warga negara asing, tapi kejadiannya di wilayah hukum di Imigrasi Nunukan, ini yang pertama.

“Itu penyidik Imigrasi Nunukan meminta pendapat sekaligus berkonsultasi dengan kantor Imigrasi Pusat dalam menanganinya,” Ryan.

Sementara ini yang sudah dilakukan adalah memastikan ketiganya warga negara Pakistan. Untuk itu Imigrasi Nunukan telah menghubungi kedutaan Pakistan di Jakarta, meminta kepastian apakah ketiganya benar-benar warga Pakistan.

“Ada informasi bahwa H ini terlibat kasus pidana pembunuhan di Pakistan, untuk memastikan itu perlu dukungan data kriminal dari kedutaan Pakistan,” bebernya.

Pemeriksaan ketiga WN Pakistan berjalan lambat dikarenakan keterbatasan bahasa yang mereka gunakan, keterangan R dan H juga selalu berubah-ubah, begitu pula korban A sulit untuk diminta keterangan.

Korban A dalam keterangannya mengaku tidak ingin dinikahi oleh H, namun begitu, A mengenal R dan H sejak berada di Pakistan, korban bahkan tampak tidak suka ketika penyidik Imigrasi memperlihatkan foto H.

“Kami tanya apakah A kenal sama foto ini? Dijawab dengan wajah tidak suka, sepertinya ada kemarahan A kepada H,” tuturnya.

Ryan menuturkan, setiap orang yang bertujuan mendapatkan keuntungan baik langsung atau tidak langsung untuk diri sendiri atau orang lain dengan membawa seseorang atau kelompok orang baik terorganisir maupun tidak terorganisir yang tidak memiliki hak secara sah masuk wilayah Indonesia dapat dikenakan Undang-Undang TPPO.

Kemudian, dalam aturan dijelaskan pula, setiap orang yang masuk wilayah negara lainya yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah baik menggunakan dokumen sah ataupun dokumen palsu dapat dipidana karena penyelundupan manusia dengan pidana paling sedikit 5 tahun dan maksimal 17 tahun.

“Dengan membawa A masuk ke Indonesia untuk kepentingan H, maka kedua pelaku diduga melakukan TTPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang),” pungkasnya.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan

Tag: