Zona Tangkap Nelayan Sebatik Semakin Menyusut, Andre: Ini Masalah Perut Bos!

Hasil tangkapan nelayan Gillnet di Sebatik (Foto: istimewa/niaga.asia)

NUNUKAN.NAGA.ASIA — Kelompok nelayan jaring insang (Gillnet) di pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, semakin kehilangan zona tangkap akibat masuknya kapal-kapal trawl diduga dari Tarakan di perairan Sebatik.

“Persoalan ini sudah lama disampaikan nelayan, mereka kesulitan mencari ikan akibat masuknya kapal trawl di wilayah Sebatik,” kata Anggota DPRD Nunukan Dapil Sebatik Andre Pratama, kepada niaga.asia, Senin (23/5).

Keberadaan kapal trawl Tarakan ke perairan perbatasan Indonesia pulau Sebatik, hingga terkadang sampai merusak pukat gillnet nelayan, di mana zona wilayah tangkapnya persis berada lokasi yang sama.

Menyempitnya zona tangkap ikan tidak lepas dari semakin meluasnya penanaman rumput laut, dan akan semakin menyulitkan ketika kapal trawl berukuran besar menggunakan mesin kendaraan ikut mencari ikan di perairan Sebatik.

“Kita tidak melarang trawl masuk. Cuma masalahnya area tangkap nelayan tradisional gillnet semakin sulit, jangan sampai over dengan nelayan kita,” ujar Andre.

Andre mengingatkan Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan jangan tinggal diam melihat kondisi merugikan ini, dan jangan pula selalu beralasan persoalan itu bukan ranah pemerintah kabupaten. Mengingat kewenangan kelautan berada di tingkat pemerintah provinsi dan pusat.

Andre meminta Pemkab Nunukan hendaknya melindungi nelayan-nelayan tradisional ketika muncul kerusakan, setidaknya berkoordinasi dengan PSDKP maupun kepada tim pengawas kelautan provinsi.

“Kita harus lindungi nelayan kita, karena lokasi tangkap mereka sudah menyempit akibat rumput laut. Kalau trawl masuk bisa tidak kerja lagi nelayan Sebatik,” ujar Andre.

Jadwal kerja nelayan gillnet biasanya mengikuti musim air. Berbeda dengan nelayan trawl melaut tanpa harus melihat musim air. Artinya sepanjang musim, kapal trawl bisa menangkap ikan.

Termarjinalkan nelayan gillnet akan berdampak buruk bagi penghasilan nelayan. Padahal dari sekitar 300 nelayan perbatasan Sebatik, adalah penerima bantuan alat tangkap dan perahu dari pemerintah.

Anggota DPRD Nunukan Dapil Sebatik Andre Pratama (Foto : niaga.asia/Budi Anshori)

“Buat apa dibantu mesin dan kapal kalau kita tidak bisa mengamankan zona tangkap mereka. Ini yang harus dipikirkan pemerintah,” tegasnya.

Menyempitnya zona tangkap bukan tidak mungkin menimbulkan konflik horizontal dan potensi keributan di tengah laut. “Apabila sudah terjadi, siapa yang mampu menghalangi kekacauan di tengah laut sana?” ungkap Andre.

Karena itu, Andre meminta pemerintah menghimbau nelayan trawl Tarakan, agar tidak lagi memasuki wilayah Sebatik. Sebab persoalan perut menurut Andre terkadang membuat orang – orang-orang yang terdesak hilang kesabaran.

“Kalau orang ribut kelahi di tengah laut bagaimana? Ini masalah perut bos. Itulah gunanya pemerintah melindungi rakyat,” bebernya.

Terpisah, salah seorang nelayan gillnet Sebatik, Bahrun menyebutkan persoalan kapal trawl sudah pernah dilaporkan ke Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT). Namun sampai sekarang belum ada tindakan lebih lanjut.

“Laut sudah sempat ditanami rumput laut. Kalau masuk lagi trawl ganggu, kami ini mau ke mana lagi? Kasihan nelayan kecil mau makan apa?” ungkap Bahrun.

Bahrun menerangkan, batas laut Nunukan dengan Tarakan berada di perairan Tanjung Aus. Di mana perairan itu menjadi habitat ikan jenis arut, ikan merah, ikan perak, kerapu, ikan tenggiri dan lainnya.

Terkadang jala gillnet milik nelayan tersangkut trawl kapal Tarakan. “Kalau sudah begini siapa mau disalahkan? Apakah harus setiap hari bekerja dengan keresahan?” sebut Bahrun lagi.

“Kami mengadu ke kecamatan dilempar ke kabupaten. Datang ke kabupaten dilempar ke provinsi. Datang ke Kadis Kelautan Kaltara dilempar lagi ke pusat,” cetus Bahrun.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: